Penyakit & Kelainan

Mioklonus : Jenis – Gejala dan Pengobatan

√ Scientific Base Pass quality & scientific checked by advisor, read our quality control guidelance for more info

Tinjauan Medis : dr. Maria Arlene, Sp.Ak
Mioklonus adalah terjadinya spasme/kejang otot yang mendadak. Gerakan ini terjadi secara involunter dan tidak dapat dihentikan atau dikontrol. Mioklonus biasanya tidak berdiiri sendiri melainkan suatu

Apa Itu Mioklonus?

Mioklonus adalah sebuah kondisi otot yang menyentak secara tiba-tiba atau dapat dikatakan sebagai kejang otot mendadak [1,2,3,10,11,13].

Gerakan kejang atau sentakan otot dapat terjadi pada satu otot saja atau sekelompok otot tertentu di mana parahnya hal ini tidak dapat dikendalikan maupun dihentikan [1,10].

Kejang atau sentakan otot ini bersifat acak atau berpola, dapat merupakan sebuah penyakit atau justru suatu gejala dari penyakit tertentu [3,10].

Tinjauan
Mioklonus merupakan kondisi sentakan atau kejang otot mendadak yang bisa menyerang satu atau sekelompok otot tanpa bisa dikendalikan.

Fakta Tentang Mioklonus

  1. Mioklonus adalah jenis penyakit yang langka di Amerika Serikat dengan prevalensi seumur hidup 8,6 per 100.000 populasi [1,2].
  2. Kurang lebih 27% kasus mioklonus tidak bersifat jangka panjang dan justru terjadi sementara dan disebabkan oleh efek penggunaan obat tertentu [1].
  3. Dari tahun 1976 hingga 1990, diketahui bahwa rata-rata kasus mioklonus per tahunnya adalah 1,3 per 100.000 jiwa [1].
  4. Dari seluruh kasus mioklonus, 72% pasien mengalami jenis mioklonus simptomatik yang diikuti dengan sekitar 17% kasus mioklonus epileptik dan sekitar 11% pasien dengan mioklonus esensial [1].
  5. Di Indonesia, prevalensi mioklonus belum diketahui jelas karena laporan kasus ini masih tergolong sangat sedikit, terutama kasus mioklonus pada wanita hamil dan pasca melahirkan [2].

Jenis-jenis Mioklonus

Mioklonus terdiri dari beberapa jenis kondisi menurut penyebabnya, dan di bawah ini adalah jenis-jenis mioklonus yang paling umum terjadi :

Mioklonus Palatal

Mioklonus palatal adalah jenis mioklonus yang terjadi tepatnya pada langit-langit lunak di bagian belakang belakang [4].

Hal ini ditandai dengan ritme kontraksi yang teratur dan bisa terjadi di salah satu atau kedua sisi langit-langit mulut [4].

Selain itu, mioklonus palatal juga dapat menyerang diafragma, tenggorokan, lidah dan juga wajah [4].

Kejang yang dirasakan penderita cukup cepat karena setiap menitnya dapat mengalami 150 kali kejang disertai dengan suara ‘klik’ selama kontraksi terjadi [5].

Mioklonus Esensial

Mioklonus jenis esensial ini terjadi tanpa sebab yang jelas atau bersifat idiopatik [1,3].

Gejala kejang atau sentakan pada otot biasanya terjadi stabil dan risiko memburuk sangat kecil [1,3].

Mioklonus Refleks Kortikal

Mioklonus jenis ini mirip dengan kejang pada kondisi epilepsi yang menyerang lapisan luar jaringan otak [6].

Ada beberapa otot dalam satu bagian tubuh yang dapat mengalami kejang, namun ada pula yang memengaruhi banyak otot [6].

Gerakan tubuh tertentu mampu memperburuk kondisi kejang penderita [6].

Mioklonus Action

Mioklonus jenis ini memiliki tingkat keparahan paling tinggi di mana kejang dirasakan pada wajah, tungkai dan lengan [1,3].

Kekurangan oksigen atau kurangnya aliran darah menuju otak dapat menyebabkan mioklonus action [7].

