Tinjauan Medis : dr. Angelia Chandra
Bell’s Palsy atau idiopathic facial paralysis (IFP) adalah suatu kondisi kelumpuhan (dapat bersifat ringan atau berat) pada satu sisi wajah yang terjadi secara tiba-tiba. Kondisi kelumpuhan ini muncul
Daftar isi
Bell’s palsy adalah kondisi kelumpuhan pada wajah yang terjadi karena saraf wajah mengalami cedera atau kerusakan [1,2,3,4,5,6,7,8].
Kelemahan pada otot wajah ini sebenarnya dapat terjadi secara tiba-tiba dan berlangsung sementara di mana hal ini ditandai dengan satu sisi wajah yang melorot.
Siapapun dapat mengalami Bell’s palsy karena kondisi ini dapat terjadi pada usia berapapun.
Tinjauan Otot wajah yang lemah atau lumpuh karena gangguan pada saraf wajah disebut dengan Bell's palsy di mana hal ini ditandai dengan menurunnya salah satu sisi wajah.
Penyakit stroke adalah kondisi gangguan suplai darah menuju otak, baik itu disebabkan oleh penyumbatan pada aliran darah atau pembuluh darah yang pecah [4].
Karena otak tidak memperoleh pasokan darah yang memadai, maka otomatis pasokan nutrisi dan oksigen pun berkurang. Hal inilah yang menyebabkan matinya sel-sel sebagian area otak.
Penderita stroke akan mengalami penurunan kemampuan kognitif, kemampuan bicara, hingga massa otot sehingga akan kesulitan untuk bicara hingga berdiri dan berjalan.
Bell’s palsy adalah suatu kondisi di mana mendadak kelemahan terjadi pada otot salah satu sisi wajah saja.
Penyebab dari kelemahan atau kelumpuhan otot pada wajah ini rata-rata adalah peradangan pada saraf wajah berasal dari otak.
Pada seseorang yang mengalami stroke, dirinya dapat menderita Bell’s palsy, namun pada penderita Bell’s palsy tidak akan mengalami kesulitan berjalan, berdiri maupun berjalan seperti yang dialami oleh penderita stroke.
Tinjauan Bell's palsy dan stroke adalah dua kondisi berbeda di mana Bell's palsy dapat terjadi sebagai bagian dari penyakit stroke, namun tidak sebaliknya. Bila penyakit stroke berkaitan langsung dengan otak, Bell's palsy lebih kepada gangguan saraf pengendali otot wajah.
Penyebab utama Bell’s palsy adalah terjadinya peradangan, pembengkakan, atau tekanan pada saraf wajah.
Jika saraf pengendali otot wajah mengalami gangguan, maka sebagai efeknya otot wajah akan melemah atau bahkan mengalami kelumpuhan.
Hanya saja, faktor yang menyebabkan kerusakan saraf wajah ini belumlah diketahui secara pasti.
Diyakini oleh para ilmuwan bahwa infeksi viruslah yang berkemungkinan mampu menyebabkan kerusakan saraf, termasuk virus herpes simplex hingga virus meningitis [6].
Ketika infeksi terjadi, sebagai reaksi dari saraf wajah, pembengkakan pun terjadi.
Saat timbul bengkak, facial canal memperoleh tekanan sehingga darah dan oksigen yang seharusnya mengalir ke sel-sel saraf terhambat dan tidak maksimal.
Berikut ini adalah beberapa jenis virus yang dikaitkan dengan penyakit Bell’s palsy [6,7,8] :
Bell’s palsy dapat berisiko lebih tinggi terjad pada orang-orang tertentu seperti di bawah ini [1,3,6,7,8] :
Tinjauan Saraf wajah yang mengalami kerusakan atau gangguan mampu melumpuhkan otot wajah pada satu sisi saja. Gangguan pada saraf wajah dapat disebabkan oleh infeksi virus maupun cedera.
