Daftar isi
Miastenia gravis merupakan sebuah kondisi otot tubuh yang lemah karena saraf dan otot mengalami gangguan.
Miastenia gravis ditandai dengan tubuh yang lebih cepat lelah terutama usai melakukan aktivitas fisik, namun ketika sudah istirahat maka tubuh akan membaik.
Kondisi ini berhubungan dengan gangguan autoimun di mana antibodi atau sistem daya tahan tubuh justru keliru menyerang tubuh sendiri walau sel dan jaringan dalam kondisi sehat.
Tinjauan Miastenia gravis merupakan keadaan otot tubuh yang mengalami kelemahan ditandai dengan tubuh yang cepat lelah setiap usai melakukan aktivitas fisik karena saraf dan otot terganggu.
Penyebab miastenia gravis yang utama adalah gangguan pada antibodi di mana jaringan sehat tubuh justru diserang oleh sistem kekebalan tubuh [1,2,3,4,7].
Pada kondisi ini, antibodi menyerang jaringan penghubung otot dan sel saraf yang pada akhirnya berdampak pada lemahnya otot.
Karena otot mengalami kelemahan, penderita akhirnya lebih cepat merasa lelah ketika beraktivitas fisik.
Hanya saja, penyebab gangguan autoimun itu sendiri belum diketahui jelas hingga kini.
Meski demikian, terdapat dugaan kuat bahwa penyakit autoimun ini dapat terjadi karena kelenjar timus yang mengalami kelainan.
Kelenjar timus merupakan kelenjar penghasil antibodi dan terletak di bagian dada [1,2,3,4].
Penderita miastenia gravis umumnya akan mengalami pembengkakan kelenjar timus atau tumor sehingga bagian dada membesar.
Tinjauan Penyebab pasti miastenia gravis belum diketahui jelas, namun gangguan antibodi diduga kuat menjadi alasan utama terjadinya penyakit langka ini.
Ketika otot yang melemah karena miastenia gravis digunakan untuk beraktivitas, maka bagian tubuh itulah yang paling cepat merasakan efek buruknya.
Gejala kelemahan otot dapat lebih parah ketika bagian otot dan saraf digunakan beraktivitas lebih sering.
Walau dapat terjadi pada bagian tubuh manapun, beberapa bagian tubuh berikut adalah yang paling umum mengalami kelemahan otot.
Pada bagian leher, tungkai dan lengan dapat mengalami kelemahan otot [1,2,3,7].
Hal ini kemudian berpengaruh dari bagaimana pergerakan kaki dan tangan ketika digunakan beraktivitas.
Sedangkan kelemahan pada leher akan membuatnya sulit untuk menyangga kepala.
Miastenia gravis umumnya dialami juga di bagian otot wajah dan tenggorokan sehingga beberapa tanda berikut timbul pada penderita [1,3,6,7] :
Otot mata juga merupakan bagian tubuh yang paling kerap mengalami gejala pada kasus miastenia gravis [1,2,3,6,7].
Beberapa penderita mengalami ptosis atau melorotnya salah satu atau kedua kelopak mata.
Selain ptosis, ada pula yang mengalami diplopia atau penglihatan ganda entah itu vertikal atau horisontal.
Kapan sebaiknya memeriksakan diri ke dokter?
Ketika mengalami kesulitan berjalan, mengunyah, menelan, melihat dan bernafas, segera periksakan diri ke dokter.
Bahkan saat merasakan kelemahan otot tangan, lengan, hingga leher (sehingga sulit menegakkan kepala), ada baiknya untuk secepatnya menemui dokter.
Tinjauan Gejala miastenia gravis yang paling utama adalah melemahnya otot pada bagian tubuh yang terpengaruh. Umumnya, bagian lengan, kaki, leher, mata, wajah dan tenggorokan adalah yang berpotensi besar mengalami kelemahan otot.
Ketika memeriksakan diri ke dokter, beberapa metode pemeriksaan yang perlu ditempuh pasien dengan gejala miastenia gravis antara lain adalah :
Dokter perlu lebih dulu memeriksa fisik pasien untuk mengecek gejala apa saja yang terjadi, termasuk pembesaran di bagian dada (kelenjar timus) [1,2,3,6,7].
Selain itu, dokter akan mengajukan sejumlah pertanyaan untuk mengetahui riwayat gejala yang dialami, riwayat medis pasien, dan riwayat medis keluarga pasien bila perlu.
Sebagai tes penunjang, dokter akan meminta pasien menempuh pemeriksaan darah [1].
Tes ini diperlukan agar dokter dapat mengetahui apakah antibodi dalam darah merupakan penyebab utama kelemahan otot pasien.
Dokter biasanya juga meminta pasien untuk menempuh pemeriksaan saraf dengan tujuan mengecek massa dan kekuatan otot [1,6,7].
Tidak hanya itu, pemeriksaan saraf berguna untuk mengetahui fungsi refleks tubuh, keseimbangan serta koordinasi tubuh, dan reaksi tubuh pada sentuhan.
