Jika rata-rata buang air besar sehari 1-3 kali dianggap normal dan sehat karena menunjukkan bahwa sistem pencernaan bekerja dengan baik [1], bagaimana jika lebih dari itu?
Bila sampai tidak BAB dalam seminggu atau lebih, hal ini sudah tergolong sembelit yang jika lebih lama lagi dicurigai adanya gangguan kesehatan serius pada usus maupun sistem pencernaan [1].
Namun, terlalu sering buang air besar juga sebaiknya diwaspadai dengan mengenali berbagai kemungkinan penyebabnya.
Daftar isi
Seorang wanita akan lebih mudah dan sering buang air besar walaupun bukan diare terutama saat menstruasi [2].
Seperti pada umumnya, perut akan mudah kram ketika sedang dalam masa menstruasi karena rahim kram ini dipicu oleh prostaglandin rahim yang berkaitan dengan hormon progesteron dan estrogen [2].
Kram rahim akan memengaruhi usus besar untuk mengalami kram juga sehingga pergerakan sisa-sisa makanan di dalam pencernaan semakin lancar [2].
Maka tidak heran apabila selama menstruasi buang air besar semakin sering [2].
Para penyuka kopi dan mengonsumsinya secara rutin serta agak berlebihan, hal ini juga menjadi salah satu pemicu seringnya buang air besar [3].
Di dalam kopi terdapat kandungan kafein yang akan merangsang otot usus besar agar beraktivitas lebih sehingga memengaruhi kinerja sistem pencernaan [3].
Selain itu, meminum kopi juga akan memberi efek laksatif pada tubuh agar feses bergerak lebih cepat dan mudah pada usus besar [3].
Berkat asupan kafein, banyak orang menjadi lebih lancar buang air besar; namun bila konsumsi berlebihan, frekuensi buang air besar juga akan meningkat [3].
Diet yang dilakukan sehari-hari juga dapat memengaruhi seberapa sering buang air besar dalam sehari.
Ketika buang air besar tergolong rutin, maka hal ini menandakan bahwa asupan makanan sehari-hari sudah cukup baik [4].
Hanya saja ketika asupan sayur, gandum utuh dan buah-buahan diperbanyak, hal ini otomatis akan meningkatkan aktivitas sistem pencernaan [4].
Dengan begitu, frekuensi buang air besar pun dalam sehari akan meningkat karena tubuh menerima banyak serat [4].
Tidak perlu terlalu khawatir ketika diet tinggi serat justru membuat sering buang air besar, selama itu bukan diare dan tidak disertai dengan keluhan lainnya [4].
Diet tinggi serat justru baik dalam meningkatkan kesehatan usus, menjaga kesehatan jantung, meminimalisir risiko penyakit jantung, menstabilkan kadar gula darah dan mencegah sembelit [4].
Dalam sehari, coba ingat-ingat kembali berapa banyak jumlah air putih yang dikonsumsi [5].
Ketika diet tinggi serat disertai dengan asupan air putih yang banyak, maka jangan heran bila buang air besar akhirnya menjadi jauh lebih sering [5].
Hal ini dikarenakan air terserap oleh serat dan mempercepat kinerja sistem pencernaan dalam hal pembuangan feses [5].
Penggunaan beberapa obat mampu memberi efek samping tertentu, baik itu sembelit atau justru semakin sering buang air besar.
Antibiotik termasuk golongan obat yang dapat memengaruhi kinerja sistem pencernaan menjadi lebih aktif [6].
Bakteri-bakteri yang berada di dalam saluran pencernaan seringkali sudah memiliki keseimbangan yang normal, namun antibiotik justru “mengganggu”-nya [6].
Selama penggunaan antibiotik, risiko pergerakan saluran pencernaan akan lebih cepat sehingga seringkali pengonsumsinya akan mengalami diare sebagai efek samping [6].
Umumnya, penggunaan antibiotik yang demikian tidak memberikan efek berbahaya bagi tubuh [6].
Hanya saja, ketika seringnya buang air besar disertai dengan sakit perut berulang, mual, demam, muntah, hingga feses berdarah dan feses berbau busuk menyengat, segera kunjungi dokter untuk memeriksakan diri [6].
Selain antibiotik, obat-obatan seperti seperti pelunak feses, laksatif, dan antasida akan menimbulkan efek samping yang sama [6].
