Penyakit & Kelainan

15 Penyebab Halusinasi Pendengaran

√ Scientific Base Pass quality & scientific checked by advisor, read our quality control guidelance for more info

Halusinasi pendengaran merupakan salah satu jenis halusinasi yang bisa terjadi pada siapapun, salah satu contohnya adalah mendengar suara namun sebenarnya suara itu tidaklah nyata [1,2].

Ketika satu orang mendengar sebuah suara dan orang lain menyatakan bahwa mereka tidak mendengarnya, maka orang yang mendengar suara disebut mengalami halusinasi pendengaran [1,2].

Halusinasi pendengaran dapat disebabkan oleh berbagai faktor, mulai dari kebiasaan tidak sehat, gangguan mental, hingga kondisi medis serius lainnya [1,2].

1. Kecanduan Alkohol

Kebiasaan buruk seperti mengonsumsi alkohol dan mengalami kecanduan dapat meningkatkan risiko halusinasi pendengaran [2,3].

Ketika minum alkohol berlebihan, efeknya akan memengaruhi kesehatan sistem saraf otak.

Sebagai akibatnya, beberapa orang akan dengan mudah melihat atau bahkan mendengar hal-hal yang tidak nyata [2,3].

Bahkan pada orang-orang yang sudah berhenti minum dan mengatasi kecanduannya terhadap alkohol setelah bertahun-tahun konsumsi berlebih, efek halusinasi pendengaran bisa saja tetap terjadi [2].

2. Penggunaan Obat Terlarang

Selain alkohol, kecanduan obat terlarang atau narkoba dapat menjadi penyebab utama halusinasi pendengaran [3,4,5].

LSD, ekstasi, kokain, dan jenis obat terlarang lainnya tidak sekedar memicu halusinasi penglihatan, tapi juga membuat pengguna mudah terdistraksi oleh suara-suara tak nyata [3,4,5].

3. Migrain

Sakit kepala sebelah atau migrain pun seringkali dapat membuat penderitanya mengalami halusinasi penglihatan maupun penciuman [1,2,6].

Rupanya, sebagian penderita justru menderita halusinasi pendengaran yang juga berkaitan erat dengan riwayat depresi [1,2,6].

4. Gangguan Tidur

Gangguan tidur seperti narkolepsi dan insomnia dapat menjadi dua penyebab seseorang kemudian mengalami halusinasi pendengaran [1,2].

Narkolepsi sendiri adalah kondisi mengantuk berlebihan yang terjadi pada seseorang di siang hari atau saat beraktivitas [7].

Narkolepsi dapat menghambat rutinitas karena rasa kantuk berat dapat dialami di mana saja dan kapan saja tanpa penderitanya bisa menahan atau mengendalikan [7].

Selain rasa kantuk berlebihan, penderita narkolepsi biasanya akan mengalami serangan tidur (bisa tertidur kapanpun dan di mana pun, ketindihan/kelumpuhan tidur (sleep paralysis), katapleksi (kelemahan otot tiba-tiba), hingga halusinasi [7].

Sementara itu, insomnia adalah jenis gangguan tidur yang berkebalikan dengan narkolepsi karena penderitanya akan sulit tidur di malam hari [8].

Insomnia juga menjadi istilah untuk kondisi tidak cukup tidur walaupun waktu untuk tidur cukup banyak [8].

Selain menjadi lebih cepat lelah dan lebih mudah mengantuk saat siang hari, penurunan daya konsentrasi dapat dialami penderita insomnia [8].

Bila terjadi dalam jangka panjang, bisa jadi halusinasi ikut dialami bersama dengan gangguan fisik dan mental lainnya [8].

5. Tinnitus

Tinnitus atau telinga berdenging dapat terjadi pada siapa saja dan bisa dialami di kedua telinga atau salah satunya saja [1,2,9].

Dengingan pada telinga ini pun bisa terjadi sebentar maupun lama yang berpotensi memicu halusinasi pendengaran pada beberapa kasus [1,2,9].

