Ptosis ialah kondisi ketika kelopak mata bagian atas mengalami penurunan. Kondisi ini dapat terjadi pada anak-anak atau pun orang dewasa[1].
Daftar isi
Apa itu Ptosis?
Ptosis disebut juga blopharoptosis, atau dikenal sebagai penurunan kelopak mata. Ptosis ditandai dengan tepi kelopak mata bagian atas jatuh ke posisi yang lebih rendah daripada posisi normal[2].
Ptosis terjadi ketika otot yang mengangkat kelopak mata (otot levator alpebrae superioris) melemah akibat berbagai alasan[3]. Ptosis dapat terjadi akibat trauma, usia, atau berbagai kelainan medis[4].
Pada kasus berat, penurunan kelopak mata dapat menutupi sebagian atau seluruh pupil dan mengganggu penglihatan[2].
Ptosis kongenital merupakan jenis yang paling umum dan terjadi lebih lazim pada pria[5].
Di antara kasus ptosis acquired, ptosis aponeurotik merupakan jenis yang paling umum yang mana biasanya terjadi pada usia dewasa-dewasa akhir [5].
Ptosis dapat terjadi pada siapa saja, tidak terdapat perbedaan prevalensi antara pria dan wanita atau etnis tertentu. Meski demikian, ptosis lebih umum pada orang tua karena faktor akibat proses penuaan[4].
Penyebab Ptosis
Terdapat beberapa penyebab terjadinya ptosis, mulai dari penyebab alami hingga kondisi medis lain yang lebih serius[4, 6].
Berikut beberapa penyebab ptosis[2]:
- Kongenital
Beberapa kasus ptosis merupakan bawaan saat bayi lahir. Kondisi ini disebabkan oleh adanya suatu masalah perkembangan melibatkan otot-otot yang menaikkan kelopak mata bagian atas (otot levator). Pada sekitar 70% kasus, kondisi ini hanya mempengaruhi satu mata[2].
Jika turunnya kelopak mata menutupi bagian penglihatan bayi, prosedur operasi dapat dilakukan untuk memperbaiki kondisi sedini mungkin untuk mencegah kehilangan penglihatan sepenuhnya[2].
- Penuaan
Proses penuaan merupakan penyebab ptosis yang paling umum. Penuaan mengakibatkan peregangan otot dan jaringan seperti tendon yang membantu otot levator untuk menaikkan kelopak mata lebih lebar[2].
Proses penuaan menyebabkan otot yang berperan dalam menaikkan kelopak mata (otot levator) menjadi merenggang, sehingga kelopak mata turun[4].
Ptosis dapat menjadi salah satu gejala pertama dari myasthenia gravis, suatu kelainan langka yang mempengaruhi mekanisme respon otot terhadap impuls saraf.
Myasthenia gravis dapat menyebabkan kelemahan otot progresif, tidak hanya pada kelopak mata tapi juga pada otot-otot wajah, tangan, kaki, dan bagian lain tubuh[2].
- Penyakit otot
Ptosis dapat merupakan gejala dari penyakit otot menurun yang disebut distropi otot okulofaringeal yang mempengaruhi gerakan mata dan dapat menyebabkan kesulitan menelan.
Pada orang muda, ptosis dapat disebabkan oleh beberapa penyakit otot yang disebut opthalmoplegia eksternal progresif.
Penyakit ini mengakibatkan ptosis pada kedua mata, gangguan pada gerakan mata, dan terkadang gejala otot lainnya yang melibatkan otot tenggorokan dan jantung[2].
- Gangguan saraf
Ptosis dapat terjadi karena kerusakan pada saraf yang mengendalikan otot kelopak mata. Kerusakan saraf dapat diakibatkan oleh suatu cedera atau penyakit yang melemahkan otot dan ligamen yang menaikkan kelopak mata[6].