Maka jika penggunaan obat tertentu seperti yang telah disebutkan memiliki efek samping pada sistem pencernaan dan disertai keluhan lainnya, segera konsultasikan dengan dokter.
Biasanya, dokter akan memberi rekomendasi atau resep obat sebagai alternatifnya.
Beberapa orang yang dilanda kecemasan dan stres berpotensi besar untuk lebih sering buang air kecil maupun buang air besar [7].
Ketika kadar stres atau kecemasan meningkat, hal ini secara tak disadari dapat memengaruhi keseimbangan fungsi tubuh [7].
Dalam hal ini, termasuk juga proses dan tingkat kecepatan pencernaan dalam tubuh [7].
Oleh sebab itu, stres dan cemas berlebih pada beberapa orang dapat menyebabkan diare karena pergerakan saluran pencernaan lebih cepat [7].
Namun pada sebagian orang lainnya, sembelit justru dapat terjadi karena stres dan cemas berlebih membuat kinerja dan gerak saluran pencernaan melambat.
Melakukan olahraga secara rutin juga merupakan salah satu faktor dibalik peningkatan frekuensi buang air besar [8].
Ini karena ketika tubuh bergerak sangat aktif, gerakan pencernaan pun akan semakin mudah dan lancar [8].
Proses pencernaan semakin meningkat dan tanpa disadari pun kontraksi otot saluran pencernaan meningkat [8].
Feses akan lebih mudah keluar yang bahkan bisa terjadi beberapa kali dalam sehari [8].
Jadi bagi penderita sembelit, tidak ada salahnya untuk mulai menggerakkan tubuh secara aktif agar buang air besar semakin lancar.
Pada beberapa kasus, seringnya buang air besar terjadi pada pasien yang belum lama menjalani prosedur medis tertentu [9].
Peningkatan frekuensi buang air besar umumnya dialami oleh pasien terapi radiasi atau radioterapi, kemoterapi, operasi perut, dan operasi usus [9].
Buang air besar terlalu sering dan ditandai dengan feses encer, tentu hal ini disebabkan oleh kondisi diare [10].
Diare sendiri adalah sebuah kondisi yang bisa disebabkan oleh infeksi bakteri, virus maupun parasit dan tidak tergolong mengancam jiwa apabila tidak sampai mengalami dehidrasi [10].
Untuk kasus diare, biasanya perut akan terasa mulas, pergerakan usus akan hilang kendali, dan akan sangat mendesak untuk ke toilet [10].
Untuk menghindari dehidrasi, mengonsumsi oralit sangat dianjurkan atau setidaknya memperbanyak asupan air putih [10].
Selain itu, penderita diare juga perlu memiliki banyak waktu untuk beristirahat agar segera pulih [10].
Pada umumnya, diare tidak sampai 4 hari apabila gejala-gejalanya ditangani dengan benar [11].
Penyebab frekuensi buang air besar meningkat lainnya adalah adanya kemungkinan sindrom iritasi usus [12,13].
Jenis gangguan pencernaan yang terjadi pada usus besar ini biasanya ditandai dengan nyeri pada perut, kram pada perut, perut terasa penuh dan bergas, hingga sembelit atau diare [12,13].
Berbagai faktor dapat mendasari terjadinya sindrom iritasi usus ini, seperti [13] :
Penyakit Crohn merupakan salah satu penyakit autoimun dan kondisi peradangan pada usus [14].
Saluran pencernaan akan terganggu dan mengalami ketidaknyamanan pada waktu terserang penyakit ini yang ditandai dengan sejumlah kondisi seperti [14] :
Seringkali radang juga timbul pada organ lain tubuh yang meliputi saluran empedu, hati, kulit, mata dan bahkan bagian sendi [14].
Sudah waktunya untuk memeriksakan diri ke dokter jika sakit perut dan diare tak kunjung berhenti dalam waktu sekitar 1 minggu serta mengalami BAB berdarah [14].
Penyakit Celiac sama halnya dengan penyakit Crohn, yakni tergolong sebagai penyakit autoimun yang mampu menyebabkan penderitanya lebih sering buang air besar [15,16].
Penyakit Celiac pun merupakan jenis kondisi intoleransi atau alergi makanan, terutama gluten yang umumnya dijumpai pada jelai dan gandum (biji-bijian) [15,16].
Pada penderita penyakit Celiac, mengonsumsi gluten dapat berpotensi mengancam jiwa apabila gejala pada sistem pencernaan tidak terkendali [15,16].
