Penyakit & Kelainan

Limfadenopati : Penyebab – Gejala dan Pengobatan

√ Scientific Base Pass quality & scientific checked by advisor, read our quality control guidelance for more info

Apa Itu Limfadenopati?

Limfadenopati merupakan sebuah kondisi ketika kelenjar getah bening membesar atau membengkak baik di satu atau beberapa area [1,2,5,7,9].

Kelenjar getah bening terdapat di beberapa bagian tubuh, seperti leher, belakang telinga, dagu, ketiak, belakang kepala, serta pangkal paha [7].

Peran dari kelenjar ini adalah sebagai pembasmi bakteri maupun virus yang mengancam kesehatan dan bila kelenjar ini mengalami gangguan, otomatis fungsi tubuh menjadi tak maksimal [1,11].

Kelenjar getah bening normalnya memang dapat membesar, namun bila ukurannya lebih dari normal, hal ini perlu dicurigai dan diperiksakan segera.

Setiap orang sendiri memiliki ukuran normal kelenjar getah bening yang berbeda-beda, tergantung lokasi kelenjar getah bening, usia seseorang, dan seberapa kuat imun orang tersebut.

Apakah limfadenopati adalah penyakit menular?

Limfadenopati bukan penyakit menular, namun bila berkaitan atau disebabkan oleh virus atau bakteri menular, kondisi ini dapat menular [1,2,5,9].

Salah satu jenis virus yang dapat menular dan menyebabkan limfadenopati adalah virus penyebab flu [9].

Penularan infeksi virus dapat terjadi dari penderita ke orang lain, namun orang lain yang terinfeksi virus belum tentu mengalami limfadenopati.

Tinjauan
Limfadenopati adalah kondisi ketika kelenjar getah bening mengalami pembesaran/pembengkakan yang bisa terjadi karena berbagai macam faktor penyebab, termasuk infeksi virus maupun bakteri.

Fakta Tentang Limfadenopati

  1. Limfadenopati adalah suatu kondisi yang dapat dialami baik oleh anak-anak maupun orang dewasa di mana pada anak-anak lebih sering dijumpai penyebab limfadenopati jinak [1].
  2. Limfadenopati pada orang dewasa juga diketahui memiliki tingkat keganasan yang rendah [1].
  3. Menurut sebuah hasil studi di Belanda, terdapat 2.556 orang pasien mengalami limfadenopati yang belum jelas dan diantaranya 10% pasien perlu menempuh biopsi lebih dulu dan kemudian dijumpai 1,1% pasien yang diketahui mengidap limfadenopati ganas (yang disebabkan oleh kanker) [1].
  4. Afrika Selatan dan India menjadi wilayah endemik limfadenomati dengan HIV, infeksi parasit, serta TBC (tuberkulosis) sebagai penyebab utamanya [1].
  5. Di Amerika Serikat, prevalensi limfadenopati diperkirakan mencapai 38-45% untuk anak-anak yang utamanya disebabkan oleh infeksi bakteri maupu virus [2].
  6. Di Indonesia, belum terdapat data spesifik mengenai prevalensi limfadenopati walaupun penyakit ini bukan lagi penyakit baru atau asing.

Penyebab Limfadenopati

Berbagai macam kondisi mampu menyebabkan limfadenopati dan berikut ini merupakan faktor-faktor penyebab yang perlu diwaspadai :

Kapan sebaiknya memeriksakan diri ke dokter?

Sejumlah kondisi lain yang tak tercantum di atas pun berpotensi menyebabkan limfadenopati.

Oleh sebab itu, ketika pada bagian-bagian tubuh yang telah disebutkan sebagai letak kelenjar getah bening berada mengalami pembengkakan, segera ke dokter.

Periksakan untuk cepat mengetahui penyebabnya sehingga dapat ditangani sejak dini.

Tinjauan
Penggunaan obat tertentu, kanker, penyakit autoimun, serta infeksi dapat menjadi penyebab limfadenopati.

