Daftar isi
Hemokromatosis merupakan sebuah kondisi ketika di dalam tubuh terdapat kadar zat besi berlebihan yang berdampak serius jika tak ditangani dengan cepat [1,2,3,8,9].
Jika akumulasinya dibiarkan, maka lama-kelamaan kondisi ini mengakibatkan penyakit serius, seperti gagal jantung.
Padahal, zat besi sendiri merupakan jenis mineral yang berguna dalam memroduksi hemoglobin (Hb).
Hb adalah pengikat dan pengalir oksigen ke seluruh tubuh di mana zat ini terdapat pada sel darah merah.
Manusia dapat memperoleh zat besi dari makanan-makanan yang diasup setiap hari yang juga akan dikeluarkan secara alami.
Namun bila seseorang mengalami hemokromatosis, penyerapan zat besi berjalan berlebihan dan tubuh pun tak mampu mengeluarkannya.
Penumpukan zat besi pun terjadi, khususnya pada organ-organ penting seperti sendi, pankreas, jantung, dan hati.
Tinjauan Hemokromatosis merupakan kondisi penumpukan zat besi di dalam organ penting di dalam tubuh, seperti hati, jantung, sendi, dan pankreas.
Terdapat dua jenis kondisi hemokromatosis menurut penyebabnya, yaitu hemokromatosis primer dan hemokromatosis sekunder.
Hemokromatosis primer adalah jenis kondisi yang disebabkan oleh kelainan genetik yang diturunkan atau diwariskan dari orang tua [1,2,3].
Kelainan genetik ini menyebabkan tubuh seseorang menyerap lebih banyak zat besi dari makanan yang dikonsumsi.
Mutasi genetik menjadi penyebab utama dari rata-rata kasus hemakromatosis primer.
Di dalam tubuh manusia, terdapat gen HFE, yaitu yang berperan sebagai pengontrol seberapa banyak zat besi yang diserap tubuh dari makanan yang diasup.
Dan mutasi gen yang dapat menyebabkan hemokromatosis ada dua, yaitu H63D dan C282Y [1,3].
Kondisi ini hanya dimiliki oleh seseorang yang mewarisi salinan gen cacat dari setiap orang tuanya.
Seseorang tidak mengalami gejala dan hanya sebagai carrier (pembawa mutasi gen) ketika hanya satu salinan mutasi gen saja yang ada di dalam tubuhnya.
Perlu diketahui bahwa ada 2 sub-tipe hemokromatosis primer, yaitu neonatal dan juvenile, seperti berikut :
Hemokromatosis neonatal dapat menyebabkan zat besi menumpuk pada organ liver/hati bayi [4].
Kondisi ini sangat berbahaya dan fatal karena dapat mengakibatkan kematian pada penderitanya.
Jenis kondisi ini dapat menyebabkan gejala yang hampir sama dengan hemokromatosis primer pada umumnya.
Hanya saja, orang-orang yang lebih rentan mengalami jenis kondisi ini adalah yang berusia antara 10 dan 30 tahun [2,5].
Penyebab utama dari kondisi jenis ini bukan mutasi gen HFE, melainkan adalah mutasi gen hemojuvelin [5].
Hemokromatosis sekunder terjadi ketika kondisi medis tertentu menjadi penyebab zat besi menumpuk secara berlebihan di dalam tubuh.
Beberapa kondisi dan tindakan medis yang dimaksud antara lain adalah [1,6,7,8] :
Tinjauan Hemokromatosis terdiri dari dua jenis kondisi menurut penyebabnya, yaitu primer (genetik atau diturunkan) dan sekunder (didapat karena penyakit tertentu). Hemakromatosis primer sendiri terbagi menjadi dua kondisi, yaitu hemokromatosis primer neonatal dan hemokromatosis primer juvenile.
Sejumlah faktor peningkat risiko hemokromatosis pun dibagi menjadi dua kategori, yaitu primer dan sekunder.
Berikut ini adalah orang-orang yang memiliki potensi lebih besar dalam mengembangkan kondisi hemokromatosis primer di dalam tubuhnya [1,2] :
Hanya saja, tak semua orang yang mewarisi mutasi gen dari anggota keluarga intinya dapat mengalami penyakit ini karena rata-rata dapat hanya menjadi carrier atau pembawa saja.