Saraf wajah utamanya mengatur gerakan mata dalam membuka dan menutup, mata berkedip, produksi air liur, produksi air mata, wajah mengerut, serta bibir yang tersenyum.
Maka ketika saraf ini dalam kondisi terganggu, beberapa gejala yang muncul antara lain adalah [1,3,5,6,7,8] :
Tinjauan Gejala utama Bell's palsy adalah menurunnya salah satu sisi wajah karena kelemahan otot, namun hal ini seringkali disertai dengan produksi air mata dan air liur yang berubah, kesemutan pada area pipi atau mulut, hingga sakit kepala maupun telinga.
Ketika beberapa kondisi gejala yang telah disebutkan mulai dialami, maka penting untuk memeriksakan diri ke dokter.
Umumnya, tidak ada metode diagnosa khusus untuk mendeteksi Bell’s palsy karena dokter biasanya akan memeriksa bagian wajah pasien secara langsung.
Dokter akan meminta pasien untuk misalnya mengangkat alis, menutup dan membuka mata, mengerutkan wajah, tersenyum, dan gerakan wajah lainnya untuk melihat ada tidaknya masalah pada otot wajah [7].
Karena kelumpuhan wajah tidak selalu berkaitan dengan Bell’s palsy, dokter perlu mengeliminasi berbagai kemungkinan gangguan kesehatan lain seperti tumor, penyakit Lyme, infeksi dan stroke dengan meminta pasien menempuh beberapa tes lanjutan.
Bila gejala fisik tidaklah cukup bagi dokter untuk mengonfirmasi Bell’s palsy maupun menentukan penyebabnya, maka beberapa tes lain inilah yang perlu dijalani lebih lanjut oleh pasien :
Banyak penderita Bell’s palsy yang bahkan dapat sembuh secara total tanpa penanganan atau perawatan apapun.
Namun bila pun penderita memang memerlukan perawatan tertentu, beberapa metode pengobatan secara medis dan non medis di bawah inilah yang umumnya diterapkan.
1. Obat-obatan
Ada beberapa jenis obat yang kemungkinan besar diresepkan oleh dokter untuk mengatasi gejala Bell’s palsy seperti [1,3,5,6,7,8] :
Prednisolone adalah obat jenis steroid yang umumnya diberikan bagi pasien dengan masalah peradangan.
Dokter meresepkan obat jenis ini bertujuan agar saraf yang terganggu dapat lebih cepat pulih.
Obat ini pun biasanya mampu menjadi pencegah pelepasan zat leukotrien dan prostaglandin penyebab radang.
Bila gejala yang dialami pasien salah satunya adalah produksi air mata yang berkurang, dokter biasanya akan memberi resep obat tetes mata untuk air mata buatan [1,3,5,6].
Ada pula obat dalam bentuk salep yang diberikan bila pasien tidak dapat berkedip dengan benar.
Namun bila gejala pada mata memburuk, maka datanglah ke dokter dan meminta bantuan medis segera.
Obat antivirus umumnya dapat dikombinasi bersama dengan prednisolone walaupun tingkat efektivitasnya tidak cukup besar dalam mengatasi gejala Bell’s palsy [2,3,5,6,7,8].
Antivirus yang biasanya diresepkan adalah valacyclovir walau memang manfaat antivirus sendiri untuk Bell’s palsy masih memerlukan bukti lebih banyak.
2. Terapi Fisik
Otot-otot yang mengalami kelumpuhan memerlukan terapi atau latihan khusus untuk kembali pulih [6,7,8].
Terapis profesional akan membantu pasien untuk menjalani terapi fisik melalui olahraga dan pijatan untuk otot-otot wajah.
Terapi fisik pun adalah jenis perawatan yang dapat mencegah gejala Bell’s palsy berulang.
3. Operasi
Opsi operasi direkomendasikan dokter kepada pasien bila memang diperlukan dan obat maupun terapi fisik tidak efektif.
