Penyakit usus buntu atau yang sebenarnya merupakan kondisi radang usus buntu (apendisitis) adalah kondisi umum yang ditandai dengan rasa nyeri di perut kanan bawah [1].
Ketika tidak tertangani dengan cepat, maka ada risiko bahwa usus buntu bisa pecah dan mengancam jiwa penderitanya [1].
Usus buntu sendiri adalah organ kecil yang ada di bagian ujung usus besar dan paling sering terjadi sumbatan pada usus ini [2].
Jika ingin mencegah radang usus buntu, sebenarnya belum ada cara yang benar-benar terbukti efektif untuk pencegahannya [1].
Namun setidaknya, terdapat sejumlah upaya berikut yang dapat menjaga kesehatan usus buntu dan meminimalisir risiko sumbatan yang berakibat pada radang usus buntu.
Daftar isi
Tidak hanya menghidrasi tubuh, mengonsumsi air putih secara cukup juga dapat meminimalisir risiko radang pada usus buntu [3].
Usus dapat bekerja dengan lebih maksimal ketika mendapat cukup cairan serta asupan serat.
Memperbanyak makanan berserat saja tidak cukup untuk menjaga kesehatan dan fungsi usus, sebab serat tak akan mampu menjadikan feses lunak apabila air di dalam tubuh kurang.
Paling dianjurkan adalah mengonsumsi air putih setiap harinya 2200 ml untuk wanita dewasa dan 3000 ml untuk pria dewasa dengan kadar urine yang dikeluarkan per hari 500 ml yang tergolong sehat [4].
Cairan tubuh yang tercukupi mampu mencegah dehidrasi sekaligus memperlancar pencernaan [5].
Sup dan jus buah adalah asupan alternatif untuk memenuhi kebutuhan cairan tubuh yang bisa dikonsumsi; namun tentunya hindari konsumsi berlebihan [6].
Usus buntu yang meradang dapat disebabkan oleh sumbatan yang berawal dari penumpukan feses yang menjadi keras di sana [7].
Penumpukan feses keras ini disebut dengan istilah fekalit yang umumnya terjadi sebagai akibat tubuh kurang asupan serat [7].
Hal ini telah dibuktikan oleh sebuah hasil studi tahun 2016 dari di Indonesia (para peneliti dari Universitas Sumatera Utara) bahwa 14 dari 19 anak penderita radang usus buntu akut memiliki tubuh yang kurang serat [8].
Oleh sebab itu, sebagai upaya agar radang usus buntu tidak mudah terjadi, fekalit harus dicegah dengan asupan makanan berserat [1,7].
Asupan serat cukup membantu serat menarik air ke usus besar yang kemudian berpengaruh pada feses yang lebih lunak [1].
Karena feses melunak, otomatis akan lebih mudah bergerak di dalam usus dan dikeluarkan .
Berikut ini adalah daftar buah dan sayur kaya serat yang dianjurkan untuk dikonsumsi :
Asupan serat bagi orang dewasa yang dianjurkan adalah 30-38 gram per hari bagi para pria dan 21-25 gram per hari bagi para wanita [9].
Sementara untuk anak-anak, asupan serat yang direkomendasikan adalah 25 gram per hari bagi anak usia 4-8 tahun dan 19 gram per hari bagi anak usia 1-3 tahun [10].
Terdapat makanan tertentu yang memang mampu memicu sumbatan dan radang pada usus buntu, terutama biji-bijian.
Beberapa kasus apendisitis diketahui disebabkan oleh sejumlah biji sayur dan buah, seperti biji coklat, biji jeruk, gandum, biji melon, biji buah ara, biji anggur, kacang dan jintan [11].
Selain itu, keju, makaroni, pasta, pizza, dan makanan yang digoreng pun sebaiknya dibatasi [12].
Makanan-makanan tersebut mampu meningkatkan risiko sembelit atau susah buang air besar yang berakibat pada radang di usus buntu.
Oleh sebab itu, untuk menghindari radang usus buntu sebaiknya tidak terlalu sering dan banyak mengonsumsi makanan bertepung dan berlemak agar pencernaan tetap lancar.
Karena peradangan usus buntu juga dapat disebabkan oleh infeksi bakteri, konsumsi makanan berprobiotik tinggi sangat dianjurkan [13].
Di dalam usus setiap manusia terdapat ribuan bakteri jahat maupun baik yang keseimbangannya bisa berubah kapan saja tergantung dari bagaimana cara kita menjaga kesehatan usus [13].
Jika jumlah bakteri baik dan buruk tetap stabil, maka kesehatan usus dapat terjaga dengan baik [13].
Salah satu cara menyeimbangkan jumlah bakteri baik dan buruk adalah dengan mengasup makanan berprobiotik tinggi, seperti kimchi, tempe, kefir, kombucha, natto, miso, kedelai dan yogurt [14,15].
