Daftar isi
Sexsomnia atau seksomnia dianggap sebagai suatu jenis parasomnia, yaitu suatu aktivitas perilaku, atau pengalaman abnormal yang terjadi selama tidur lelap[1].
Sexsomnia berbeda dengan mimpi bertema seksual yang umum dialami oleh remaja dan orang dewasa. Orang dengan kelainan sexsomnia melakukan perilaku seksual ketika tidur, sering kali dengan orang lain[2].
Studi menunjukkan bahwa episode sexsomnia terjadi umumnya selama tidur NREM (non-rapid eye movement, fase tidur paling lelap tanpa bermimpi)[1].
Sexsomnia saat ini telah ditambahkan di dalam DSM-5 (Diagnostic Statistical Manual of Mental Disorder), yang mana mendaftar berbagai jenis gangguan mental[3].
Perilaku seksual terkait tidur diklasifikasikan oleh International Classification of Sleep Disorders 3rd Edition sebagai subtipe dari kelainan gairah seksual.
Perilaku ini merupakan hasil dari gairah membingungkan dari tidur NREM yang dapat ditunjukkan sebagai masturbasi, gerakan pelvis seperti coital, membelai pasangan, vokalisasi seksual, bersetubuh, atau orgasme tanpa mengingat waktu kejadian[4].
Penyebab pasti dari sexsomnia belum diketahui. Sexsomnia termasuk kasus yang kurang umum dideskripsikan dan dilaporkan. Sexsomnia dapat menjadi parasomnia idiopatik yang muncul secara spontan tanpa disposisi neurologis spesifik[6].
Beberapa faktor risiko sexsomnia meliputi[1, 2, 6]:
Beberapa kondisi medis juga dapat memicu sexsomnia, antara lain[1, 2]:
Sexsomnia sering kali menyebabkan menyentuh diri atau gerakan seksual, tapi juga dapat menyebabkan individu mencari keintiman seksual dengan orang lain tanpa disadari.
Sexsomnia juga dapat terjadi bersamaan dengan aktivitas parasomnia lainnya, seperti tidur berjalan atau bicara[1].
Gejala umum episode sexsomnia meliputi[1, 6]:
Beberapa orang merasa malu saat mengetahui bahwa mereka telah melakukan hal-hal yang tidak diingatnya, terutama tindakan seksual[1].
Sexsomnia juga dapat menyebabkan tindakan tanpa menanyakan persetujuan, dikarenakan orang yang memulai atau melakukan tindakan seksual secara teknis tidak sadar.
Beberapa kasus di pengadilan telah melibatkan hukuman pada tindak kejahatan seksual terkait tidur seks. Meski dalam pengadilan dilakukan pemeriksaan riwayat kesehatan dan bukti lain, namun menentukan tanggung jawab tindakan pasien masih menjadi masalah rumit dan kontroversial[1].
Dokter melakukan diagnosis memeriksa riwayat kesehatan pasien dan menanyakan mengenai gejala yang dialami[1].
Orang yang mengalami sexsomnia biasanya tidak mengingat kejadian atau perilaku seksual saat episode sexsomnia kambuh. Sebaiknya sebelum mengunjungi dokter, pasien meminta bantuan pada orang dekat seperti pasangan atau anggota keluarga untuk menulis apa saja gejala sexsomnia yang muncul[2].
Catatan dari episode sexsomnia ini dapat membantu dokter untuk mendiagnosis kondisi. Jika pasien tidak memiliki catatan, dokter dapat menyarankan untuk menjalani metode diagnostik untuk sexsomnia yaitu video-polysomnography (vPSG) [1, 2].
Selama vPSG pasien dihubungkan dengan alat fisiologis, seperti detak jantung, pernapasan, dan monitor gerak, serta direkam dengan video ketika tidur[1].
Karena sexsomnia berhubungan dengan gangguan tidur lainnya, menjaga tidur yang sehat, teratur dan sesuai jadwal rutin, serta mengatasi kondisi penyebabnya dapat mengarah pada peningkatan kondisi[1, 6].
Pada sebagian besar kasus yang dilaporkan, gejala sexsomnia berkurang atau reda ketika pasien mendapatkan tidur berkualitas tinggi yang lebih konsisten[1].
Obat untuk Sexsomnia
Pada beberapa kasus, obat yang ditujukan dan disetujui untuk mengatasi kondisi lain dapat digunakan untuk menangani sexsomnia. Menangani kondisi yang menjadi penyebab gangguan tidur juga dapat mengurangi gejala sexsomnia[1].
Beberapa obat yang dapat digunakan untuk mengatasi sexsomnia meliputi[1, 2, 6]:
Konsultasikan dengan dokter untuk mendapatkan obat yang tepat.
Perubahan Gaya Hidup
Hampir pada setiap kasus sexsomnia, proses penanganan sexsomnia melibatkan penyesuaian gaya hidup.
Dikarenakan banyak gejala sexsomnia yang berdampak negatif pada orang lain, cara terbaik untuk menanganinya yaitu dengan isolasi di malam hari.
Beberapa pasien dapat mengurangi gejala dengan tidur sendiri di dalam kamar yang terkunci kamar atau dengan menempatkan sistem alarm pada pintu kamar[1].
Penanganan Psikologis
Mengunjungi psikiatrik atau ahli psikologis dapat menurunkan perasaan malu dan aib terkait sexsomnia[1].
Pasien sexsomnia juga dapat menurunkan gejala emosional dan psikososial secara signifikan dengan melakukan sesi konseling berkelompok dengan orang yang terdampak secara negatif oleh gejala[1].
Kondisi sexsomnia dapat menimbulkan masalah bukan hanya bagi pasien namun juga pasangan dan anggota keluarganya. Keluarga atau pasangan pasien perlu melakukan upaya untuk mencegah timbulnya masalah akibat sexsomnia[5].
Berikut beberapa hal yang perlu dilakukan untuk mengatasi kondisi pasien sexsomnia[5]:
Sexsomnia tidak selalu dapat dicegah. Upaya pencegahan yang dapat dilakukan ialah dengan menghindari faktor pemicu kondisi, seperti alkohol, obat-obatan berbahaya (seperti psikotropika), penggunaan obat tidur, stres berkepanjangan dan sebagainya[2].
1. Jennifer Huizen, reviewed by Janet Brito, Ph.D., LCSW, CST. Sexsomnia: What is Sleep Sex? Medical News Today; 2017.
2. Kimberly Holland, reviewed by Timothy J. Legg, Ph.D., CRNP. What is Sleep Sex? Healthline; 2019.
3. Anonim. Sexsomnia. American Sleep Association; 2020.
4. Jose B. Contreras, MD, Jarrett Richardson, MD, and Suresh Kotagal, MD. Sexsomnia in an Adolescent. Journal of Clinical Sleep Medicine; 2019.
5. Kristen Sollee. How I Dealt with Sleep Sex. Bustle; 2015.
6. Brandon Peters, MD, reviewed by Elizabeth Molina Ortiz, MD, MPH. Symptoms of Sexsomnia. Very Well Health; 2020.