Penyebab tinnitus biasanya adalah adanya kerusakan sel-sel rambut halus di dalam telinga yang berperan utama sebagai penerima gelombang lalu menjadikannya sinyal listrik [10].

Maka ketika kerusakan pada rambut-rambut halus ini terjadi, sinyal listrik yang terkirim ke otak ikut terganggu dan terjadi secara acak; dengingan pun dialami sebagai akibatnya [10].

Dengungan, raungan, detak, desisan, hingga gemuruh adalah contoh-contoh sensasi suara yang dapat dialami penderita tinnitus [10].

Sensasi suara yang terdengar nyata padahal tidak pun bisa jadi dialami penderita; hal ini disebut juga dengan kondisi halusinasi pendengaran [1,2,9,10].

6. Stres Berat

Stres berat dan intens adalah salah satu faktor peningkat risiko seseorang menderita halusinasi pendengaran [1,2].

Tekanan berat dan intens biasanya dapat berhubungan dengan peristiwa tak menyenangkan yang menyebabkan trauma pada penderita [1,2].

Stres yang tak segera ditangani akan semakin intens dan berakibat pada halusinasi [1,2].

Trauma kehilangan orang terdekat adalah salah satu contohnya; kematian orang terdekat dapat menjadikan seseorang mudah mengalami halusinasi pendengaran, terutama seperti mendengar suara orang terkasihnya tersebut [1,2].

7. Epilepsi

Epilepsi atau ayan merupakan kondisi ketika sistem saraf pusat mengalami gangguan sebagai dampak dari ketidaknormalan pola aktivitas listrik otak [1,2].

Tubuh kejang adalah gejala utama epilepsi yang seringkali terjadi karena efek obat tertentu, stres, zat kimia otak yang tidak seimbang, kelainan jaringan otak maupun beberapa faktor lain yang terjadi bersamaan [1,2].

Meski terdapat beberapa faktor yang diduga kuat menjadi penyebab epilepsi, ada pula jenis epilepsi idiopatik, yakni epilepsi dengan penyebab yang belum jelas [1,2].

Fungsi pendengaran terkadang dapat terpengaruh oleh kejang epilepsi sehingga penderita berpotensi mendengar sensasi-sensasi suara yang tidak akan didengar oleh orang lain [1,2].

Meski tidak terlalu jelas dan tidak terlalu keras, suara-suara ini bisa cukup mengganggu.

8. Tumor Otak

Halusinasi pendengaran juga pada beberapa kasus bisa disebabkan oleh tumbuhnya tumor pada otak [1,2,11].

Tumor otak sendiri umumnya disebabkan oleh mutasi (perubahan) gen pada sel otak dan penyebab mutasi ini sendiri belum jelas diketahui hingga kini [12].

Walau tumor otak biasanya menyebabkan sakit kepala, kejang, maupun gangguan saraf, halusinasi pendengaran juga perlu diwaspadai sebagai pertanda tumor [12].

9. Penyakit Tiroid

Penyakit tiroid merupakan suatu kondisi gangguan pada kelenjar tiroid, baik itu gangguan fungsi maupun kelainan bentuk [2].

Myxedema adalah jenis penyakit tiroid yang dapat meningkatkan risiko halusinasi pendengaran [13,14].

Myxedema sendiri merupakan kondisi lanjutan dari gejala hipotiroidisme yang memburuk secara jangka panjang [13,14].

Hipotiroidisme sendiri adalah sebuah kondisi ketika kelenjar tiroid tidak terlalu aktif dalam memroduksi hormon tiroid. Karena hal tersebut, kadar hormon tiroid menurun dan berada pada kadar di bawah normal [15].

Jika kondisi berkepanjangan tanpa penanganan, myxedema adalah kondisi komplikasi yang berisiko terjadi dan mengakibatkan penderitanya mudah mendengar sensasi suara-suara tidak nyata [15].