Gejala Limfadenopati

Gejala utama yang ditimbulkan oleh kondisi limfadenopati adalah kelenjar getah bening yang membengkak.

Bentuk pembengkakan adalah benjolan di bawah kulit yang bila disentuh bisa saja tak terasa sakit, namun beberapa penderita lainnya kemungkinan merasakan sakit.

Maka bila di area belakang kepala, pangkal paha, leher, belakang telinga, dagu atau ketiak terjadi pembesaran, tandanya kelenjar getah bening sedang membengkak [1,2,5,6,7].

Benjolan bawah kulit bukan satu-satunya gejala yang perlu dikenali dan diwaspadai.

Terdapat gejala lain yang juga menyertai tergantung lokasi pembengkakan, kondisi kesehatan menyeluruh seseorang, serta penyebabnya.

Sejumlah gejala yang berpotensi terjadi pada penderita limfadenopati antara lain adalah [1] :

Apabila beberapa keluhan berikut mulai dialami, jangan ragu untuk segera ke dokter dan menempuh beberapa pemeriksaan [1,2,5,7] :

  • Pembengkakan kelenjar getah bening terjadi tanpa sebab yang jelas.
  • Bengkak saat disentuh tidak bergerak dan terasa keras.
  • Pembengkakan kelenjar getah bening semakin besar.
  • Pembengkakan kelenjar getah bening dialami selama lebih dari 14 hari.

Pada sebagain kasus limfedenopati, penderitanya tidak mengalami keluhan gejala.

Namun bila saat menyentuh bagian-bagian tubuh tertentu dirasakan adanya benjolan tanpa sebab dan mencurigakan, segera periksakan.

Alangkah lebih baik pula bila pasien memeriksakan kesehatan secara rutin agar keberadaan benjolan mencurigakan dapat diketahui secara awal.

Tinjauan
Pembengkakan dalam bentuk benjolan bawah kulit pada area kelenjar getah bening merupakan gejala utama limfadenopati. Namun selain itu, terdapat beberapa gejala lain seperti berat badan turun, keringat berlebihan di malam hari, tubuh lemas, kemunculan ruam serta demam.

Pemeriksaan Limfadenopati

Ketika memeriksakan diri ke dokter, sejumlah metode diagnosa yang dokter akan terapkan kepada pasien antara lain :

  • Pemeriksaan Fisik dan Riwayat Kesehatan

Dokter perlu mengetahui lokasi pembengkakan dan menyentuhnya untuk mengetahui tekstur serta ukuran benjolan [1,2,8].

Selain itu, dokter juga akan bertanya kepada pasien seputar riwayat gejala, riwayat penyakit yang pernah diderita, dan riwayat pengobatan [1,8].

Dokter perlu mengetahui kapan pasien mengalami bengkak di kelenjar getah bening.

  • Tes Darah

Tes hitung darah lengkap biasanya dokter rekomendasikan kepada pasien dengan tujuan mendeteksi adanya kondisi infeksi [1,5].

Melalui tes darah, jika terdapat infeksi maka jenis infeksi pun dapat teridentifikasi.

  • Tes Pemindaian

MRI maupun CT scan merupakan dua metode tes pemindaian yang dokter anjurkan bagi pasien untuk ditempuh [1,9].

Dokter dalam prosedur kedua tes ini harus lebih dulu menyuntikkan zat pewarna kontras ke dalam tubuh pasien.

Tes ini berguna sebagai pendeteksi adanya tumor maupun sumber infeksi di dalam tubuh yang menyebabkan kelenjar getah bening membengkak [1].

Namun bila pasien memiliki riwayat alergi, pastikan menginformasikan kepada dokter agar dokter mencari alternatifnya.

  • Biopsi

Biopsi atau pengambilan sampel jaringan juga diperlukan untuk menegakkan diagnosa [1,5,7,9].

