Pada tahun 2015-2016, lebih dari 12% orang dewasa dengan usia 20 tahun atau lebih, memiliki kadar kolesterol yang melebihi 240 mg/dl, dan lebih dari 18% memiliki kadar kolesterol HDL kurang dari 40 mg/dl[1].
Daftar isi
Kolesterol merupakan molekul lemak lilin yang dihasilkan oleh hati. Kolesterol berperan penting untuk kesehatan membran sel, fungsi otak, produksi hormon, dan penyimpanan vitamin[2].
Lemak, termasuk kolesterol, tidak larut dalam plasma darah sehingga diangkut dalam lipoprotein. Terdapat dua jenis lipoprotein, yang mengangkut kolesterol ke sel-sel tubuh, yaitu LDL (low-density lipoprotein) dan HDL (high-density lipoprotein)[2, 3]
Jenis apolipoprotein[3]:
Hiperlipidemia meliputi ketidakseimbangan kadar kolesterol, meliputi kolesterol LDL dan kolesterol HDL dalam darah[4].
Hiperlipidemia mengacu pada peningkatan kadar kolesterol, yang mana dapat berhubungan atau tidak berhubungan dengan peningkatan kadar trigliserida[3].
HDL dikenal sebagai ‘lemak baik’ karena berfungsi untuk mengangkut kolesterol yang berlebihan ke hati untuk diekskresikan. Sementara LDL dikenal sebagai ‘lemak jahat’ karena memungkinkan penumpukan kolesterol berlebih di dalam darah[2].
Trigliserida merupakan jenis lemak darah lain dan bukan kolesterol. Namun karena trigliserida memiliki hubungan kuat dengan penyakit jantung, dokter juga sering mengukur kadar trigliserida pada pasien hiperlipidemia[2].
Tabel berikut menunjukkan kadar kolesterol ideal[2]:
Total Kolesterol | < 200 mg/dl |
Kolesterol HDL | Pria: > 40 mg/dl Wanita: > 50 mg/dl |
Kolesterol LDL | Normal: < 100 mg/dl Penderita penyakit jantung, diabetes atau faktor risiko yang tidak terkontrol dengan baik: < 70 mg/dl |
Trigliserida | < 150 mg/dl |
Hiperlipidemia berdasarkan penyebabnya dibedakan menjadi dua yaitu:
Hiperlipidemia primer diturunkan dari orang tua. Suatu gen termutasi yang diturunkan oleh orang tua mengakibatkan malfungsi reseptor LDL.
Hal ini mengakibatkan tubuh tidak dapat membersihkan LDL dari aliran darah, sehingga dapat menyebabkan kadar LDL yang berbahaya bagi tubuh[2, 5].
Pada sebuah studi, sekitar 54% dari pasien dengan penyakit arteri koroner prematur memiliki suatu kelainan turunan. [5]
Pada kebanyakan kasus, hiperlipidemia memiliki pola penurunan poligenik dan munculnya gangguan sangat dipengaruhi oleh faktor sekunder seperti obesitas, konsumsi lemak jenuh, dan kandungan kolesterol dalam makanan[5].
Kolesterol merupakan zat lemak yang diedarkan, paling terlibat dalam proses aterogenik.
Kolesterol berasal dari dua sumber: [5]
Beberapa faktor risiko penyebab hiperlipidemia sekunder meliputi[2, 5]:
Biasanya hiperlipidemia tidak menimbulkan gejala. Dokter baru dapat mengetahui kondisi hiperlipidemia melalui tes darah[2, 5, 6].
Meski demikian, orang yang mengalami hiperlipidemia primer atau turunan, dapat mengembangkan tumpukan lemak kuning di sekitar mata atau sendi[2].
Terdapat beberapa jenis hiperlipidemia yang memiliki dampak berbeda pada tubuh. Hiperlipidemia dibedakan berdasarkan jenis lemak yang terlibat dan pengaruhnya pada tubuh[2].
Hiperlipidemia tipe I disebut juga sebagai hiperlipidemia familial defisiensi lipoprotein lipase. Jenis ini biasanya terjadi pada masa anak-anak dan berat.