Tindakan pemeriksaan ini bertujuan mengetahui ukuran aktivitas aliran listrik dari saraf menuju otot [1,2,3,6].
Tes pemindaian di sini meliputi CT dan MRI scan yang sangat penting bagi dokter agar mengetahui ada tidaknya keberadaan tumor pada kelenjar timus [1,6].
Misalpun tidak terdapat tumor, adanya kelainan pada kelenjar timus dapat diketahui melalui kedua tes pemindaian ini.
Metode pemeriksaan ini diperlukan oleh dokter untuk mengetahui seberapa baik saraf mampu mengirimkan sinyal pada otot [1,2,3,6].
Dokter juga kemungkinan akan meminta pasien menempuh tes fungsi paru untuk mengetahui kondisi paru [6].
Gangguan pernapasan yang disebabkan kelemahan otot dapat terdeteksi melalui tes fungsi paru.
Tes ini dapat diterapkan dengan cara menyiapkan sebuah kantong yang telah berisi es batu [1].
Setelah itu, kantong berisikan es ini diletakkan tepat di kelopak mata untuk mengecek adanya kondisi ptosis.
Kantong akan diangkat usai 2 menit berlalu untuk kemudian mengamati bagian kelopak mata yang mengalami penurunan.
Miastenia gravis umumnya dapat pula terdeteksi dengan metode pemeriksaan edrophonium [1,6].
Senyawa endrophonium klorida akan disuntikkan ke dalam tubuh pasien dapat meningkatkan kekuatan otot secara tiba-tiba namun bersifat sementara.
Dari sinilah terindikasi bahwa pasien mengalami miastenia gravis.
Tinjauan Metode diagnosa untuk memastikan miastenia gravis sekaligus menentukan pengobatan terbaik antara lain adalah dengan pemeriksaan fisik, pemeriksaan riwayat medis, pemeriksaan riwayat gejala, tes darah, pemeriksaan saraf, tes edrophonium, elektromiogram, tes ice pack, tes pemindaian (MRI dan CT scan) tes stimulasi saraf repetitif, dan tes fungsi paru.
Untuk mengobati miastenia gravis, terdapat sejumlah metode yang umumnya diberikan atau diterapkan kepada pasien.
Mulai dari pemberian obat, terapi, hingga prosedur operasi dapat menjadi opsi bagi pasien miastenia gravis.
Beberapa jenis obat untuk meredakan gejala dapat diresepkan oleh dokter. Beberapa diantaranya antara lain :
Golongan obat kortikosteroid dapat membantu agar produksi antibodi di dalam tubuh pasien menjadi lebih terbatas [1,3,6,7].
Prednisone adalah jenis obat kortikosteroid yang dapat digunakan pasien namun tidak untuk jangka panjang.
Efek penggunaan jangka panjang dapat menimbulkan kenaikan berat badan, penipisan tulang, peningkatan risiko terkena infeksi, dan juga risiko penyakit diabetes.
Obat yang diresepkan oleh dokter antara lain adalah neostigmine dan pyridostigmine yang lebih bermanfaat bagi pasien dengan kondisi awal miastenia gravis [1,6,7].
Menggunakan obat ini dapat membantu supaya kekuatan dan pergerakan otot pasien mengalami kemajuan dan peningkatan.
Resep obat lainnya yang kemungkinan besar dokter berikan adalah tacrolimus, methotrexate, cyclosporine, mycophenolate mofetil, dan azathioprine [1,2,3,6,7].
Terkadang salah satu atau lebih dari jenis obat ini akan dikombinasi dengan kortikosteroid.
Namun, pasien perlu mewaspadai efek samping penggunaan obat ini, seperti risiko kerusakan ginjal, kerusakan hati, maupun risiko infeksi.
Terapi ini merupakan pemberian obat intravena berupa eculizumab dan rituximab [1,7].
Jika perawatan lainnya tidak menunjukkan efektivitas, maka terapi ini akan direkomendasikan oleh dokter kepada pasien.
Pemberian obat ini pun juga secara intravena yang akan menyediakan antibodi normal bagi tubuh pasien [1,6,7].
Walau manfaat obat baru akan dirasakan selama kurang lebih 3-6 minggu, terapi ini cukup berhasil mengendalikan kondisi gejala pasien.
Efek samping yang wajib diketahui adalah pusing, retensi cairan, dan menggigil.
Prosedur terapi ini bertujuan untuk membuang antibodi yang menyebabkan terjadinya miastenia gravis [1,6,7].
Dokter akan menggunakan mesin khusus untuk membuang antibodi (yang berada di dalam plasma darah) penyebab miastenia gravis.
Lalu, cairan khusus akan diberikan sebagai gantinya.
Prosedur operasi hanya dokter anjurkan ketika pasien mengalami pembesaran kelenjar timus.