Dokter pada prosedur ini akan mengambil sampel kelenjar getah bening yang membengkak, lalu menganalisanya di bawah mikroskop.

Hal ini bertujuan untuk mengetahui adanya masalah pada kelenjar getah bening dan menentukan pengobatan yang sesuai dengan kondisi pasien.

Tinjauan
Pemeriksaan fisik, pemeriksaan riwayat kesehatan, tes darah, tes pemindaian, hingga biopsi merupakan rangkaian metode diagnosa yang umumnya perlu ditempuh oleh pasien.

Pengobatan Limfadenopati

Setelah mengetahui penyebab pembengkakan di kelenjar getah bening, dokter baru dapat menentukan pengobatan yang sesuai.

Ini karena pengobatan harus disesuaikan dengan kondisi pasien, lokasi bengkak, serta penyebab bengkak.

Meski pada sebagian kecil kasus limfadenopati dapat sembuh dengan sendirinya tanpa mendapatkan penanganan medis, sebagian kasus lainnya bisa saja merupakan tanda penyakit yang lebih serius sehingga memerlukan penanganan medis.

Pengobatan untuk Penyakit Autoimun

Bila kelenjar getah bening membengkak karena penyakit autoimun, seperti halnya penyakit rheumatoid arthritis atau Lupus, dokter biasanya akan meresepkan obat-obatan khusus.

Kortikosteroid merupakan salah satu obat imunosupresif yang akan diresepkan kepada pasien [1].

Namun bila pembengkakan terasa sakit, dokter juga akan memberikan obat pereda nyeri seperti naproxen atau ibuprofen [9].

Pengobatan untuk Infeksi

Limfadenopati umumnya disebabkan oleh infeksi bakteri dan untuk kasus ini, biasanya dokter akan meresepkan antibiotik sebagai obatnya [1,7,9].

Pengobatan limfadenopati karena infeksi perlu disesuaikan dengan jenis infeksi agar penanganan tepat sasaran.

Jika infeksi virus atau jamur yang menyebabkan limfadenopati, maka biasanya dokter akan memberikan terapi antivirus atau antijamur dalam bentuk obat-obatan [1].

Berhenti dari Penggunaan Obat Tertentu

Bila limfadenopati disebabkan oleh penggunaan obat tertentu, maka biasanya dokter akan meminta pasien menghentikannya lebih dulu [1].

Kondisi setelah berhenti menggunakan obat tersebut akan dievaluasi kembali oleh dokter.

Jika memang perlu, dokter akan memberikan obat alternatif yang lebih aman dengan efek yang lebih ringan.

Pengobatan untuk Kanker

Bila limfadenopati disebabkan oleh kanker, maka dokter akan merekomendasikan sejumlah tindakan perawatan untuk mengatasi kanker tersebut.

Dokter perlu lebih dulu memastikan apa jenis kanker yang pasien derita, kemudian menentukan pengobatan yang dapat diberikan.

Namun umumnya, kanker dapat diatasi dengan prosedur bedah (pengangkatan tumor), radioterapi, maupun kemoterapi [1,5].

Pasien perlu melakukan konsultasi secara rinci dengan dokter mengenai metode pengobatan agar tepat dengan penyebab limfadenopati.

Penting untuk bertanya kepada dokter mengenai efek samping obat atau prosedur medis yang ditempuh serta berapa lama metode pengobatan harus dijalani.

Tinjauan
Pengobatan limfadenopati menyesuaikan dengan penyebab serta kondisi kesehatan menyeluruh pasien.

Komplikasi Limfadenopati

Ketika kondisi limfadenopati tidak segera memperoleh penanganan, gejala akan berkembang semakin memburuk, terutama jika disebabkan oleh kanker [1].

Kanker berpotensi menyebar atau yang dikenal dengan istilah metastasis [1,5,7,10].