Kondisi yang mengakibatkan kerusakan pada otak dan saraf-saraf kranial terkadang dapat menyebabkan ptosis. Kondisi ini meliputi stroke, tumor otak, aneurisma otak dan kerusakan saraf berkaitan dengan diabetes jangka panjang[2]
- Gangguan mata lokal
Pada beberapa kasus, penurunan kelopak mata disebabkan oleh terjadinya infeksi atau tumor pada kelopak mata, tumor pada rongga mata, atau pukulan pada mata[2].
Gejala Ptosis
Gejala utama ptosis yaitu turunnya kelopak mata. Kondisi ini tidak menimbulkan rasa sakit, tapi dapat mengganggu penglihatan[6].
Pada pasien ptosis, kelopak mata turun dan membuat bagian yang terbuka pada mata mengecil, yang dapat mengakibatkan mata yang terdampak terlihat lebih kecil dari mata normal.
Mata ptosis juga dapat kehilangan crease (lipatan kulit) yang normalnya terdapat di antara bagian atas kelopak mata dan alis[2].
Turunnya kelopak mata dapat menutupi pupil dan membatasi penglihatan, sehingga pasien secara tidak sadar sering menaikkan alis mata atau mengangkat dagu untuk dapat melihat dengan lebih baik[2].
Ptosis dapat disertai oleh mata kering atau mata berair. Selain itu wajah pasien dapat terlihat letih atau lelah[4].
Pada ptosis ringan, pasien tidak mengalami gejala lain. Jika ptosis disertai gejala tambahan, maka dapat mengindikasikan adanya kondisi medis lain yang lebih serius[2].
Faktor Risiko Ptosis
Beberapa kondisi medis dapat meningkatkan risiko terjadinya ptosis, meliputi[4]:
- Cedera saraf atau bintit sementara
- Stroke
- Tumor otak
- Kanker pada saraf atau otot
- Kelainan neurologis (seperti myasthenia gravis)
Jenis Ptosis
Ptosis dapat mempengaruhi satu mata saja (ptosis unilateral) atau kedua mata (ptosis bilateral). Dapat berupa kondisi sementara atau permanen[4].
Ptosis yang merupakan bawaan sejak lahir disebut sebagai ptosis kongenital, sedangkan ptosis yang berkembang kemudian disebut ptosis acquired[4].
Berdasarkan penyebabnya ptosis dibedakan menjadi lima, yaitu[5]:
- Ptosis Neurogenik
Ptosis neurogenik disebabkan oleh persarafan yang rusak dari otot levator pada kelopak mata bagian atas. Sebagai contoh palsy saraf ketiga, sindrom Horner, sindrom Marcus Gunn jaw-winking, multiple sclerosis.
- Ptosis Myogenik
Ptosis myogenik disebabkan oleh myopati otot levator atau penurunan junction neuromuskuler. Beberapa kondisi penyebabnya meliputi myasthenia gravis, myopati okuler, kongenital, sindrom blepharophimosis.
- Ptosis Mekanikal
Fungsi otot levator mengalami bis impaired karena efek massa dari beberapa struktur abnormal seperti neoplasma, chalazion, kontak lens pada fornix atas dan jaringan parut.
- Ptosis Aponeurotik
Dikenal juga sebagai ptosis involutional, disebabkan oleh rusaknya levator aponeurosis akibat penuaan, trauma, atau komplikasi paska operasi.
- Ptosis Traumatik
Penyebab berupa trauma langsung atau tidak langsung pada kelopak mata yang mengarah pada transeksi levator, cicatrization, laserasi kelopak mata atau fraktur atap orbital dengan iskemik.
Diagnosis Ptosis
Dokter mendiagnosis ptosis dengan melakukan pemeriksaan fisik dan mengecek catatan kesehatan pasien.
Dokter juga dapat mengajukan beberapa pertanyaan berkaitan dengan gejala ptosis, seperti waktu munculnya gejala ptosis dan gangguan penglihatan yang dialami[2, 4].
Beberapa gejala lainnya yang ditanyakan dokter antara lain gejala penglihatan ganda, kelesuan atau kelemahan otot, kesulitan bicara atau menelan, sakit kepala, sensasi menyengat atau mati rasa pada bagian tubuh[2].