Mereka tidak akan mengalami gejala karena hanya yang mewarisi dua salinan gen HFE yang dapat mengalami gejala hemokromatosis.
Jika seseorang mewarisi dua salinan gen HFE, maka keduanya dipastikan diturunkan dari masing-masing kedua orang tuanya.
Hemokromatosis sekunder dapat ditimbulkan oleh sejumlah faktor risiko, seperti berikut [1,6,7,8] :
Tinjauan Faktor risiko hemakromatosis terbagi menjadi dua jenis kondisi, yaitu hemakromatosis primer (wanita pasca menopause, keturunan Eropa atau kulit putih, berjenis kelamin pria, dan riwayat keluarga dengan hemokromatosis) dan sekunder (riwayat keluarga dengan penyakit diabetes, jantung, dan liver, alkoholisme, dan suplemen zat besi maupun vitamin C).
Hemokromatosis tidak selalu menimbulkan gejala-gejala yang jelas pada banyak penderitanya.
Ketika kondisi ini menimbulkan gejala yang nampak sekalipun, biasanya yang dikeluhkan pun berbeda-beda antar penderita.
Berikut ini adalah daftar gejala utama yang dapat terjadi pada penderita hemokromatosis [1,5] :
Kapan sebaiknya memeriksakan diri ke dokter?
Periksakan segera kondisi gejala yang timbul tanpa menunggu terlalu lama.
Bagi pasien transfusi darah jangka panjang, dianjurkan untuk melakukan konsultasi lebih jauh dengan dokter mengenai adanya risiko hemokromatosis sebagai efek sampingnya.
Pastikan untuk berkonsultasi juga dengan dokter mengenai adanya potensi hemokromatosis jika memiliki anggota keluarga yang memiliki riwayat kelainan genetik ini.
Pada pasangan suami istri yang salah satu atau keduanya memiliki riwayat keluarga dengan hemokromatosis, pastikan lakukan konsultasi genetik dengan dokter.
Hal ini adalah sebagai cara meminimalisir sekaligus mewaspadai adanya kemungkinan penyakit hemokromatosis pada anak yang lahir di kemudian hari.
Bila perlu, pastikan saat hendak melakukan program hamil, diskusikan dengan dokter mengenai cara-cara mencegah penyakit ini dialami oleh anak.
Tinjauan Gejala utama hemokromatosis pada umumnya adalah nyeri sendi, nyeri perut, kelelahan, lemas, penurunan gairah seksual, linglung, berat badan turun, dan palpitasi.
Ketika gejala-gejala hemokromatosis timbul dan menemui dokter, beberapa metode diagnosa yang dilakukan oleh dokter antara lain adalah :
Pemeriksaan biasanya diawali dengan dokter menanyakan keluhan gejala apa saja selama ini dialami dan sudah sejak kapan [1,9].
Tidak hanya riwayat medis pasien, dokter juga akan mencari tahu tentang riwayat kesehatan keluarga pasien (apakah ada yang menderita hemokromatosis).
Seperti biasa, usai pemeriksaan riwayat gejala dan kesehatan, dokter akan menerapkan pemeriksaan fisik [1,9].
Dokter akan mengecek bagian perut pasien untuk melihat apakah terjadi pembengkakan pada limpa dan hati.
Tes darah adalah metode tes penunjang yang akan membantu dokter dalam menegakkan diagnosa [8,9].
Sampel darah pasien diambil lalu dianalisa untuk mengetahui kadar zat besi dalam darah.
Bila hasil pemeriksaan rupanya tidak normal, beberapa tes penunjang lain perlu ditempuh oleh pasien.
Tes genetik biasanya diterapkan dokter usai hasil tes darah keluar dengan hasil tidak normal [1,3,7].
Tes genetik ini bertujuan untuk memeriksa keberadaan mutasi gen di dalam tubuh pasien.
Selain itu, tes ini juga berguna dalam mendeteksi apakah terdapat organ tertentu dalam tubuh pasien yang terpengaruh kondisi hemokromatosis.