Kejang dapat terjadi tanpa bisa dikendalikan dan berpotensi memburuk.

Mioklonus Simptomatik

Jenis mioklonus ini adalah bentuk paling umum yang berhubungan dengan kondisi medis atau trauma tertentu.

Mioklonus jenis ini dapat disebabkan oleh beberapa kondisi seperti [1,3,8] :

  • COVID-19
  • Ataksia
  • Penyakit Parkinson
  • Kelainan metabolisme
  • Kondisi radang autoimun
  • Reaksi obat
  • Infeksi
  • Cedera tulang belakang atau kepala
  • Penyakit lipid storage (penimbunan lemak)
  • Gagal hati
  • Gagal ginjal
  • Kekurangan oksigen dalam waktu yang lama
  • Keracunan zat atau obat tertentu

Mioklonus Sleep

Mioklonus jenis ini terjadi ketika seseorang sudah tertidur dan kondisi ini pun diketahui lebih parah dari sindrom kaki gelisah [3].

Meski demikian, pengobatan untuk kondisi ini tidak terlalu dibutuhkan [3].

Epilepsi Mioklonus Progresif

Epilepsi mioklonus progresif adalah sebuah kelompok penyakit yang dapat memburuk dan bahkan berakibat fatal bagi penderitanya [9].

Jenis mioklonus ini sangat rentan terjadi pada anak-anak dan remaja, lalu kemudian kondisi berkembang seiring bertambahnya usia [9].

Kejang epileptik, mioklonus dan beberapa gejala serius lainnya dapat terjadi lalu memengaruhi gerakan tubuh serta cara bicara [9].

Epilepsi mioklonus progresif pun masih terbagi menjadi beberapa kondisi yang perlu diwaspadai, yakni [9] :

  • Degenerasi sistem yang kemudian menjadi penyebab ketidakseimbangan tubuh dan kesulitan berjalan, serta kejang dan mioklonus action.
  • Cerebral storage disease, yaitu sebuah kondisi penyebab masalah penglihatan, demensia, distonia, dan mioklonus .
  • Lafora body disease, yaitu sebuah kondisi yang diturunkan dan mampu menyebabkan demensia, mioklonus, serta kejang epileptik.

Mioklonus Fisiologis

Orang-orang yang memiliki tubuh sehat dapat mengalami mioklonus fisiologis ini [10].

Biasanya, jenis mioklonus ini ditandai dengan kejang yang berhubungan dengan olahraga dan kecemasan [10].

Penderita juga dapat mengalami cegukan ditambah dengan bayi yang ketika tidur mengalami kejang otot kecil [10].

Meski demikian, penyakit ini tidak terlalu membutuhkan penanganan karena dapat pulih dengan sendirinya [10].

Mioklonus Stimulus-Sensitive

Jenis mioklonus ini dapat terjdi karena berbagai faktor, seperti cahaya, gerakan, dan kebisingan [1,3].

Seseorang yang memiliki sensitivitas lebih tinggi dapat mengalami kejang ketika mendapatkan kejutan [1,3].

Mioklonus Refleks Retikular

Jenis mioklonus ini adalah salah satu bentuk epilepsi yang terjadi pada batang otak dan seluruh tubuh akan terpengaruh oleh kejang yang terjadi [1].

Otot-otot pada dua sisi tubuh akan bereaksi, namun pada beberapa kasus hanya sebagian otot pada salah satu bagian tubuh saja yang terpengaruh [1].

Gerakan tubuh tertentu yang disengaja pun dapat menjadi pemicu timbulnya kejang [1].

Tinjauan
Mioklonus terdiri dari beberapa jenis kondisi, yakni mioklonus palatal, mioklonus esensial, mioklonus refleks retikular, mioklonus stimulus-sensitive, mioklonus fisiologis, mioklonus refleks kortikal, mioklonus action, mioklonus simptomatik, epilepsi mioklonis progresif, dan mioklonus sleep.

Penyebab Mioklonus

Mioklonus dapat terjadi karena adanya gangguan di sistem saraf (sumsum tulang dan juga otak) [1,3].