10. Efek Obat

Penggunaan obat tertentu mampu menjadi faktor peningkat risiko halusinasi pendengaran [2].

Biasanya, obat bisa menyebabkan halusinasi pendengaran ketika dokter mengubah dosisnya menjadi lebih tinggi [2].

Halusinasi pendengaran karena obat pun lebih umum terjadi pada lansia daripada orang dewasa muda, remaja dan anak-anak [2].

11. Penyakit Parkinson

Penyakit Parkinson adalah jenis penyakit saraf progresif yang menyerang otak [1,2,16].

Penyakit ini secara khusus menyerang bagian otak yang berperan sebagai pengatur keseimbangan tubuh [1,2,16].

Oleh sebab itu, pengendalian tubuh penderita Parkinson akan memburuk sehingga saat menulis, berjalan hingga berbicara akan terasa kesulitan [17].

Meskipun penyakit Parkinson menimbulkan gejala berupa perlambatan gerakan tubuh, tremor, dan ketegangan otot, pada beberapa kasus halusinasi pendengaran dan penglihatan dapat terjadi [1,2,16,17].

Saat penderita melihat suatu obyek atau gerakan tertentu, maka sensasi suara tertentu yang tidak nyata dapat ikut terdengar [1,2,16,17].

12. Infeksi dan Demam Tinggi

Demam tinggi kerap terjadi pada seseorang penderita infeksi, namun tidak semua jenis infeksi akan menyebabkan halusinasi pendengaran [2].

Meningitis dan ensefalitis adalah jenis infeksi yang paling dapat berpengaruh pada timbulnya halusinasi pendengaran [2].

Meningitis merupakan peradangan meningen; meningen adalah lapisan yang melindungi saraf tulang belakang dan otak [18].

Walau mampu menyebabkan halusinasi pendengaran, beberapa gejala utama meningitis adalah [18] :

  • Penurunan nafsu makan
  • Demam tinggi
  • Linglung
  • Mual dan muntah
  • Sakit kepala hebat
  • Kekakuan pada leher
  • Tingkat sensitivitas mata terhadap cahaya meningkat

Sementara itu, ensefalitis adalah peradangan jaringan otak karena infeksi bakteri, virus atau jamur [19].

Selain halusinasi, beberapa gejala utama pada ensefalitis meliputi [19] :

  • Linglung atau mudah bingung
  • Demam tinggi
  • Gangguan penglihatan, pendengaran dan bicara
  • Ketidakstabilan emosi
  • Tubuh kejang
  • Kelumpuhan di bagian tubuh tertentu (biasanya terjadi pada wajah)
  • Otot semakin lemah
  • Pingsan atau koma

13. Alzheimer

Alzheimer adalah jenis penyakit otak yang ditandai dengan menurunnya daya ingat [2,21].

Penyakit ini pun turut memengaruhi perilaku penderitanya, sekaligus kemampuan bicara dan berpikir walaupun terjadi secara bertahap [2,21].

Lansia jauh lebih rentan mengalami Alzheimer yang awalnya ditandai dengan sering pikun ringan namun lama-kelamaan daya ingat akan semakin buruk [21].

Sering linglung, sulit bicara, hingga kepribadian yang berubah menjadi gejala utama yang penderita Alzheimer alami [21].

Hanya saja, pada stadium akhir Alzheimer biasanya penderita lebih berisiko mengalami halusinasi pendengaran [2,20,21].

14. Demensia

Demensia pada dasarnya juga merupakan kondisi penurunan daya ingat dan kemampuan berpikir penderitanya [23].

Perbedaannya dari Alzheimer adalah bahwa Alzheimer merupakan jenis demensia yang terjadi karena perubahan genetik maupun protein pada otak [23].

Alzheimer dapat menjadi penyebab demensia karena demensia terjadi karena kerusakan antar saraf dan sel saraf otak [23].

