Daftar isi
Apa itu Rabdomiolisis?
Rabdomiolisis merupakan suatu kondisi medis kompleks yang meliputi terputusnya otot rangka yang mengalami kerusakan atau cedera[3].
Rabdomiolisis merupakan sindrom serius akibat cedera otot secara langsung atau tidak langsung. Kerusakan otot berbahaya ini dapat disebabkan oleh pekerjaan yang terlalu keras, trauma, substansi beracun, atau penyakit[4, 5].
Kerusakan otot dapat mengarah pada kematian serabut otot dan pelepasan myoglobin (protein yang tersimpan di dalam otot) ke aliran darah. Ginjal yang bertanggungjawab untuk mengeluarkan myoglobin dari darah dapat mengalami kerusakan jika kondisi berlangsung dalam waktu lama[1, 5].
Rabdomiolisis dapat merupakan kondisi asimptomatik (tanpa gejala) dengan peningkatan kadar kreatin kinase hingga kondisi fatal atau mengancam nyawa, yang berhubungan dengan peningkatan ekstrim kadar kreatin kinase, ketidakseimbangan elektrolit, gagal ginjal akut, dan koagulasi intravaskuler tersebar luas[3].
Penyebab Rabdomiolisis
Rabdomiolisis dipicu oleh cedera otot. Cedera ini dapat disebabkan faktor fisik, kimiawi, atau genetik[1].
Berikut beberapa faktor penyebab rabdomiolisis[1, 5]:
- Cedera fisik
Cedera fisik seperti benturan keras, kecelakaan, atau luka bakar tingkat tiga, mengakibatkan kerusakan otot yang dapat memicu terjadinya rabdomiolisis.
- Berolahraga dengan intensitas tinggi
Olahraga intensitas tinggi juga dapat mengarah pada rabdomiolisis karena otot tidak memiliki waktu untuk memulihkan diri setelah olahraga intens.
- Dehidrasi berat dan suhu terlalu tinggi
Panas atau suhu tinggi menyebabkan kerusakan otot lebih cepat terjadi. Dehidrasi menyebabkan ginjal tidak dapat mengekskresikan semua sisa metabolisme dari dalam tubuh.
- Gangguan metabolik dan faktor genetik
Beberapa kasus rabdomiolisis terjadi akibat kondisi genetik, seperti masalah pada metabolisme lemak, karbohidrat, atau purin.
Hipotiroidisme (kadar hormon tiroid rendah), diabetik ketoasidosis (penumpukan keton dalam tubuh), dan ketidakseimbangan elektrolit juga dapat mengarah pada rabdomiolisis.
Rabdomiolisis bukan penyakit yang menurun atau diwariskan, namun beberapa kelainan genetik dapat meningkatkan risiko mengembangkan kondisi ini.
Kelainan genetik yang dapat mengarah pada rabdomiolisis meliputi defisiensi carnitine, penyakit McArdle, defisiensi laktat dehidrogenase, dan distropi otot Duchenne.
- Infeksi dan inflamasi
Beberapa jenis infeksi dan inflamasi dapat menyebabkan rabdomiolisis, seperti infeksi virus, infeksi bakteri, polimyositis, dermatomyositis, dan gigitan ular.
- Penggunaan obat
Beberapa obat dapat menyebabkan kerusakan otot, seperti obat antipsikosis, antidepresan, dan antivirus. Obat statin juga dapat mengarah pada rabdomiolisis, terutama pada pasien dengan diabetes atau penyakit hati. Obat jenis statin meliputi atorvastatin, rosuvastatin, dan pravastatin.
- Penggunaan obat berbahaya dan alkohol
Konsumsi alkohol dan obat-obatan seperti heroin, LSD, dan kokain, dapat menyebabkan kerusakan otot.
- Inaktivitas dalam jangka lama
Pasien yang jatuh, hilang kesadaran, dan tidak dapat bangun untuk waktu yang lama dapat mengalami rabdomiolisis.
Gejala Rabdomiolisis
Tanda dan gejala dari rabdomiolisis dapat sulit untuk dipastikan. Hal ini dikarenakan gejala dapat tidak bersifat spesifik dan menyerupai kondisi lain.
Gejala dapat bervariasi, mulai dari ringan hingga berat, dan dapat terjadi pada satu bagian tubuh saja atau mempengaruhi sekujur tubuh. Gejala biasanya berkembang satu hingga tiga hari setelah cedera otot[4, 5].
Berikut beberapa gejala umum rabdomiolisis[1, 5]:
- Pembengkakan otot
- Otot lemah
- Produksi urin rendah
- Urine berwarna gelap
- Keletihan
- Nyeri
- Memar
- Demam
- Sensasi malaise atau merasa sakit
- Mual
- Muntah
- Kebingungan
- Agitasi
Secara klinis, rabdomiolisis ditunjukkan oleh tiga gejala utama, yaitu myalgia, kelemahan, dan myoglobinuria, yang ditandai dengan urin berwarna gelap menyerupai teh. [3]
Meski demikian, penggambaran yang kaku dari gejala ini dapat menyesatkan karena tiga gejala utama hanya teramati pada <10% pasien, dan >50% pasien tidak memiliki keluhan kelemahan atau sakit otot, dengan gejala inisial berupa perubahan warna urin[3].