Kemungkinan adanya penyakit lain juga dapat teridentifikasi melalui tes genetik ini.
MRI scan adalah metode pemeriksaan penunjang yang kemungkinan direkomendasikan juga oleh dokter [1,4,5,6,7,8].
Tujuan MRI scan adalah untuk melihat kondisi organ tubuh pasien dari berbagai sudut dan mengidentifikasi adanya kelainan atau penyakit secara lebih detail.
Tes penunjang ini pun perlu digunakan oleh dokter untuk mengidentifikasi apakah organ hati terdapat gangguan [10].
Kerusakan hati dalam bentuk apapun biasanya terdeteksi lebih mudah melalui tes ini.
Tes penunjang lainnya yang juga sangat penting untuk diterapkan adalah biopsi liver/hati [1,3,6,8,9].
Dokter mengambil sampel jaringan hati pasien untuk dianalisa di laboratorium.
Dari hasil biopsi dokter biasanya langsung mengetahui apakah hati pasien mengalami kerusakan, begitu pula kondisi zat besi pada organ tersebut.
Ini karena zat besi tersimpan di dalam hati, dan hati menjadi salah satu organ utama tempat penumpukan zat besi.
Tinjauan Metode diagnosa yang digunakan oleh dokter untuk memeriksa pasien dengan gejala hemokromatosis adalah pemeriksaan riwayat kesehatan, pemeriksaan fisik, tes darah, tes genetik, tes pemindaian, tes fungsi hati, dan biopsi hati.
Penanganan hemokromatosis umumnya dilakukan melalui dua cara medis, yaitu metode pembuangan darah dan pemberian obat-obatan.
Flebotomi adalah istilah untuk tindakan medis yang digunakan dokter untuk membuang darah dari dalam tubuh pasien [1,2,3,5,6,7,8,9].
Prosedurnya dilakukan seperti proses donor darah di mana jumlah darah dan seberapa sering darah dibuang disesuaikan dengan tingkat keparahan kondisi pasien serta usia pasien.
Umumnya, dokter akan menganjurkan pasien menempuh prosedur ini seminggu 1-2 kali.
Bila kadar zat besi dalam darah berhasil normal lagi, prosedur pembuangan darah akan diterapkan setiap 2-4 bulan sekali.
Selain prosedur flebotomi, dokter kemungkinan besar juga meresepkan obat-obatan khusus untuk membuang zat besi berlebih dari dalam tubuh.
Deferiprone adalah salah satu jenis obat yang diresepkan oleh dokter agar kelebihan zat besi dapat terbuang melalui feses saat buang air besar dan urine saat buang air kecil [1,8].
Pemberian obat ini biasanya dilakukan melalui metode injeksi atau oral (diminum).
Hanya saja, obat ini hanya diresepkan bagi pasien hemokromatosis yang memiliki penyakit jantung atau thalasemia karena tidak mampu menempuh prosedur pembuangan darah.
Adakah pantangan selama pasien menjalani proses pengobatan hemokromatosis?
Ada; agar pemulihan berjalan lebih baik dan optimal, dokter akan memberikan pantangan-pantangan khusus bagi pasien.
Makanan dan minuman berzat besi tinggi, makanan dan minuman ber-vitamin C tinggi, alkohol, serta suplemen dan vitamin berzat besi tinggi adalah beberapa pantangan wajib bagi pasien hemokromatosis.
Tinjauan Pengobatan hemokromatosis pada umumnya adalah melalui metode phlebotomy (pembuangan darah). Namun bagi pasien yang tidak dapat menempuh prosedur medis ini, obat khusus akan diresepkan oleh dokter untuk mengurangi kadar zat besi berlebih dalam tubuh.
Hemokromatosis yang tidak segera mendapatkan penanganan dapat menimbulkan risiko komplikasi yang berbahaya.
Jika penumpukan zat besi dibiarkan terlalu lama, kerusakan kulit, hati, jantung dan pankreas menjadi komplikasi paling umum yang terjadi.