Operasi dekompresi atau pengurangan tekanan umumnya dianjurkan bagi pasien dengan cedera saraf wajah hingga pasien yang mengalami kehilangan pendengaran permanen [1,5,7].
Sementara itu, bagi pasien dengan masalah saraf wajah yang sudah cukup serius, operasi plastik kemungkinan besar dibutuhkan oleh pasien untuk memperbaiki otot wajahnya [1].
1. Akupuntur
Pengobatan alternatif dengan menggunakan jarum-jarum khusus yang ditempatkan pada kulit penderita Bell’s palsy layak dicoba.
Akupuntur dapat membantu menstimulasi otot dan saraf agar tekanan berkurang [1,7,8].
2. Obat Pereda Nyeri
Tanpa resep dari dokter, penderita gejala Bell’s palsy dapat menggunakan obat pereda nyeri seperti acetaminophen, ibuprofen, dan aspirin supaya gejala nyeri pada wajah atau sekitar telinga dan mata dapat berkurang [1,6,7,8].
3. Pelindung Mata
Penggunaan pelindung mata seperti kacamata ataupun penutup mata baik siang maupun malam hari bertujuan untuk memberikan perlindungan bagi mata [6,7].
Penggunaan pelindung mata ini adalah agar mata tidak mudah terkena aktivitas tangan saat berada di wajah.
Tinjauan Penanganan Bell's palsy dapat berupa tindakan medis (obat-obatan, terapi fisik, atau operasi) serta tindakan perawatan mandiri dengan menggunakan pelindung mata, obat pereda nyeri tanpa resep dokter, atau pengobatan alternatif seperti akupuntur.
Banyak penderita Bell’s palsy yang dapat sembuh baik itu dengan pertolongan medis maupun tidak.
Walau risiko komplikasi tergolong sangat kecil, beberapa kondisi komplikasi ini pun tetap berbahaya, khususnya bila penderita mengalami Bell’s palsy yang lebih buruk.
Tinjauan Kerusakan saraf wajah permanen, kebutaan pada sebagian atau seluruh mata, dan synkinesis adalah risiko komplikasi dari Bell's palsy walau sangat jarang kasus komplikasi Bell's palsy.
Karena tak diketahui secara pasti apa faktor penyebab gangguan pada saraf wajah yang membuat otot wajah bermasalah, maka cukup sulit dan tergolong mustahil untuk mencegah Bell’s palsy [3].
Meski sulit untuk mencegah Bell’s palsy, saat kondisi ini terjadi, sangat jarang gejala berkembang menjadi komplikasi yang lebih serius.
Kemungkinan Bell’s palsy untuk menjadi kondisi permanen atau bahkan kembali terulang saat penderita sudah sembuh itu sangat kecil.
Namun bila terjadi tanda-tanda Bell’s palsy, segera hubungi dokter untuk penanganan yang lebih cepat.
Tinjauan Tidak ada cara mencegah Bell's palsy karena penyebab pasti kondisi ini pun belum diketahui.
1) Anonim. 2020. National Institute of Neurological Disorders and Stroke. Bell's Palsy Fact Sheet.
2) N. Julian Holland & Jonathan M. Bernstein. 2014. US National Library of Medicine National Institutes of Health. Bell's palsy.
3) Shahram Lotfipour, MD & Melissa Conrad Stöppler, MD. 2019. eMedicineHealth. Bell's Palsy.
4) Rod Brouhard, EMT-P & Claudia Chaves, MD. 2019. Verywell Health. The Difference Between Bell's Palsy and Stroke.
5) Danette C Taylor, DO, MS, FACN, Sally B Zachariah, MD, & Selim R Benbadis, MD. 2019. Medscape. Bell Palsy.
6) April Khan, Marijane Leonard & Seunggu Han, MD. 2017. Healthline. Bell’s Palsy: What Causes It and How Is It Treated?
7) Mayo Clinic Staff. 2018. Mayo Clinic. Bell's palsy.
8) Anonim. Brain Facts. Bell's Palsy.