Komplikasi Rabdomiolisis
Komplikasi rabdomiolisis dapat dibedakan menjadi komplikasi awal dan komplikasi lanjutan[2].
- Komplikasi awal rabdomiolisis meliputi:
- Hiperkalemia
- Hipokalsemia
- Radang hati
- Aritmia kardiak
- Komplikasi lanjutan rabdomiolisis meliputi:
- Gagal ginjal akut: terjadi pada sekitar 15% pasien dan berhubungan dengan morbiditas dan mortalitas tinggi.
- Koagulasi intravaskuler tersebar luas: biasanya bertambah buruk pada hari ketiga hingga kelima.
Sindrom kompartemen dapat menjadi komplikasi awal atau lanjutan dari rabdomiolisis, disebabkan terutama oleh cedera otot langsung atau aktivitas otot berlebihan. [2]
Komplikasi ini terutama terjadi pada otot yang ekspansinya dibatasi oleh fascia rapat, seperti otot tibialis anterior[2].
Diagnosis Rabdomiolisis
Untuk mendiagnosis dokter perlu melakukan pemeriksaan fisik dan menanyakan mengenai aktivitas fisik yang dilakukan pasien, obat yang digunakan, dan konsumsi alkohol atau obat psikotropik. [5]
Dokter dapat menginstruksikan untuk melakukan tes urin untuk mengecek kadar myoglobin dalam urin pasien. Selanjutnya dilakukan pengukuran kreatinin kinase dengan pengambilan sampel darah pasien[5].
Setelah diagnosis, dokter dapat menginstruksikan dilakukan biopsi untuk mengidentifikasi penyebab kondisi. Biopsi memerlukan pengambilan sampel jaringan otot pasien, biasanya dilakukan dengan bantuan anestesi[5].
Tes darah dapat dilakukan untuk memeriksa ada tidaknya kondisi genetik yang meningkatkan risiko pasien mengalami rabdomiolisis[5].
Pengobatan Rabdomiolisis
Penanganan rabdomiolisis paling utama diarahkan untuk menjaga fungsi ginjal. Pasien akan diberikan cairan dan elektrolit melalui infus intravena (IV). Cairan IV berfungsi untuk mengeluarkan myoglobin dari ginjal[1, 2].
Hidrasi IV harus dimulai secepat mungkin untuk menghindari risiko gagal ginjal. [2]
- Mula-mula, larutan saline normal diberikan pada kecepatan 1,5 liter per jam.
- Output urin sebaiknya dijaga pada 300 ml per jam sampai myoglobinuria berakhir.
- Pemberian larutan IV dengan kecepatan tinggi sebaiknya digunakan hingga kadar CK menurun atau kurang dari 1.000 unit per liter [2].
Dokter dapat meresepkan obat seperti bikarbonat dan jenis diuretik tertentu untuk membantu ginjal tetap berfungsi normal. Selain itu dokter juga dapat meresepkan obat untuk mengatasi kadar kalium tinggi dalam darah dan kadar kalsium tinggi[1].
Jika rabdomiolisis cukup berat hingga menyebabkan kerusakan ginjal, pasien dapat memerlukan dialisis. Dialisis berfungsi untuk menghilangkan racun dan kotoran dari dalam darah[1, 5].
Selama dialisis, pasien dapat mengalami beberapa efek samping seperti penurunan tekanan darah yang kemudian dapat menyebabkan mual, muntah, dan sakit kepala.[5]
Pasien juga dapat merasa lelah dan lemah selama beberapa jam setelah perawatan dialisis. Efek samping ini biasanya dapat menghilang dengan sendirinya[5].
Pengobatan dilakukan oleh tenaga medis atas petunjuk dokter.
Pencegahan Rabdomiolisis
Rabdomiolisis yang terjadi akibat kecelakaan dan faktor genetik termasuk kondisi yang tidak dapat dicegah. Akan tetapi kita dapat menurunkan risiko terkena rabdomiolisis akibat olahraga berlebihan[5].
Berikut beberapa cara pencegahan rabdomiolisis[5]:
- Memulai olahraga rutin perlahan dan beristirahat yang cukup, hindari memaksakan tubuh jika sudah lelah
- Menjaga konsumsi air minum dan menghindari peningkatan suhu tubuh berlebih
- Menghindari penggunaan atau konsumsi alkohol dan obat-obatan terlaran (psikotropika dan sebagainya)
- Mengkonsultasikan dengan dokter mengenai obat yang digunakan, terutama obat yang dapat meningkatkan risiko mengalami rabdomiolisis. Pasien dengan diabetes dan penyakit hati perlu lebih mewaspadai risikonya.