Beberapa jenis gangguan kesehatan yang berpotensi timbul sebagai bentuk komplikasi hemokromatosis antara lain adalah [1,2,3,9] :
Pada dasarnya, setiap risiko komplikasi tersebut dapat dihindari dengan penanganan terhadap kondisi gejala secepat mungkin.
Selain itu, selama masa pengobatan hemokromatosis, penting bagi penderita untuk menghindari alkohol, suplemen vitamin C, dan suplemen zat besi.
Tinjauan Risiko komplikasi hemokromatosis paling umum dan patut diwaspadai antara lain adalah impotensi, gangguan menstruasi, gangguan jantung (aritmia dan gagal jantung), sirosis hati, infertilitas, gangguan pankreas (pemicu diabetes), perubahan warna kulit (menjadi keabuan).
Bagi orang-orang yang sudah mengetahui bahwa di dalam keluarganya terdapat anggota keluarga dengan riwayat hemokromatosis atau sekedar pembawa mutasi gen, menjaga pola hidup dapat dilakukan.
Selain itu, lakukan juga tes genetik untuk mendeteksi keberadaan mutasi gen HFE untuk mendapat penanganan segera [11].
Untuk menghindari gejala hemokromatosis yang berkembang cepat maupun menghindari komplikasi hemokromatosis, beberapa hal ini dapat dilakukan [12] :
Tinjauan Hemokromatosis tak dapat dicegah, namun melakukan tes genetik sedini mungkin bagi orang-orang dengan keluarga yang memiliki atau membawa mutasi gen sangat dianjurkan. Menghindari alkohol, ikan mentah, kerang, suplemen zat besi dan vitamin C juga perlu dilakukan.
1. Joann L. Porter & Prashanth Rawla. Hemochromatosis. National Center for Biotechnology Information; 2020.
2. Perhimpunan Dokter Spesialis Patologi Klinik Indonesia. Penderita dengan Hemokromatosis Primer. Indonesian Journal of Clinical Pathology and Medical Laboratory; 2011.
3. Melissa Kelley, MD, Nikhil Joshi, MD, Yagang Xie, MD, & Mark Borgaonkar, MD MSc. Iron overload is rare in patients homozygous for the H63D mutation. Canadian Journal of Gastroenterology and Hepatology; 2014.
4. Amy G. Feldman & Peter F. Whitington. Neonatal Hemochromatosis. Journal of Clinical and Experimental Hepatology; 2013.
5. Manuel A Lescano, Letícia C Tavares, & Paulo C J L Santos. Juvenile hemochromatosis: HAMP mutation and severe iron overload treated with phlebotomies and deferasirox. World Journal of Clinical Cases; 2017.
6. Ronald Lands & Emmanuel Isang. Secondary Hemochromatosis due to Chronic Oral Iron Supplementation. Case Reports in Hematology; 2017.
7. Michael Amatto & Hernish Acharya. Secondary hemochromatosis as a result of acute transfusion-induced iron overload in a burn patient. Burns & Trauma; 2016.
8. Norbert Gattermann, Prof. Dr. med. The Treatment of Secondary Hemochromatosis. Deutsches Arzteblatt International; 2009.
9. Gordon D McLaren, MD, Christine E McLaren, PhD, Paul C Adams, MD, James C Barton, MD, David M Reboussin, PhD, Victor R Gordeuk, MD, Ronald T Acton, PhD, Emily L Harris, PhD MPH, Mark R Speechley, PhD, Phyliss Sholinsky, MSPH, Fitzroy W Dawkins, MD, Beverly M Snively, PhD, Thomas M Vogt, MD, & John H Eckfeldt, MD PhD. Clinical manifestations of hemochromatosis in HFE C282Y homozygotes identified by screening. Canadian Journal of Gastroenterology; 2008.
10. M Bhavnani, D Lloyd, A Bhattacharyya, J Marples, P Elton, & M Worwood. Screening for genetic haemochromatosis in blood samples with raised alanine aminotransferase. Gut; 2000.
11. Cleveland Clinic medical professional. Hemochromatosis: Prevention. Cleveland Clinic; 2016.
12. Melanie D Beaton, MD & Paul C Adams, MD. The myths and realities of hemochromatosis. Canadian Journal of Gasteroenterology; 2007.