Hanya saja, penyebab sistem saraf pusat mengirim impuls listrik ke otot sehingga otot mengalami kejang masih belum diketahui jelas [3].

Namun, faktor cedera terutama cedera pada saraf perifer mampu menjadi pemicu mioklonus walau hal ini sangat jarang terjadi [3].

Gejala Mioklonus

Mioklonus dapat menimbulkan gejala yang beragam menurut jenis dan penyebabnya.

Tingkat keparahan gejala pun mulai dari ringan tanpa membutuhkan penanganan khusus hingga parah [1,3].

Frekuensi timbulnya kejang pun mulai dari yang sangat jarang hingga sangat sering.

Area tubuh yang mengalami kejang pun berbeda-beda, tergantung otot yang terpengaruh serta penyebabnya.

Namun secara umum, mioklonus dapat menyebabkan beberapa keluhan seperti berikut [1,3,11] :

  • Kejang yang terjadi tiba-tiba.
  • Kejang singkat.
  • Kejang yang tidak dapat dikendalikan.
  • Kejang yang menyebar ke otot-otot seluruh tubuh.
  • Kejang hanya dirasakan di salah satu bagian tubuh saja.
  • Kejang dengan frekuensi dan intensitas yang tidak teratur.
  • Kejang dapat terasa begitu hebat hingga kegiatan berjalan, berbicara dan makan akan terganggu.
  • Kejang timbul mirip dengan kondisi syok.

Kapan sebaiknya memeriksakan diri ke dokter?

Ketika gejala kejang mulai timbul terlalu sering atau justru bersifat persisten/konstan, segera ke dokter, periksakan diri dan mengonsultasikannya.

Beberapa metode pemeriksaan akan membantu proses evaluasi dalam mengetahui apa penyebab dan jenis mioklonus yang diderita oleh pasien.

Tinjauan
Gejala utama mioklonus adalah kejang, namun kejang ini dapat bervariasi, mulai dari timbul mendadak, singkat, menyebar, hingga tak terkendali.

Pemeriksaan Mioklonus

Ketika memeriksakan diri ke dokter, deretan prosedur pemeriksaan berikut umumnya dokter terapkan kepada pasien :

  • Pemeriksaan Fisik dan Riwayat Kesehatan

Dokter biasanya akan memeriksa kondisi fisik pasien lebih dulu, diikuti dengan menanyakan riwayat medis dan gejala pasien.

Ada kemungkinan dokter pun mencoba mengumpulkan informasi mengenai riwayat medis keluarga pasien [12].

  • EMG (Elektromiografi)

Prosedur ini dilakukan oleh dokter dengan memasang elektroda pada beberapa otot, terutama bagian otot yang sering mengalami kejang [1,3,10].

Elektroda tersebut berfungsi utama sebagai perekam aktivitas listrik otot pada waktu beristirahat maupun saat sedang bergerak [10].

Pola mioklonus dapat terdeteksi melalui sinyal-sinyal yang alat tersebut hasilkan [10].

Prosedur pemeriksaan ini juga bertujuan merekam aktivitas listrik, namun khususnya pada bagian otak [1,3,10].

Elektroda kecil akan ditempelkan ke kulit kepala pasien untuk bisa mengetahui dari maa asal mioklonus terjadi [10].

Pada proses pemeriksaan ini, dokter akan meminta pasien bernapas dalam-dalam sambil mendengar beberapa suara atau melihat ke arah cahaya terang.

Aktivitas listrik otak yang abnormal dapat terdeteksi melalui prosedur pemeriksaan ini.

  • Tes Laboratorium

Tes genetik atau tes laboratorium kemungkinan dokter anjurkan kepada pasien untuk bisa mengidentifikasi penyebab mioklonus secara jelas [3,10].

Tes laboratorium atau genetik ini meliputi tes darah dan urine untuk mendeteksi penyakit hati, penyakit ginjal, penyakit autoimun, kelainan metabolik, racun atau obat-obata, maupun penyakit diabetes [3].