Tak hanya sebagai pencegah infeksi penyebab radang usus buntu, kesehatan sistem pencernaan dapat terjaga secara menyeluruh dengan asupan probiotik [15].
Makan dengan cepat dan terburu-buru rupanya bukan kebiasaan yang mampu menyebabkan tersedak, tapi juga meningkatkan risiko radang usus buntu.
Makan dengan cepat menyebabkan penyumbatan partikel makanan yang kemudian memperbesar peluang seseorang dalam mengalami usus buntu [16,17].
Walau terkesan sulit memraktekkannya, penting untuk melatih diri makan pelan-pelan dan mengunyah makanan hingga teksturnya benar-benar halus.
Alangkah lebih baik jika saat makan menghindari aktivitas lain, seperti bermain ponsel, mengobrol atau menonton.
Kegiatan-kegiatan lain tersebut menyebabkan seseorang tidak terlalu fokus pada kegiatan makannya sehingga seringkali mempercepat proses makan tanpa sadar.
Fokus pada makanan dan makan secara perlahan adalah yang paling disarankan.
Beberapa orang memiliki risiko lebih tinggi mengalami peradangan pada usus buntunya.
Orang-orang yang memiliki riwayat tumor perut atau cedera pada bagian perut berpeluang lebih besar menderita apendisitis [13].
Oleh karena itu, sebagai langkah pencegahan usus buntu dapat secara berkala memeriksakan diri ke dokter untuk mengecek kesehatan.
Dengan mengenali apa saja gejala radang usus buntu, akan lebih mudah untuk mengatasinya segera dan mencegah komplikasi berbahaya.
Sejumlah gejala usus buntu yang sebaiknya diwaspadai dan mendapatkan penanganan segera adalah [13] :
Walaupun sudah menjaga pola dan asupan makan, seringkali usus buntu bisa tetap terjadi.
Jika gejala mulai timbul, segera periksakan diri ke dokter karena pembentukan abses hanya membutuhkan waktu 48-72 jam dan risiko pecahnya usus buntu sangat besar [13].
1. Cleveland Clinic medical professional. Appendicitis. Cleveland Clinic; 2020.
2. Bonnie D. Hodge; Sarang Kashyap; & Arshia Khorasani-Zadeh. Anatomy, Abdomen and Pelvis, Appendix. National Center for Biotechnology Information; 2021.
3. Lari Warjri. Home Remedies for Appendicitis. Medindia; 2020.
4. Arend-Jan Meinders & Arend E Meinders. How much water do we really need to drink?. Nederlands Tijdschrift voor Geneeskunde; 2010.
5. Barry M. Popkin, Kristen E. D’Anci, & Irwin H. Rosenberg. Water, Hydration and Health. HHS Public Access; 2011.
6. Lídia Palma, Liliana Tavares Marques, Julia Bujan, & Luís Monteiro Rodrigues. Dietary water affects human skin hydration and biomechanics. Clinical, Cosmetic and Investigational Dermatology; 2015.
7. Nguyen Tran, Valerie-Sue Emuakhagbon, Bradford T Baker, & Sergio Huerta. Re-assessing the role of the fecalith in acute appendicitis in adults: case report, case series and literature review. Journal of Surgical Case Reports; 2021.
8. Boyke Damanik, Erjan Fikri & Iqbal Pahlevi Nasution. Relation between Fiber Diet and Appendicitis Incidence in Children at H. Adam Malik Central Hospital Medan North Sumatra-Indonesia. Bali Medical Journal; 2016.
9. Mayo Clinic Staff. Chart of high-fiber foods. Mayo Clinic; 2021.
10. Gina Shaw & Hansa D. Bhargava, MD. A Nutritionist Speaks: How to Promote Your Child’s Digestive Health. WebMD; 2012.
11. Omer Engin, Mehmet Yildirim, Savas Yakan, & Gulnihal Ay Coskun. Can fruit seeds and undigested plant residuals cause acute appendicitis. Asian Pacific Journal of Tropical Biomedicine; 2011.
12. Dr. Charles Hartin. Appendicitis 101: Commonly Asked Questions. Texas Children's Hospital; 2021.
13. Mark W. Jones; Richard A. Lopez; & Jeffrey G. Deppen. Appendicitis. National Center for Biotechnology Information; 2021.
14. Mayra Garcia. Probiotics and Antibiotic Associated Diarrhea in Pediatric Complicated Appendicitis. US National Library of Medicine; 2020.
15. Eirini Dimidi, Selina Rose Cox, Megan Rossi, & Kevin Whelan. Fermented Foods: Definitions and Characteristics, Impact on the Gut Microbiota and Effects on Gastrointestinal Health and Disease. Nutrients; 2019.
16. Arefa Cassoobhoy, MD, MPH & Jennifer Huizen. Appendicitis or gas? What appendicitis feels like. Medical News Today; 2020.
17. Narayana Health. Unexpected Symptoms and Things You Didn't Know About Appendicitis. Narayana Health; 2019.