Tinjauan Medis : dr. Maria Arlene, Sp.Ak
Kardiomiopati takotsubo adalah suatu kondisi dimana ventrikel kiri (ruang pompa utama jantung) mengalami kelemahan yang biasanya diakibatkan stres emosional atau fisik yang parah, seperti penyakit mendadak,
Daftar isi
Sindrom patah hati merupakan sebuah kondisi jantung yang terganggu namun bersifat di mana keluhannya mirip dengan serangan jantung [1,4,5,6].
Istilah lain untuk menyebut sindrom patah hati ini adalah Takotsubo cardiomyopathy [1,2,3,4,5,6].
Namun, sindrom patah hati dan serangan jantung tetap merupakan dua kondisi yang berbeda karena sindrom patah hati terjadi ditandai dengan otot jantung yang melemah tiba-tiba [1,4,6].
Kelemahan otot jantung ini umumnya disebabkan oleh stres emosional maupun fisik atau karena penyakit tertentu dan efek operasi [1,2,3,4,5,6].
Apa yang membedakan sindrom patah hati dari serangan jantung?
Serangan jantung adalah sebuah kondisi yang terjadi karena adanya sumbatan pada arteri jantung, baik sumbatan penuh/total atau sebagian [4,6].
Sumbatan ini disebabkan oleh pembentukan darah yang mengental di dinding arteri yang menyempit [4].
Penyempitan dinding arteri sendiri terjadi karena adanya penumpukan lemak di mana kondisi ini disebut dengan istilah aterosklerosis [4].
Sementara pada kasus sindrom patah hati, tidak ada penyumbatan di bagian arteri jantung meski berpotensi terjadi penurunan aliran darah di sana [4].
Tinjauan Sindrom patah hati adalah gangguan jantung yang gejalanya memiliki keserupaan dengan serangan jantung; hanya saja, tidak terjadi penyumbatan di arteri jantung pada sindrom ini.
Penyebab sindrom patah hati hingga kini belum diketahui secara jelas, namun hormon stres yang melonjak diduga kuat menjadi pemicunya [4,5].
Adrenalin adalah hormon yang dimaksud di mana bila terjadi lonjakan pada hormon ini, akibatnya mampu merusak jantung secara sementara pada beberapa orang [1,4].
Meski begitu, belum diketahui pula bagaimana peningkatan hormon adrenalin dapat mengganggu kesehatan jantung.
Berikut ini adalah sejumlah faktor risiko yang mampu memicu sindrom patah hati melalui satu atau lebih kejadian yang menyebabkan stres emosional maupun fisik intens [1,4,6] :
Namun, tak hanya faktor pemicu stres emosional dan fisik di atas yang mampu meningkatkan risiko sindrom patah hati.
Penggunaan obat tertentu dapat membuat hormon adrenalin melonjak, seperti :
Beberapa faktor lain seperti di bawah ini pun perlu diwaspadai karena mampu memperbesar peluang seseorang terkena sindrom patah hati :
Tinjauan Belum diketahui pasti penyebab sindrom patah hati, namun hormon stres diduga kuat menjadi pemicu timbulnya gangguan jantung, beserta sejumlah faktor risiko lainnya.
Gejala umumnya timbul usai mengalami kejadian yang membuat stres emosional atau fisik di mana hormon stres mulai meningkat.
Beberapa kondisi yang dapat dialami sebagai tanda sindrom patah hati antara lain adalah [1,2,3,4,5,6] :
Hanya saja, pada beberapa pasien dengan sindrom patah hati mengalami kesulitan atau bahkan ketidakmampuan dalam mengidentifikasi stres yang mampu memicu gejala-gejala tersebut.
Kapan sebaiknya memeriksakan diri ke dokter?
Ketika dada terasa nyeri yang disertai dengan ketidakteraturan irama jantung, segera periksakan diri ke dokter.
Terlebih bila sesak napas menyertai usai mengalami hal-hal pemicu stres, temui dokter untuk menempuh pemeriksaan.
Tinjauan Gejala-gejala sindrom patah hati meliputi hipotensi, aritmia, sesak napas, nyeri dada, cairan menumpuk di paru, dan ventrikel kiri jantung yang melemah. Gejala umumnya timbul usai seseorang mengalami stres emosional maupun stres fisik.
Saat memeriksakan diri ke dokter, umumnya beberapa metode diagnosa berikut yang perlu ditempuh oleh pasien :
Seperti biasanya, dokter akan mengawali proses diagnosa dengan memeriksa kondisi fisik pasien [1,4,9].
