Penyakit & Kelainan

11 Penyebab Vagina Terasa Panas

√ Scientific Base Pass quality & scientific checked by advisor, read our quality control guidelance for more info

Pada sistem reproduksi wanita, vagina adalah salah satu bagian yang juga penting untuk diperhatikan dan dirawat dengan baik.

Masalah iritasi, gatal, hingga panas dan perih seringkali menjadi kekhawatiran para wanita walaupun umumnya tidak berisiko berbahaya.

Namun ketika sensasi panas terbakar disertai iritasi dan gatal berkelanjutan, hal ini perlu dicurigai sebagai kondisi yang lebih serius.

Berikut ini merupakan sejumlah kemungkinan penyebab vagina terasa panas yang sebaiknya diwaspadai dan segera diperiksakan.

1. Menopause

Para wanita akan mengalami henti siklus menstruasi pada usia di atas 45 tahun, biasanya di awal usia 50 hingga 55 tahun [1,2].

Menopause adalah istilah untuk berhentinya siklus menstruasi tersebut dan hal ini merupakan proses alami tubuh wanita seiring bertambahnya usia [3].

Ketika memasuki masa menopause, penurunan kadar hormon estrogen akan memicu banyak keluhan, salah satunya adalah vagina yang terasa panas [3].

Selain itu, akan ada beberapa keluhan lain yang umumnya akan menyertai, seperti [1,2] :

  • Insomnia atau sulit tidur
  • Tubuh cepat lelah
  • Berkurangnya gairah seksual
  • Keringat berlebih di malam hari
  • Mudah marah dan tersinggung (suasana hati mudah memburuk)
  • Hot flashes

2. Iritasi

Iritasi pada vagina mampu menyebabkan sensasi panas terbakar dan iritasi ini pun dapat disebabkan oleh faktor-faktor secara langsung maupun tidak langsung.

Beberapa faktor yang memengaruhi vagina secara langsung sehingga menjadi terasa panas adalah [1,5] :

  • Penggunaan kondom
  • Penggunaan tampon
  • Penggunaan produk perawatan kulit yang diterapkan pada area dekat vagina (krim atau semprotan)

Sementara itu, untuk faktor yang mampu memengaruhi vagina secara tidak langsung dan menyebabkan iritasi antara lain adalah [1,4] :

  • Sabun mandi
  • Deterjen pencuci pakaian
  • Pembalut
  • Kertas toilet dengan kandungan pewangi atau parfum
  • Produk bubble bath
  • Penggunaan celana dalam yang terlalu ketat
  • Penggunaan celana ketat terus-menerus
  • Penggunaan celana apapun yang terlalu ketat

Apabila memiliki vagina dengan kulit yang sensitif, maka beberapa faktor tersebut akan dengan mudah memicu sensasi panas dan gatal terus-menerus [1].

3. Lichen Sclerosus

Lichen sclerosus adalah jenis penyakit kulit yang bersifat kronis dan umumnya menyerang area kelamin [1,6].

Tidak hanya wanita, siapa saja dapat mengalami lichen sclerosus, bahkan anak-anak sekalipun [1].

Walau hubungan seksual bukan media penularan dan penyebaran, para wanita perlu mewaspadai kondisi ini, terutama jika sudah memasuki masa menopause [1,6].

Belum diketahui pasti penyebab lichen sclerosus ini, namun faktor perubahan hormon diduga kuat menjadi penyebabnya, terutama kadar estrogen yang menurun [1,6].

Selain rasa panas pada vagina, lichen sclerosus biasanya menyebabkan timbulnya bercak putih di permukaan kulit dan kemunculan bercak ini dapat terlihat di area vulva [1,6].

Meski wanita yang sudah menopause memiliki risiko lebih tinggi, wanita pada usia berapapun memiliki peluang sama besar mengalami lichen sclerosus [1,6].

4. Vaginosis Bakterialis

Sensasi panas pada vagina juga dapat disebabkan oleh infeksi bakteri yang juga disebut dengan istilah vaginosis bakterialis [1,7].