Berikut beberapa tanda klinis yang perlu diamati saat pemeriksaan dilakukan[5]:
- Tidak adanya lipatan kulit pada kelopak mata bagian atas menandakan ptosis kongenital
- Fungsi puil, i.e. anisocoria pada sindrom Horner (miosis) dan CN III palsy (midriasis)
- Motilitas okuler untuk menaksir CN III paresis
- Tanda mengedipkan mata untuk mengesampingkan sindrom Marcus Gunn jaw-winking
- Fenomena genta dan kelenjar air mata dicek sebelum operasi untuk menilai kebugaran untuk operasi ptosis
- Tes phenylephrine digunakan unutk menilai otot Muller sebelum reseksi konjungtival.
Jika dokter menemukan hal yang tidak wajar, pasien dapat diminta untuk melakukan tes lainnya seperti CT (computed tomography) scan atau MRI (magnetic resonance imaging). [2]
Kedua tes tersebut biasanya dilakukan jika terdapat tanda-tanda gangguan neurologis atau jika pemeriksaan mata menunjukkan adanya massa atau pembengkakan di dalam rongga mata[2].
Pengobatan Ptosis
Pengobatan ptosis bergantung pada penyebab yang mendasari, tingkat ptosis, dan fungsi otot levator. Pengobatan untuk ptosis dibedakan menjadi pengobatan non-operasi dan melalui operasi[5].
Ptosis yang diakibatkan oleh penuaan atau bawaan lahir biasanya tidak menimbulkan rasa sakit atau pun gangguan kesehatan sehingga tidak memerlukan penanganan. Akan tetapi, jika ptosis menghalangi penglihatan atau mempengaruhi penampilan, dapat ditangani dengan operasi plastik [2, 4].
Jika bayi terlahir dengan ptosis kongenital berat, dokter dapat menganjukan operasi korektif karena penanganan dini dapat menurunkan risiko terjadinya gangguan penglihatan permanen. [2]
Jika anak mengalami ptosis yang lebih ringan tanpa gangguan penglihatan, dokter dapat menyarankan untuk menunggu hingga anak berusia 3-5 tahun untuk memperbaiki penurunan kelopak mata[2].
Pengobatan ptosis pada anak-anak dilakukan dengan mempertimbangkan beberapa hal berikut[1]:
- Umur pasien
- Ptosis unilateral atau bilateral
- Tinggi kelopak mata
- Kekuatan otot kelopak mata
- Gerakan mata
Jika ptosis disebabkan oleh penyakit otot, masalah neurologis atau masalah mata lokal, dokter dapat memberi pengobatan untuk menangani penyakit yang berkaitan. Penanganan penyakit dapat mencegah ptosis dari bertambah buruk atau menekan gejala[2].
Pengobatan ptosis acquired pada orang dewasa dapat dilakukan dengan pemberian tetes mata yang mengandung oxymetazoline. Obat ini menargetkan otot-otot yang mengangkat kelopak mata. Obat digunakan setiap hari[1].
Oxymetazoline tidak berfungsi pada jenis ptosis tertentu, seperti ptosis yang disebabkan oleh masalah saraf. Penggunaan sebaiknya dilakukan berdasarkan resep dokter[1].
Selain itu, penanganan ptosis tanpa operasi dapat dilakukan dengan penggunaan ptosis cutch, yaitu alat tambahan pada frame kacamata. Cructh ini berfungsi mencegah kelopak mata turun dan tetap berada di posisi normal[4].
Cutch dapat diaplikasikan pada hampir semua jenis kacamata, tapi bekerja lebih baik pada frame dari logam. Pengaplikasian dilakukan dengan berkonsultasi pada ahli mata (ophthalmologist) atau dokter bedah plastik[4].
Pada kebanyakan kasus, ptosis tidak dapat dicegah. Namun dengan mengetahui gejala dan melakukan pemeriksaan mata secara rutin dapat membantu pasien mengatasi gangguan [2, 4].