Dokter juga akan memberi pertanyaan seputar riwayat medis, terutama apakah pasien memiliki riwayat penyakit jantung [4].
Dokter pun perlu mengetahui apakah pasien baru saja mengalami kejadian yang membuatnya stres [4].
Pasien juga diminta untuk menempuh pemeriksaan darah untuk mengecek kadar enzim jantung dalam darahnya [7,10,11].
Enzim jantung sendiri merupakan enzim yang mendukung fungsi otot jantung dan enzim ini akan mengalami peningkatan jika seseorang mengalami serangan jantung atau sindrom patah hati [11].
Karena berhubungan dengan jantung, penting bagi pasien untuk menempuh metode diagnosa untuk jantung seperti ekokardiogram [1,2,3,4,5,6,7,9,10,11].
Tujuan pemeriksaan ini adalah untuk mengetahui apakah terjadi gangguan atau kelainan bentuk serta ukuran jantung.
Dari hasil diagnosa ini, dokter juga akan dapat mengetahui seberapa baik fungsi serta struktur jantung pasien.
Pemeriksaan jantung lainnya adalah elektrokardiogram dengan tujuan agar dokter dapat merekam sinyal listrik pada jantung [1,2,3,4,5,6,7,9,10,11].
Dari hasil diagnosa ini, dokter akan dapat mendeteksi ritme jantung pasien sekaligus mengetahui seberapa baik kondisi struktur jantung.
Angiogram koroner juga merupakan metode diagnosa yang diterapkan dengan menyuntikkan lebih dulu cairan warna khusus ke pembuluh darah jantung [1,2,3,4,5,7,10,11].
Mesin sinar-X kemudian dokter gunakan untuk menangkap gambar-gambar bagian dalam pembuluh darah [4].
Metode pemeriksaan ini diperlukan karena gejala sindrom patah hati mirip dengan gejala serangan jantung.
Maka untuk mengeliminasi kemungkinan serangan jantung, metode diagnosa ini dapat ditempuh oleh pasien demi memastikan apakah pembuluh darah mengalami sumbatan [1,2,3].
Pada prosedur pemeriksaan ini, pasien akan diminta berbaring di atas meja panjang berbentuk tabung khusus yang menghasilkan medan magnet [3,4,9,10,11].
Dokter dapat mengevaluasi jantung pasien usai gambar hasil diagnosa keluar.
Tes pemindaian ini juga menjadi salah satu tes penunjang untuk memeriksa kondisi jantung [3,4,5,7,10,11].
Dokter dalam prosedur ini menggunakan bahan radioaktif untuk mengecek ruang jantung bawah atau yang disebut dengan ventrikel [4].
Karena pada sindrom patah hati, ventrikel kiri memiliki potensi bermasalah maka pemeriksaan ini diperlukan [4].
Tinjauan Beberapa metode diagnosa yang umumnya diterapkan dalam memastikan kondisi sindrom patah hati adalah pemeriksaan fisik, pemeriksaan riwayat kesehatan, tes darah, ekokardiogram, elektrokardiogram, angiogram koroner, MRI jantung, dan ventrikulografi.
Belum diketahui hingga kini metode standar pengobatan untuk sindrom patah hati.
Namun, kasus ini biasanya ditangani dengan pemberian perawatan yang hampir sama dengan kasus serangan jantung.
Rata-rata penderita sindrom patah hati memerlukan perawatan di rumah sakit sehingga mereka diharuskan menjalani rawat inap.
Obat-obatan yang selama ini digunakan untuk menangani sindrom patah hati antara lain adalah :
Pada beberapa kasus, tergantung dari seberapa terpengaruh otot yang mengalami kelemahan, dokter kemungkinan akan menyarankan beberapa terapi seperti [4,12,13] :
Pasien sebaiknya berkonsultasi dengan ahli medis yang menanganinya serta bertanya mengenai metode atau program apa saja yang tersedia untuk dapat meredakan sindrom patah hati.
Tinjauan Pengobatan sindrom patah hati hampir sama dengan pengobatan serangan jantung, yakni melalui pemberian obat sesuai gejala yang pasien alami dan beberapa terapi khusus untuk melatih otot jantung.
Sindrom patah hati pada dasarnya sangat jarang bersifat fatal, namun beberapa risiko komplikasi berikut tetap perlu diketahui dan diwaspadai [1,4] :
Meski kematian merupakan salah satu risiko komplikasi fatal akibat sindrom patah hati yang terlambat ditangani atau diobati secara tak tepat, kasus seperti ini sangat langka.