Normalnya pada vagina terdapat bakteri-bakteri alami yang tidak berbahaya, namun ketika kadar keseimbangannya terganggu, beberapa gejala bisa saja timbul dan membuat wanita tidak nyaman [1,7].

Gangguan keseimbangan jumlah bakteri antara bakteri baik dan bakteri jahat bisa disebabkan oleh salah satu jenis bakteri yang tumbuh secara berlebihan [1,7].

Pada kasus vaginosis bakterialis, beberapa faktor berikut dapat menjadi pemicunya [7] :

  • Berganti-ganti pasangan dalam berhubungan seksual.
  • Berhubungan seksual dengan pasangan berbeda-beda tanpa kondom.
  • Kebiasaan merokok
  • Perubahan hormon baik karena menopause, hamil atau menstruasi.
  • Kadar bakteri Lactobacillus menurun secara alami.
  • Penggunaan sabun atau cairan khusus berkandungan antiseptik atau parfum untuk membersihkan vagina.
  • Penggunaan antibiotik dalam jangka lama.
  • Pernah menderita infeksi menular seksual.
  • Penggunaan IUD (intrauterine device) yang merupakan jenis alat kontrasepsi di dalam rahim.

Pada awal timbulnya infeksi, gejala tidak muncul, namun beberapa wanita dapat mengalami keputihan abnormal, vagina gatal, vagina perih dan panas, hingga terasa nyeri [1].

5. Kutil Kelamin

Kutil kelamin dapat juga menjadi salah satu penyebab vagina panas karena tumbuhnya benjolan kecil di area kelamin. HPV (human papillomavirus) adalah virus yang menyebabkan kutil kelamin ini di mana penularan dapat terjadi melalui hubungan seksual [1,8].

Oleh sebab itu, kutil kelamin tergolong sebagai penyakit infeksi menular seksual [1,8].

Pada wanita, kutil kelamin dapat muncul pada bagian dalam vagina atau anus, leher rahim, perineum (area antara anus dan vagina, area luar vagina (vulva), maupun dinding vagina [1,8].

Selain rasa panas, vagina dapat terasa nyeri dan bahkan mengeluarkan darah ketika sedang berhubungan seksual [1,8].

6. Herpes Genital / Herpes Kelamin

Herpes genital atau herpes simplex memang umumnya tak menimbulkan gejala, namun pada beberapa penderita area kelamin akan timbul luka lepuh [1,9].

Tak hanya terasa sakit, biasanya lepuhan ini juga terasa gatal dan panas [1,9].

Virus herpes simplex merupakan penyebab utama dari herpes genital di mana penularan terjadi melalui hubungan seksual [1,9].

Jika dalam satu tahun gejala seperti ini kerap timbul, sebaiknya segera memeriksakan diri ke dokter [1].

Frekuensi timbul berulangnya luka lepuhan di area kelamin dapat berkurang apabila sistem kekebalan tubuh meningkat terhadap virus herpes [1].

7. Infeksi Jamur

Infeksi jamur merupakan salah satu kondisi paling umum yang terjadi pada area kewanitaan sebab sekitar 75% wanita diketahui setidaknya pernah mengalami infeksi jamur satu kali seumur hidupnya [1,10].

Ketika jamur tumbuh dan berkembang berlebihan, maka risiko infeksi juga semakin tinggi [1].

Jika infeksi jamur terjadi, maka biasanya selain sensasi panas pada area vagina terdapat sejumlah gejala lain seperti berikut [1,10] :

  • Kemerahan pada bagian luar vagina
  • Cairan keputihan yang berwarna putih dengan tekstur kental mirip dengan keju cottage
  • Gatal dan bengkak pada area vulva
  • Gatal dan bengkak pada vagina
  • Setiap buang air kecil maupun berhubungan seksual akan terasa sangat sakit

8. Gonore

Penyakit menular seksual lainnya yang dapat menimbulkan gejala berupa sensasi panas pada vagina adalah gonore [1,11].

Orang-orang dewasa muda, khususnya yang berusia 15-24 tahun memiliki risiko lebih tinggi dalam mengalami gonore [1,11].