Ini karena reaksi dari imunitas tubuh akan berlebihan; imun akan secara keliru menyerang gluten yang padahal sama sekali tidak berbahaya [16].
Peradangan kemudian timbul dan bila tak segera ditangani akan menyebabkan kerusakan lapisan usus halus [16].
Dari hal tersebut, proses pencernaan dan penyerapan nutrisi dari makanan yang masuk ke dalam tubuh akan terhambat [16].
Beberapa tanda penyakit Celiac yang perlu diwaspadai selain sering buang air besar berlebihan (cenderung diare kronis) adalah [16] :
Cara Mengatasi Sering Buang Air Besar
Untuk mengatasi frekuensi buang air besar yang meningkat secara berlebihan dan sudah terlalu mengganggu aktivitas, penanganan perlu disesuaikan dengan penyebabnya [10,11,13,14,16,17].
1. Susanna A Walter, Lars Kjellström, Henry Nyhlin, Nicholas J Talley, & Lars Agréus. Assessment of normal bowel habits in the general adult population: the Popcol study. Scandinavian Journal of Gastroenterology; 2010.
2. Margaret M. Heitkemper, PhD & Lin Chang, MD. Do Fluctuations in Ovarian Hormones Affect Gastrointestinal Symptoms in Women With Irritable Bowel Syndrome?. HHS Public Access; 2012.
3. Amaia Iriondo-DeHond, José Antonio Uranga, Maria Dolores del Castillo, & Raquel Abalo. Effects of Coffee and Its Components on the Gastrointestinal Tract and the Brain–Gut Axis. Nutrients; 2021.
4. Carol S. Brotherton, PhD, MSN, RN, Ann Gill Taylor, EdD, MS, RN, FAAN, Cheryl Bourguignon, PhD, RN, & Joel G. Anderson, PhD, HTP. A High Fiber Diet May Improve Bowel Function and Health-Related Quality of Life in Patients with Crohn’s Disease. HHS Public Access; 2015.
5. B D Chung, U Parekh, & J H Sellin. Effect of increased fluid intake on stool output in normal healthy volunteers. Journal of Clinical Gastroenterology; 1999.
6. Timothy A. Woods. Diarrhea. Clinical Methods: The History, Physical, and Laboratory Examinations. 3rd edition. Boston: Butterworths; 1990.
7. Yu-Ming Chang, Mohamad El-Zaatari, & John Y Kao. Does stress induce bowel dysfunction?. HHS Public Access; 2014.
8. Anneke M De Schryver, Yolande C Keulemans, Harry P Peters, Louis M Akkermans, André J Smout, Wouter R De Vries, & Gerard P van Berge-Henegouwen. Effects of regular physical activity on defecation pattern in middle-aged patients complaining of chronic constipation. Scandinavian Journal of Gastroenterology; 2005.
9. Daniel LY Lee & Alan Anthoney. Complications of systemic therapy – gut infections and acute diarrhoea. Clinical Medicine; 2014.
10. Valerie Nemeth & Nicholas Pfleghaar. Diarrhea. National Center for Biotechnology Information; 2020.
11. Saurabh Sethi, M.D., MPH & Kirsten Nunez. How Long Does Diarrhea Usually Last?. Healthline; 2019.
12. Adam D. Farmer, PhD, Emma Wood, PhD, & James K. Ruffle, MBBS. An approach to the care of patients with irritable bowel syndrome. Canadian Medical Association Journal; 2020.
13. Nicolas Patel & Karen Shackelford. Irritable Bowel Syndrome. National Center for Biotechnology Information; 2020.
14. Indika R. Ranasinghe & Ronald Hsu. Crohn Disease. National Center for Biotechnology Information; 2020.
15. Mohammad Hassan Emami, Soheila Kouhestani, Somayeh Karimi, Abdolmahdi Baghaei, Mohsen Janghorbani, Nahid Jamali, & Ali Gholamrezaei. Frequency of Celiac Disease in Adult Patients with Typical or Atypical Malabsorption Symptoms in Isfahan, Iran. Gastroenterology Research and Practice; 2012.
16. Ewa B. Posner & Muhammad Haseeb. Celiac Disease. National Center for Biotechnology Information; 2020.
17. Stacy Sampson, D.O. & Kiara Anthony. Why Do I Poop So Much?. Healthline; 2018.