Kondisi ini diturunkan dari orang tua, ditandai dengan terganggunya perombakan normal lemak dan dapat mengarah pada sakit abdominal, infeksi berulang pada pankreas, dan pembesaran hati dan limpa[2, 3].
Hiperlipidemia tipe IIa disebut juga hiperkolesterolemia familial, sementara tipe IIb disebut juga hiperlipidemia familial terkombinasi. Hiperlipidemia tipe IIa dan IIb menghasilkan kadar LDL tinggi.
Kedua tipe ini juga dapat mengarah pada penumpukan lemak di dalam kulit dan disekitar mata, serta dapat meningkatkan risiko masalah jantung[2, 3].
Hiperlipidemia tipe III atau disbetalipoproteinemia mempengaruhi lipoprotein. Kondisi ini terjadi ketika kadar LDL dalam darah terlalu rendah, tapi kadar HDL tetap normal.
Ciri khas dari tipe III ialah terjadinya xanthoma, atau plak-plak datar berwarna kuning abu-abu pada kelopak mata dan di sekitar mata[2, 3].
Tipe III meningkatkan risiko onset awal penyakit kardiovaskuler dan arteri perifer[2].
Tipe IV atau hipertrigliseridemia yaitu peningkatan kadar trigliserida di dalam darah, bukan kolesterol. Tipe ini juga dapat mengarah pada obesitas, gula darah tinggi dan kadar insulin tinggi[2].
Hiperlipidemia merupakan faktor risiko paling umum untuk berkembangnya aterosklerosis dan penyakit vaskuler yang diakibatkan[5].
Aterosklerosis yaitu terbentuknya plak pada dinding pembuluh darah yang disebabkan oleh akumulasi kolesterol dan deposit lainnya. Aterosklerosis sering kali tidak menimbulkan gejala hingga plak stenosis mencapai 70-80% dari diameter pembuluh darah[5, 6].
Plak dapat mengurangi aliran darah melalui arteri yang dapat menyebabkan timbulnya berbagai komplikasi, seperti[6]:
Jika arteri yang mensuplai darah ke jantung (arteri koroner) terdampak aterosklerosis, pasien dapat mengalami sakit dada (angina) dan beberapa gejala penyakit arteri koroner.
Jika plak sobek atau terlepas, suatu clot darah dapat terbentuk pada tempat terlepasnya. Hal tersebut dapat menghambat aliran darah atau membebaskan diri dan menyumbat suatu arteri pada aliran darah. Jika darah yang mengalir ke bagian jantung berhenti, pasien dapat mengalami serangan jantung.
Serupa dengan serangan jantung, stroke terjadi ketika clot darah menghambat darah mengalir ke bagian otak
Komplikasi dari hiperlipidemia yang tidak ditangani dengan baik meliputi berbagai penyakit vaskuler, seperti penyakit arteri koroner, penyakit arteri perifer, masalah cerebrovaskuler, aneurisme, diabetes tipe 2, tekanan darah tinggi, hingga kematian[5].
Pengobatan hiperlipidemia dengan statin dapat mengakibatkan komplikasi meliputi miopati, cedera ginjal, arthralgia, sakit pada ekstremitas, mual, myalgia, peningkatan enzim hati atau hepatotoksisitas, diare, dan rhabdomyolysis[5].
Pemeriksaan hyperlipidemia menggunakan tes darah profil lipid. Biasanya pasien diinstruksikan untuk puasa atau menahan diri dari makan dan minum selama 9-12 jam sebelum tes darah[2].
Pemeriksaan dapat dilakukan pada anak mulai usia 2 tahun jika memiliki riwayat keluarga dengan kolesterol darah tinggi atau penyakit jantung[2].
Pengobatan hiperlipidemia bergantung pada penentuan risiko kardiovaskuler secara menyeluruh.
Perawatan awal difokuskan pada modifikasi diet dan aktivitas fisik rutin serta pemberian obat penurun lipid jika diperlukan[2, 3].