Halusinasi pendengaran dan bahkan penglihatan berpotensi terjadi pada penderita demensia pada tahap akhir [2,22].

Demensia sangat berisiko memengaruhi performa penderitanya dalam melakukan segala macam aktivitas secara negatif [23].

Selain mudah lupa dan berhalusinasi, penderita akan kesulitan bicara, merencanakan segala hal, memecahkan masalah, hingga kehilangan kemampuan dasar sehingga tak lagi dapat hidup mandiri [23].

15. Gangguan Mental Tertentu

Tidak hanya halusinasi penglihatan, halusinasi pendengaran pun seringkali berkaitan dengan gangguan mental tertentu [1,2].

Beberapa kondisi gangguan mental yang dapat menyebabkan halunasi pendengaran antara lain adalah [1,2] :

  • Skizofrenia : Gangguan mental yang ditandai dengan perubahan perilaku, halusinasi, delusi, halusinasi, hingga pikiran yang kacau di mana penderita tak lagi mampu membedakan antara pikirannya sendiri dengan realita [24].
  • Gangguan Bipolar : Gangguan mental dengan perubahan emosi tiba-tiba dan tergolong sangat cepat di hampir setiap waktu dengan dua gejala, yakni mania (rasa senang atau euforia) dan depresi (merasa putus asa dan tidak lagi punya harapan). Seseorang bisa sangat bersemangat lalu beberapa waktu kemudian sangat malas, dari optimisme dan rasa percaya diri tinggi menjadi pesimis, dan dari kegembiraan yang meluap-luap menjadi sedih dan menderita [25].
  • Gangguan skizoafektif : Gangguan mental dengan gejala kombinasi skizofrenia dan bipolar, seperti delusi, halusinasi dan mania atau justru depresi [26].
  • Gangguan Stres Pasca Trauma (Post-Traumatic Stress Disorder/PTSD) : Gangguan mental yang terjadi pada seseorang usai mengalami kejadian traumatis atau menjadi saksi dari kejadian menyeramkan atau tak menyenangkan [27].
  • Gangguan Depresif Mayor : Jenis depresi yang ditandai dengan kesedihan sepanjang waktu serta  keputusasaan berlebih dan berkepanjangan. Penderita biasanya selalu murung, sulit tidur, tidak lagi tertarik dengan hobi atau aktivitas apapun yang semula ia geluti, mudah lelah, merasa tak berguna, linglung, dan memiliki keinginan mengakhiri hidup [28].

Halusinasi pendengaran dapat disebabkan oleh berbagai faktor dan kondisi; segera ke dokter atau psikiater apabila terdapat gejala lain yang menyertai dan mengganggu aktivitas.