Tes pemindaian adalah salah satu tes pendukung yang juga pasien perlu jalani agar dokter mampu mengetahui adanya masalah atau keabnormalan pada struktur otak dan sumsum tulang belakang [3,10].

Keberadaan tumor pada sumsum tulang dan otak juga dapat terdeteksi melalui MRI maupun CT scan yang bisa jadi merupakan penyebab timbulnya gejala mioklonus [3,10].

Tinjauan
Metode diagnosa mioklonus meliputi pemeriksaan fisik, pemeriksaan riwayat kesehatan, tes laboratorium, elektromiografi, elektroensefalografi, dan MRI scan.

Pengobatan Mioklonus

Dari hasil pemeriksaan, dokter baru dapat mengetahui apa faktor penyebab gejala mioklonus.

Jika sudah diketahui penyebabnya, maka akan lebih mudah bagi dokter dalam memberikan penanganan yang sesuai.

Beberapa metode pengobatan mioklonus meliputi pemberian obat-obatan, terapi, hingga prosedur bedah.

Melalui Obat-obatan

Jenis obat-obatan yang dokter dapat resepkan kepada pasien antara lain adalah :

  • Tranquilizers

Salah satu obat golongan tranquilizers adalah clonazepam, yakni obat paling umum yang efektif dalam menangani gejala-gejala mioklonus [1,3,7,8].

Hanya saja, beberapa efek samping dapat terjadi selama penggunaan obat ini, seperti rasa kantuk dan lelah di saat yang sama serta kehilangan keseimbangan tubuh.

  • Antikonvulsan

Antikonvulsan atau obat antikejang merupakan jenis obat yang menjadi pengendali kejang epileptik.

Obat golongan antikonvulsan yang umumnya dokter resepkan untuk mengatasi gejala mioklonus adalah primidone, zonisamide, valproic acid, dan levetiracetam [1,3,7,10,13].

Selain keempat obat tersebut, piracetam adalah obat yang tidak tersedia di Amerika Serikat namun dikenal efektif dalam menangani gejala mioklonus [7].

Sebelum menggunakan obat-obatan antikonvulsan, sebaiknya konsultasikan dengan dokter mengenai kemungkinan efek sampingnya.

Primidone dan valproic acid diketahui mampu menimbulkan efek samping seperti mual.

Sementara itu, levetiracetam dapat menimbulkan efek samping berupa rasa pusing dan kelelahan pada pengonsumsinya.

Melalui Terapi

Terapi botox (botulinum toxin) yang pemberiannya dilakukan melalui prosedur injeksi/suntik diketahui dapat menangani berbagai jenis kondisi mioklonus [1,3,6,10,13].

OnabotulinumtoxinA adalah salah satu golongan botox yang dapat diandalkan.

Melalui Operasi

Bila tumor adalah penyebab mioklonus, otomatis dokter akan merekomendasikan prosedur bedah sebagai solusi utama [11,13].

Prosedur operasi juga paling direkomendasikan oleh dokter bagi pasien mioklonus yang wajah atau telinganya terpengaruh.

Selain itu, DBS (deep brain stimulation) adalah metode yang beberapa waktu terakhir diterapkan kepada sebagian pasien mioklonus dan gangguan gerakan tubuh lainnya [1].

Bagaimana prognosis mioklonus?

Penyebab mioklonus menentukan seberapa baik prognosis kondisi ini. Jika tergolong ringan, penderita mioklonus tanpa penanganan khusus akan tetap baik-baik saja [1].

Bila pun memerlukan penanganan medis, mioklonus ringan berpeluang lebih cepat diatasi [1].

Pada kasus mioklonus yang terjadi karena penggunaan obat, pemulihan berjalan dengan baik ketika penderita berhenti menggunakan obat tersebut [1].

Tinjauan
Pengobatan mioklonus umumnya melalui pemberian obat-obatan, terapi botulinum toxin, dan operasi (apabila memang diperlukan dan gejala tak dapat ditangani dengan obat-obatan).