Gonore pun umumnya ditandai dengan sejumlah kondisi lain selain sensasi panas pada vagina, yaitu antara lain [1,11] :

  • Perdarahan di luar siklus menstruasi
  • Keputihan abnormal
  • Nyeri setiap buang air kecil
  • Iritasi pada vagina

9. Trikomoniasis

Jenis penyakit menular seksual lainnya yang menjadi penyebab vagina panas adalah trikomoniasis [1,12].

Parasit Trichomonas vaginalis adalah penyebab utama penyakit ini dan dapat terjadi melalui hubungan seksual [1,12].

Wanita dengan riwayat penyakit menular seksual lainnya memiliki risiko lebih tinggi mengalami trikomoniasis [1,12].

Beberapa gejala trikomoniasis selain sensasi panas pada vagina adalah [1,12] :

  • Nyeri setiap berhubungan intim
  • Nyeri setiap buang air kecil
  • Area vagina tampak kemerahan yang disertai rasa gatal
  • Keputihan abnormal (berbau amis, keluar terlalu banyak, berwarna kuning kehijauan, berbusa, dan terlalu encer atau justru terlalu kental).

Gejala trikomoniasis ini bisa timbul lalu hilang dan nantinya dapat tiba-tiba dialami kembali [1,12].

Untuk itu, perlu untuk segera ke dokter memeriksakannya atau infeksi bisa berkepanjangan tanpa disadari penderita.

10. Infeksi Saluran Kencing

Infeksi saluran kencing adalah jenis infeksi yang disebabkan oleh bakteri di mana bakteri ini menyerang kandung kemih atau saluran kemih [1,13].

Selain rasa panas pada vagina, beberapa keluhan lainnya adalah [1,13] :

  • Nyeri setiap buang air kecil
  • Sering ingin buang air kecil
  • Urine berwarna keruh dan gelap
  • Urine berbau tidak sedap
  • Perut bawah terasa sakit
  • Urine keluar bersama darah setiap buang air kecil

11. Klamidia

Penyakit menular seksual lainnya yang berkemungkinan menjadi penyebab sensasi panas pada vagina adalah klamidia [1,14].

Infeksi bakteri Chlamydia trachomatis merupakan penyebab utama klamidia yang menular dan menyebar melalui hubungan seksual, baik melalui vagina maupun secara oral karena media penularan adalah cairan organ kelamin [1,14].

Pada wanita, selain rasa terbakar di bagian vagina, keluhan lainnya meliputi [1,14] :

  • Nyeri setiap berhubungan seksual
  • Panas dan nyeri setiap buang air kecil
  • Keputihan dengan bau yang sangat tidak sedap
  • Demam, mual, dan nyeri pada perut bagian bawah dapat terjadi apabila penyebaran infeksi terjadi

Cara Mengatasi Vagina Terasa Panas

Ketika vagina terasa panas, mengetahui lebih dulu penyebabnya akan memudahkan penanganan.

Pengobatan perlu diberikan sesuai dengan kondisi penyebab sensasi panasnya vagina [1,3,6,7,8,9,10,13,14].