1. Tanu Thakur & Vikas Gupta. Auditory Hallucinations. National Center for Biotechnology Information; 2021.
2. William Moore & Smitha Bhandari, MD. Why Am I Hearing Things That Aren’t There?. WebMD; 2020.
3. Pookala S. Bhat, VSSR Ryali, Kalpana Srivastava, Shashi R. Kumar, Jyoti Prakash, & Ankit Singal. Alcoholic hallucinosis. Industrial Psychiatry Journal; 2012.
4. Mordecai N. Potash, MD, Kimberly A. Gordon, MD, & Kristy L. Conrad, MD. Persistent Psychosis and Medical Complications After a Single Ingestion of MDMA “Ecstasy”. Psychiatry; 2009.
5. Matthew J. Baggott, Jennifer D. Siegrist, Gantt P. Galloway, Lynn C. Robertson, Jeremy R. Coyle, & John E. Mendelson. Investigating the Mechanisms of Hallucinogen-Induced Visions Using 3,4-Methylenedioxyamphetamine (MDA): A Randomized Controlled Trial in Humans. PLoS One; 2010.
6. Eli E Miller, Brian M Grosberg, Sara C Crystal & Matthew S Robbins. Auditory hallucinations associated with migraine: Case series and literature review. Cephalalgia; 2015.
7. Jennifer M. Slowik; Jacob F. Collen; & Allison G. Yow. Narcolepsy. National Center for Biotechnology Information; 2021.
8. Thomas Roth, PhD. Insomnia: Definition, Prevalence, Etiology, and Consequences. Journal of Clinical Sleep Medicine; 2007.
9. Rosa Maria Rodrigues Dos Santos, Tanit Ganz Sanchez, Ricardo Ferreira Bento & Mara Cristina Souza de Lucia. Auditory hallucinations in tinnitus patients: Emotional relationships and depression. International Archives of Otorhinolaryngology; 2012.
10. Murray Grossan & Diana C. Peterson. Tinnitus. National Center for Biotechnology Information; 2021.
11. Purificacion Alvarez Perez, Maria Jose Garcia-Antelo, & Eduardo Rubio-Nazabal. “Doctor, I Hear Music”: A Brief Review About Musical Hallucinations. The Open Neurology Journal; 2017.
12. Karl Herholz, MD, Karl-Josef Langen, MD, Christiaan Schiepers, MD, PhD, & James M. Mountz, MD, PhD. Brain Tumors. HHS Public Access; 2014.
13. Nimesh Parikh, Prateek Sharma, & Chirag Parmar. A Case Report on Myxedema Madness: Curable Psychosis. Indian Journal of Psychological Medicine; 2014.
14. Sundus Sardar, Mhd-Baraa Habib, Aseel Sukik, Bashar Tanous, Sara Mohamed, Raad Tahtouh, Abdelrahman Hamad, & Mouhand F. H. Mohamed. Myxedema Psychosis: Neuropsychiatric Manifestations and Rhabdomyolysis Unmasking Hypothyroidism. Case Reports in Psychiatry; 2020.
15. Nikita Patil; Anis Rehman & Ishwarlal Jialal. Hypothyroidism. National Center for Biotechnology Information; 2021.
16. R. Inzelberg, S. Kipervasser, & A. Korczyn. Auditory hallucinations in Parkinson's disease. Journal of Neurology, Neurosurgery & Psychiatry; 1998.
17. Saman Zafar & Sridhara S. Yaddanapudi. Parkinson Disease. National Center for Biotechnology Information; 2020.
18. Kenadeed Hersi; Francisco J. Gonzalez; & Noah P. Kondamudi. Meningitis. National Center for Biotechnology Information; 2021.
19. Anonim. Encephalitis. Paediatrics Child Health; 1998.
20. Mohamad El Haj, Frank Larøi, & Karim Gallouj. Hallucinations in a Patient with Alzheimer’s Disease During the COVID-19 Crisis: A Case Study. Journal of Alzheimer's Disease Reports; 2020.
21. Anil Kumar; Jaskirat Sidhu; Amandeep Goyal; & Jack W. Tsao. Alzheimer Disease. National Center for Biotechnology Information; 2020.
22. Charlotte Louise Eversfield & Llwyd David Orton. Auditory and visual hallucination prevalence in Parkinson's disease and dementia with Lewy bodies: a systematic review and meta-analysis. Psychological Medicine; 2019.
23. Prabhu D. Emmady & Prasanna Tadi. Dementia. National Center for Biotechnology Information; 2021.
24. Manassa Hany; Baryiah Rehman; Yusra Azhar; & Jennifer Chapman. Schizophrenia. National Center for Biotechnology Information; 2021.
25. Frederick K. Goodwin, MD. Bipolar disorder. Dialogues in Clinical Neuroscience; 1999.
26. Tom Joshua P. Wy & Abdolreza Saadabadi. Schizoaffective Disorder. National Center for Biotechnology Information; 2021.
27. Sukhmanjeet Kaur Mann & Raman Marwaha. Posttraumatic Stress Disorder. National Center for Biotechnology Information; 2021.
28. Navneet Bains & Sara Abdijadid. Major Depressive Disorder. National Center for Biotechnology Information; 2021.

Share