Komplikasi Mioklonus

Walau pada beberapa jenis kondisinya mioklonus tidak berbahaya dan cenderung bersifat ringan, beberapa risiko komplikasi tetap dapat terjadi dan perlu diwaspadai, yaitu [1] :

  • Gejala depresi
  • Aktivitas sehari-hari yang terhambat
  • Gerakan tubuh tidak tepat sehingga aktivitas tertentu tidak dapat dilakukan

Pencegahan Mioklonus

Mioklonus tidak selalu dapat dicegah, namun beberapa hal berikut setidaknya dapat meminimalisir risiko penyakit ini.

  • Melindungi kepala dan otak agar tidak mudah cedera, yakni dengan mengenakan helm saat berkendara atau mengenakan pelindung kepala khusus saat beraktivitas (termasuk olahraga kontak fisik).
  • Menghubungi atau menemui dokter segera setelah mengalami kejang otot yang cukup sering.
  • Menghubungi atau menemui dokter apabila kejang terjadi usai mengonsumsi obat tertentu.
Tinjauan
Melindungi tulang belakang dan otak dari cedera merupakan pencegahan terbaik agar mioklonus tidak terjadi. Untuk menghindari komplikasi, segera ke dokter saat mengalami kejang.

1. Wael Ibrahim; Nowera Zafar; & Sandeep Sharma. Myoclonus. National Center for Biotechnology Information; 2020.
2. Anonim. Pertemuan Ilmiah Nasional PERDOSSI 2017. Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga; 2017.
3. Cleveland Clinic medical professional. Myoclonus (Muscle Twitch). Cleveland Clinic; 2020.
4. G E Diehl & E Wilmes. Etiology and clinical aspects of palatal myoclonus. Laryngorhinootologie; 1990.
5. Viresh Arora & Mike Smith. Palatal myoclonus: A long follow-up experience. Indian Journal of Otology; 2015.
6. M Hallett, D Chadwick, & C D Marsden. Cortical reflex myoclonus. Neurology; 1979.
7. Faik ILIK, MD, Mustafa Kemal ILIK, MD, & İlker ÇÖVEN, MD. Levatiracetam for the management of Lance-Adams syndrome. Iranian Journal of Child Neurology; 2014.
8. Pria Anand, MD, Asma Zakaria, MD, Karima Benameur, MD, Charlene Ong, MD, Maryann Putman, MD, Sarah O’Shea, MD, David Greer, MA, MD, & Anna M. Cervantes-Arslanian, MD. Myoclonus in Patients With Coronavirus Disease 2019: A Multicenter Case Series. Wolters Kluwer Public Health Emergency Collection; 2020.
9. Silvana Franceschetti, MD, Roberto Michelucci, MD, Laura Canafoglia, MD, Pasquale Striano, MD, Antonio Gambardella, MD, Adriana Magaudda, MD, Paolo Tinuper, MD, Angela La Neve, MD, Edoardo Ferlazzo, MD, Giuseppe Gobbi, MD, Anna Teresa Giallonardo, MD, Giuseppe Capovilla, MD, Elisa Visani, BSc, Ferruccio Panzica, MSc, Giuliano Avanzini, MD, Carlo Alberto Tassinari, MD, Amedeo Bianchi, MD, & Federico Zara, PhD. Progressive myoclonic epilepsies. Neurology; 2014.
10. Olaf Eberhardt & Helge Topka. Myoclonic Disorders. Brain Sciences; 2017.
11. Maja Kojovic, Carla Cordivari & Kailash Bhatia. Myoclonic disorders: a practical approach for diagnosis and treatment. Therapeutic Advances in Neurological Disorders; 2011.
12. Hyun-Dong Park & Hee-Tae Kim. Electrophysiologic Assessments of Involuntary Movements: Tremor and Myoclonus. Journal of Movement Disorders; 2009.
13. John N. Caviness. Treatment of Myoclonus. Neurotherapeutics; 2014.
14. Carlos Henrique Ferreira Camargo, MD, MSc, PhD & Hélio Afonso Ghizoni Teive, MD, MSc, PhD. Use of botulinum toxin for movement disorders. Drugs in Context; 2019.

Share