Pasien dengan hiperlipidemia ringan dan risiko ASCVD (Atherosclerotic Cardiovascular Disease) rendah (risiko 10 tahun di bawah 7,5%) dianjurkan mengutamakan konsumsi rendah lemak, rendah karbohidrat, dan aktivitas fisik intensitas tinggi (disarankan 30 menit per hari, 5-6 hari per minggu)[3].
American Heart Association menyarankan membatasi konsumsi lemak jenuh sekitar 5-6% dari kalori harian dan membatasi kuantitas lemak jenuh trans sebisa mungkin[5, 7].
Mengurangi lemak berarti membatasi konsumsi daging merah dan produk olahan susu dengan susu murni. Selain itu juga mengurangi konsumsi makanan gorengan dan memilih masakan dengan minyak yang lebih sehat, seperti minyak sayur[7].
Makanan yang dianjurkan meliputi buah, sayuran, biji-bijian, unggas, ikan, kacang-kacangan, sambil membatasi konsumsi makanan dan minuman dengan kandungan gula tinggi.
Jenis makanan tersebut membantu meningkatkan konsumsi serat, yang mana dapat membantu menurunkan kadar kolesterol sebanyak 10%[7].
Gaya hidup sedentary menurunkan kadar kolesterol HDL yang dibutuhkan untuk membersihkan kolesterol LDL dari pembuluh arteri. Aktivitas fisik dapat membantu, dengan latihan aerobik intensitas sedang selama 150 menit per minggu cukup untuk menurunkan kadar kolesterol dan tekanan darah tinggi[7].
Merokok menurunkan kadar kolesterol HDL. Ketika seorang dengan kadar kolesterol tidak sehat merokok, risikonya untuk terkena penyakit jantung koroner meningkat. Merokok juga meningkatkan risiko tekanan darah tinggi dan diabetes[7].
Berat badan berlebih atau obesitas cenderung meningkatkan kolesterol LDL dan menurunkan kolesterol HDL. Penurunan berat badan meski hanya 10% dapat membantu memperbaiki kadar kolesterol yang lebih sehat[7].
Biasanya dokter meresepkan obat statin untuk menurunkan kolesterol, seperti pravastatin (40 mg) simvastatin (40 mg), lovastatin (40 mg), atorvastatin (10-20 mg), dan rosuvastatin (5-10 mg)[2, 5].
Statin dapat menimbulkan efek samping seperti sakit otot. Biasanya sakit otot tidak fatal, tapi pada kasus langka statin dapat mengakibatkan kerusakan otot[2].
Jika pasien mengalami alergi atau tidak toleran terhadap obat statin, dianjurkan untuk pengurangan dosis atau penggantian obat penurun lemak lain. Obat inhibitor PCSK9 seperti evolocumab dapat digunakan sebagai ganti statin[2, 5].
Beberapa obat non-statin lain untuk mengatasi hiperlipidemia meliputi BAS (bile acid sequestrants), asam fibrat, niacin, inhibitor absorpsi dan sintesis kolesterol (seperti inhibitor PCSK9)[3].
Upaya pencegahan hiperlipidemia berupa penerapan gaya hidup sehat yang dapat menurunkan kolesterol sehingga mencegah terjadinya kadar kolesterol berlebih[6].
Berikut beberapa cara mencegah kolesterol tinggi[6]:
1. Anonim. High Cholesterol Facts Center for Disease Control and Prevention; 2020.
2. Kathleen Davis, FNP, reviewed by Dr. Payal Kohli, MD., FACC. What to Know about Hyperlipidemia. Medical News Today; 2019.
3. Robert H. Nelson, MD. Hyperlipidemia as a Risk Factor for Cardiovascular Disease. Prim Care: 2013.
4. Samantha Karr, PharmD, FCCP, BCPS, BCACP, BC-ADM. Epidemiology and Management of Hyperlipidemia. AJMC; 2017.
5. Hill MF, Bordoni B. Hyperlipidemia. [Updated 2020 Sep 13]. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2020.
6. Anonim. High Cholesterol. Mayo Clinic; 2020.
7. Anonim. Prevention and Treatment of High Cholesterol (Hyperlipidemia). American Heart Association; 2017.