Operasi timektomi adalah yang diperlukan oleh pasien di mana tindakan ini bertujuan utama mengangkat kelenjar tersebut [1,2,3,6,7].
Prosedur bedah ini biasanya dokter rekomendasikan pada pasien yang khususnya berusia 60 tahun ke atas.
Tinjauan Penanganan miastenia gravis umumnya melalui pemberian obat-obatan, terapi intravena hingga prosedur operasi (jika kelenjar timus mengalami pembesaran).
Ketika miastenia gravis tidak ditangani dengan benar, beberapa risiko komplikasi dapat terjadi seperti di bawah ini :
Saat otot tenggorokan dan diafragma mengalami kelemahan yang semakin parah, proses pernafasan tak lagi dapat terdukung oleh kedua otot ini [1,6,7].
Sebagai akibatnya, sesak nafas akan dialami oleh penderita.
Bila semakin parah, henti nafas dapat terjadi pada penderita sehingga sebagai solusinya, penderita bisa mendapatkan penanganan berupa ventilator atau alat bantu nafas sampai otot pernafasan membaik.
Namun sebenarnya, komplikasi prosedur operasi tertentu, stres, atau infeksi saluran pernafasan dapat menyebabkan kondisi myasthenic crisis ini.
Pada beberapa kasus, penderita miastenia gravis memiliki tumor di bagian kelenjar timus mereka [6].
Walau bersifat non-kanker dan cenderung tidak berbahaya, tumor ini tergolong sebagai risiko komplikasi yang perlu diwaspadai oleh penderita.
Penyakit Lupus atau rheumatoid arthritis adalah jenis kondisi autoimun yang juga termasuk risiko komplikasi yang cukup umum dialami oleh penderita miastenia gravis [8,9].
Baik itu kelenjar tiroid yang tidak aktif atau justru aktif secara berlebihan dapat terjadi pada penderita miastenia gravis sebagai kondisi komplikasi [1,6].
Ketika tiroid aktif secara berlebihan, hal ini akan ditandai dengan berat badan turun dan tubuh yang lebih sensitif terhadap panas.
Sementara ketika tiroid tidak terlalu aktif, hal ini ditandai dengan kenaikan berat badan dan tubuh yang lebih sensitif terhadap dingin.
Tinjauan Myasthenic crisis, gangguan kelenjar tiroid, kondisi autoimun, dan tumor kelenjar timus merupakan bentuk komplikasi yang perlu diwaspadai.
Langkah pencegahan miastenia gravis secara pasti belum diketahui bagaimana caranya.
Namun, beberapa hal di bawah ini setidaknya dapat diupayakan agar gejala miastenia gravis tidak berlanjut menjadi komplikasi [10].
Tinjauan Pencegahan agar miastenia gravis tidak terjadi sama sekali belum ditemukan caranya. Namun untuk mencegah terjadinya komplikasi pada penderita, menghindari aktivitas berat, menjaga suhu tubuh tetap normal, mencuci tangan untuk mencegah infeksi, serta mengelola stres dengan benar dapat dilakukan.
1. Annapurni Jayam Trouth, Alok Dabi, Noha Solieman, Mohankumar Kurukumbi, & Janaki Kalyanam. Myasthenia Gravis: A Review. Autoimmune Diseases; 2012.
2. Chris Turner. A review of myasthenia gravis: Pathogenesis, clinical features and treatment. Research Gate; 2007.
3. Jun Guo, Dan Dang, Hong-Zeng Li, & Zhu-Yi Li. Current overview of myasthenia gravis and
experience in China. Neuroimmunol Neuroinflammation; 2014.
4. Tania Jannah, S.Ked & dr. H. AmongWibowo, M.KesSp. S. Myestenia Gravis. Scribd; 2018.
5. David Grob, Norman Brunner, Tatsuji Namba, & Murali Pagala. Lifetime course of myasthenia gravis. Muscle and Nerve; 2008.
6. Daniel Agustin Godoy, Leonardo Jardim Vaz de Mello, Luca Masotti, & Mario Di Napoli. The myasthenic patient in crisis: an update of the management in Neurointensive Care Unit. SciELO; 2013.
7. Jeffrey M. Statland, MD & Emma Ciafaloni, MD. Myasthenia gravis. Neurology Clinical Practice; 2013.
8. M. Nagarajan, A. T. Maasila, J. Dhanapriya, T. Dineshkumar, R. Sakthirajan, D. Rajasekar, T. Balasubramaniyan, & N. Gopalakrishnan. Systemic Lupus Erythematosus and Myasthenia Gravis: A Rare Association. Indian Journal of Nephrology; 2019.
9. Aliona Nacu, Jintana Bunpan Andersen, Vitalie Lisnic, Jone Furlund Owe, & Nils Erik Gilhus. Complicating autoimmune diseases in myasthenia gravis: a review. Autoimmunity; 2015.
10. Anonim. Myasthenia Gravis. Harvard Health Publishing - Harvard Medical School; 2018.