  • Jika menopause menjadi penyebabnya, maka biasanya dokter akan memberikan suplemen estrogen atau terapi hormon pengganti untuk meningkatkan kadar hormon sekaligus meredakan gejala.
  • Jika iritasi menjadi penyebabnya, cari tahu apakah penyebabnya faktor langsung atau tidak langsung. Hindari dan hentikan penggunaan produk berpewangi dan berkandungan bahan keras agar tidak membahayakan vagina. Ketika bermasalah dengan kondom dan alat kontrasepsi tertentu, konsultasikan segera dengan dokter.
  • Jika lichen sclerosis menjadi penyebabnya, penggunaan krim steroid akan dokter resepkan untuk meredakan gejala.
  • Jika vaginosis bakterialis menjadi penyebabnya, antibiotik adalah bentuk pengobatan umum yang dokter berikan kepada pasien.
  • Jika kutil kelamin menjadi penyebabnya, biasanya kutil akan hilang dengan sendirinya, namun ketika terlalu mengganggu maka konsultasikan dengan dokter mengenai operasi pengangkatan kutil.
  • Jika herpes genital menjadi penyebabnya, dokter akan memberi resep obat untuk meredakan gejala, namun virus akan tetap ada di dalam tubuh sehingga obat tidak dapat mencegah penularan dan penyebaran virus ke orang lain (terutama pasangan seks).
  • Jika infeksi jamur menjadi penyebabnya, obat antijamur akan dokter resepkan dalam bentuk krim dan gel yang bisa diterapkan langsung ke area vagina.
  • Jika gonore menjadi penyebabnya, dokter akan meresepkan antibiotik.
  • Jika infeksi saluran kencing penyebabnya, dokter akan memberi resep antibiotik ditambah dengan konsumsi air putih lebih banyak.
  • Jika trikomoniasis menjadi penyebabnya, dokter akan memberikan resep antibiotik.
  • Jika klamidia menjadi penyebabnya, dokter akan memberi resep antibiotik, namun jika tak segera ditangani maka berisiko pada kerusakan sistem reproduksi secara permanen.

Jika vagina terasa panas yang terjadi berulang ditambah dengan sejumlah keluhan abnormal lainnya, segera periksakan diri agar kondisi dapat ditangani segera.

1. Debra Rose Wilson, Ph.D., MSN, R.N., IBCLC, AHN-BC, CHT & Kimberly Holland. What Causes Vaginal Burning, and How Is It Treated?. Healthline; 2019.
2. Alison J. Huang, MD, MPhil, Elya E. Moore, PhD, Edward J. Boyko, MD, MPH, Delia Scholes, PhD, Feng Lin, MS, Eric Vittinghoff, PhD, & Stephan D. Fihn, MD, MPH. Vaginal symptoms in postmenopausal women: self-reported severity, natural history, and risk factors. HHS Public Access; 2011.
3. Kimberly Peacock & Kari M. Ketvertis. Menopause. National Center for Biotechnology Information; 2021.
4. Jo Ann Majerovich, MSc MD CCFP FCFP, Andrea Canty, MSc MD CCFP FCFP, & Baukje Miedema, RN MA PhD. Chronic vulvar irritation: could toilet paper be the culprit?. Canadian Family Physician; 2010.
5. Wendee Nicole. A Question for Women's Health: Chemicals in Feminine Hygiene Products and Personal Lubricants. Environmental Health Perspectives; 2014.
6. Gudula Kirtschig, Dr. med. habil. Lichen Sclerosus—Presentation, Diagnosis and Management. Deutsches Arzteblatt International; 2016.
7. Nikhil Kumar, Beauty Behera, Sai S. Sagiri, Kunal Pal, Sirsendu S. Ray, & Saroj Roy. Bacterial vaginosis: Etiology and modalities of treatment—A brief note. Journal of Pharmacy & BioAllied Sciences; 2011.
8. Harshila Patel, Monika Wagner, Puneet Singhal, & Smita Kothari. Systematic review of the incidence and prevalence of genital warts. BMC Infectious Diseases; 2013.
9. A. Sauerbrei. Herpes Genitalis: Diagnosis, Treatment and Prevention. Geburtshilfe und Frauendheilkunde; 2016.
10. Rebecca Jeanmonod & Donald Jeanmonod. Vaginal Candidiasis. National Center for Biotechnology Information; 2021.
11. R A Shapiro, C J Schubert, & R M Siegel. Neisseria gonorrhea infections in girls younger than 12 years of age evaluated for vaginitis. Pediatrics; 1999.
12. Elissa Meites, MD, MPH. Trichomoniasis. HHS Public Access; 2015.
13. Krzysztof Czajkowski, Magdalena Broś-Konopielko, & Justyna Teliga-Czajkowska. Urinary tract infection in women. Menopause Review; 2021.
14. N R Hicks, M Dawes, M Fleminger, D Goldman, J Hamling, & L J Hicks. Chlamydia infection in general practice. British Medical Journal; 1999.

Share