Hanya sekitar 1% risiko kematian pada kasus sindrom patah hati karena pada dasarnya sindrom ini bersifat sementara atau jangka pendek [4].
Banyak penderita sindrom patah hati yang pulih dengan baik sepenuhnya daripada pasien yang mengalami komplikasi berbahaya.
Tinjauan Rangkaian risiko komplikasi sindrom patah hati yang perlu diwaspadai adalah gagal jantung, gangguan detak jantung/irama jantung, hipotensi, edema paru, sumbatan total pada atrioventrikular, syok kardiogenik, sumbatan aliran darah dari ventrikel kiri, pecahnya ventrikel kiri jantung, dan kematian.
Sindrom patah hati dapat terjadi berulang dan untuk mencegah agar kekambuhan tak terjadi, biasanya dokter merekomendasikan obat beta-blockers jangka panjang [1,4,6].
Tujuan pengobatan ini adalah untuk meminimalisir potensi efek hormon stres yang mampu merusak tubuh.
Pengelolaan stres yang baik dan positif dalam kehidupan sehari-hari juga dianggap sebagai cara yang layak dicoba untuk menurunkan risiko sindrom patah hati, seperti melalui [4,12,13] :
Selain itu, mengatasi stres emosional maupun fisik dapat dilakukan dengan menjalani gaya hidup sehat seperti [4] :
Tinjauan Pengelolaan stres yang baik ditambah dengan pola makan dan tidur yang benar mampu menurunkan risiko sindrom patah hati. Penggunaan beta-blockers jangka panjang sesuai resep dokter biasanya berguna meminimalisir risiko kekambuhan sindrom ini.
1. Sarah A. Ahmad; Daniel Brito; Nauman Khalid; & Michael A. Ibrahim. Takotsubo Cardiomyopathy. National Center for Biotechnology Information; 2020.
2. Mahesh Vakamudi. ‘Broken-heart syndrome’… Be aware.. Indian Journal of Anaesthesia; 2016.
3. M.J.M. Cramer, B. De Boeck, P.G. Melman, & G-J. Sieswerda. The ‘broken heart’ syndrome. Netherlands Heart Journal; 2007.
4. Cleveland Clinic medical professional. Broken Heart Syndrome. Cleveland Clinic; 2021.
5. Radhakrishnan Ramaraj. Stress cardiomyopathy: aetiology and management. Postgraduate Medical Journal; 2007.
6. Anonim. Takotsubo cardiomyopathy (broken-heart syndrome). Harvard Health Publishing - Harvard Medical School; 2021.
7. Kristopher J. Selke, DO, Gaurav Dhar, MD, & Joel M. Cohn, MD. Takotsubo Cardiomyopathy Associated with Titration of Duloxetine. Texas Heart Institute Journal; 2011.
8. Dominika M. Zoltowska, Yashwant Agrawal, Sandeep Patria, Sourabh Aggarwal, Chandra S Reddy, Nishtha Sareen, Jagadeesh Kumar Kalavakunta & Vishal Gupta. Association Between Hypothyroidism and Takotsubo Cardiomyopathy: Analysis of Nationwide Inpatient Sample Database. Reviews on Recent Clinical Trials; 2018.
9. Valentin Schwarzbach, Karsten Lenk, & Ulrich Laufs. Methamphetamine‐related cardiovascular diseases. ESC Heart Failure; 2020.
10. Chun Fai Cheah, Mario Kofler, Alois Josef Schiefecker, Ronny Beer, Gert Klug, Bettina Pfausler, & Raimund Helbok. Takotsubo Cardiomyopathy in Traumatic Brain Injury. Neurocritical Care; 2017.
11. Ana María Castillo Rivera, Manuel Ruiz-Bailén, & Luis Rucabado Aguilar. Takotsubo cardiomyopathy – a clinical review. Medical Science Monitor; 2011.
12. Jan van Dixhoorn & Adrian White. Relaxation therapy for rehabilitation and prevention in ischaemic heart disease: a systematic review and meta-analysis. European Journal of Cardiovascular Prevention and Rehabilitation; 2005.
13. Mahdy Hassanzadeh Delui, Maliheh Yari, Gholamreza khouyinezhad, Maral Amini, & Mohammad Hosein Bayazi. The Open Cardiovascular Medicine Journal; 2013.