Namun bila limfadenopati disebabkan oleh penyakit autoimun, penyakit ini tetap bersifat progresif di mana gejala dapat memburuk dan bahkan memicu kanker [1].

Selain itu, kekebalan disfungsional merupakan risiko komplikasi lainnya yang penderita limfadenopati harus waspadai apabila memiliki penyakit autoimun [1].

Bila komplikasi-komplikasi ini pun tak segera memperoleh pengobatan yang tepat, kondisi dapat berakibat pada kematian.

Tinjauan
Risiko komplikasi limfadenopati tergantung dari faktor penyebabnya. Umumnya, risiko komplikasi berupa kanker yang bermetastasis (menyebar) serta kekebalan disfungsional sangat tinggi.

Pencegahan Limfadenopati

Untuk mencegah agar limfadenopati tidak terjadi, atau ingin meminimalisir risiko timbulnya kembali pembengkakan di kelenjar getah bening, beberapa upaya berikut dapat dilakukan [9] :

  • Rajin mencuci tangan agar terhindar dari bakteri, virus maupun jamur yang dapat menginfeksi kapan saja.
  • Hindari menyentuh wajah, terutama bagian hidung, mulut dan mata dengan tangan sebelum mencucinya dengan sabun dan air sampai bersih.
  • Tidur dan istirahat cukup setiap hari.
  • Konsumsi makanan bergizi yang sehat dan seimbang.
  • Hindari berinteraksi apalagi melakukan kontak dengan orang yang sedang sakit, karena kita tidak pernah tahu apakah orang tersebut mengalami infeksi atau tidak.
  • Lakukan olahraga untuk menjaga kebugaran tubuh.
  • Gunakan disinfektan untuk membersihkan kuman di rumah maupun di tempat kerja.
Tinjauan
Memiliki gaya hidup sehat dan menjaga kebersihan diri serta lingkungan dapat meminimalisir risiko limfadenopati.

1. Ruby Maini & Shivaraj Nagalli. Lymphadenopathy. National Center for Biotechnology Information; 2020.
2. Vikramjit S Kanwar, MBBS, MBA, MRCP(UK), FAAP, Mary L Windle, PharmD, Larry I Lutwick, MD, FACP, Russell W Steele, MD, Gary J Noel, MD, & Richard H Sills, MD, Lymphadenopathy. Medscape; 2020.
3. C P Lau, K L Wong, C K Wong, & W H Leung. Acute lymphadenopathy complicating quinidine therapy. Postgraduate Medical Journal; 1990.
4. R M Valente, P M Banks, & D L Conn. Characterization of lymph node histology in adult onset Still's disease. The Journal of Rheumatology; 1989.
5. Karan Thakkar, Saket Mukund Ghaisas, & Manmohan Singh. Lymphadenopathy: Differentiation between Tuberculosis and Other Non-Tuberculosis Causes like Follicular Lymphoma. Frontiers in Public Health; 2016.
6. Iulia Bujoreanu & Vikas Gupta. Anatomy, Lymph Nodes. National Center for Biotechnology Information; 2020.
7. Walker HK, Hall WD, Hurst JW, & editors. Clinical Methods: The History, Physical, and Laboratory Examinations. 3rd edition. Boston: Butterworths; 1990.
8. Pankaj Kumar Garg, Bhupendra Kumar Jain, Indu Bhushan Dubey, & Amit Kumar Sharma. Generalized lymphadenopathy: physical examination revisited. Annals of Saudi Medicine; 2013.
9. Cleveland Clinic medical professional. Swollen Lymph Nodes. Cleveland Clinic; 2019.
10. Rui-Cheng Ji. Lymph Nodes and Cancer Metastasis: New Perspectives on the Role of Intranodal Lymphatic Sinuses. International Journal of Molecular Sciences; 2017.
11. Shan Liao, PhD and Timothy P. Padera, PhD. Lymphatic Function and Immune Regulation in Health and Disease. Lymphatic Research and Biology; 2013.

Share