Daftar isi
Sindrom Tourette merupakan gangguan atau kelainan pada tubuh seseorang yang ditandai dengan gerakan berulang disertai suara yang tidak diinginkan seperti tic [1,2,3,4,5].
Baik gerakan berulang serta suara tic tersebut biasanya sama sekali di luar kendali si penderita sehingga terjadi secara tidak sengaja namun berkali-kali.
Umumnya, sindrom Tourette mulai menunjukkan gejalanya pada usia 2 hingga 15 tahun dengan rata-rata lebih banyak penderita anak laki-laki [4].
Risiko sindrom Tourette lebih tinggi 3 hingga 4 kali lipat pada pria daripada wanita [1].
Meski pengobatan untuk sindrom ini tersedia namun sampai kini belum ada obat atau metode yang mampu menyembuhkan kondisi secara total.
Tinjauan Sindrom Tourette adalah kelainan genetik yang lebih banyak dialami anak laki-laki, ditandai dengan gerakan tubuh berulang dan disertai bunyi tic secara tidak wajar dan bahkan tidak dapat dikendalikan oleh penderitanya.
Penyebab sindrom Tourette secara pasti belum diketahui hingga kini, namun dugaan kuat menyatakan bahwa beberapa faktor berikut menjadi alasan terjadinya sindrom Tourette.
Kelainan gen pada banyak kasus sangat berpotensi diturunkan dari orang tua ke anak-anak mereka, maka salah satunya yang diduga kuat difaktori oleh masalah genetik adalah sindrom Tourette [1,2,3].
Faktor lingkungan yang mampu menjadi penyebab dari sindrom Tourette meliputi gangguan semasa kehamilan dan juga pada saat bayi lahir [1,3].
Selama kehamilan yang dipenuhi tekanan atau stres dapat berpengaruh pada kondisi perkembangan janin.
Proses lahirnya bayi yang membutuhkan waktu sangat lama pun menjadi salah satu alasan mengapa bayi dapat mengalami kelainan.
Faktor lingkungan lainnya adalah infeksi bakteri Streptococcus yang menyerang anak sewaktu lahir [3].
Kelahiran anak yang terbilang tak normal dengan berat lahir yang sangat rendah misalnya, rupanya mampu memengaruhi bayi mengalami sindrom Tourette.
Gangguan atau kecacatan pada fungsi, struktur hingga zat-zat kimia pada otak mampu menjadi salah satu penyebab kemunculan sindrom Tourette [1,3].
Bila zat kimia otak yang menjadi pengantar impuls saraf seperti dopamin dan serotonin mengalami masalah, otomatis hal ini juga mampu memengaruhi pada timbulnya sindrom Tourette.
Selain beberapa dugaan faktor penyebab sindrom Tourette yang telah disebutkan, sejumlah faktor di bawah ini pun sangat dapat meningkatkan risiko sindrom Tourette pada seseorang :
Tinjauan Faktor genetik, lingkungan dan gangguan fungsi/struktur otak diduga erat menjadi penyebab utama sindrom Tourette walaupun hingga kini penyebab pastinya belum diketahui. Sementara faktor jenis kelamin dan riwayat kesehatan keluarga merupakan hal-hal yang meningkatkan risiko anak terlahir dengan sindrom Tourette.
Sindrom Tourette dapat menimbulkan dua jenis gejala, yaitu motor tics dan vocal tics di mana setiap jenis ini diklasifikasikan lagi menjadi dua jenis kondisi, yaitu simple tics dan complex tics [3,4].
Complex Tics | Simple Tics |
Mengeluarkan kata-kata tidak senonoh atau tidak sopan | Menggongong (menirukan suara mirip hewan) |
Menirukan dan mengulangi kalimat yang orang lain ucapkan | Mendengkur |
Mengulangi kalimat yang diucapkan oleh diri sendiri | Berdeham |
Batuk | |
Cegukan |
Complex Tics | Simple Tics |
Melompat-lompat | Kepala mengangguk dan menggeleng |
Menyentuh dan mencium benda | Menggerak-gerakkan mulut |
Melangkah dengan pola tertentu | Mata berkedip |
Memutar badan atau terkadang menekuk badan | Menggerakkan hidung |
Meniru gerakan benda tertentu | Menjulurkan lidah |
Mengedikkan bahu | |
Menggerakkan mata dengan cepat |
Pada dasarnya, tic pada setiap penderita sindrom Tourette berbeda-beda dalam hal tingkat keparahan, jenis dan frekuensinya.
Namun pada beberapa kasus, tic dapat terjadi pada saat sedang tidur namun juga dapat berubah seiring waktu.
Pada masa remaja awal, kondisi tic biasanya lebih buruk dan beranjak dewasa tic akan semakin parah.
Pada kondisi penderita yang cemas, lelah, stres, sakit atau bahkan bersemangat sekalipun mampu memicu tic yang lebih parah.
Pada umumnya, sebelum motor atau vocal tics terjadi, tubuh penderita akan mengalami rasa tidak nyaman yang cukup besar.
Ketidaknyamanan ini meliputi tekanan dan rasa gatal pada tubuh [5].
Pada beberapa penderita, mereka terkadang berhasil menahan tic dan menghentikannya sementara sebelum kemudian dapat muncul dan terulang kembali.
Kapan sebaiknya memeriksakan diri ke dokter?
Bila tanda-tanda motor tics atau vocal tics mulai nampak, baik itu simple atau complex tics, orang tua perlu segera membawa anaknya ke dokter spesialis anak.
Walau tak selalu tanda-tanda tic menjadi indikator sindrom Tourette, hal ini tetap perlu diperiksakan untuk dapat mendeteksi adanya gangguan kesehatan pada anak secara dini.
Dengan terdeteksi dini, penanganan dini juga dapat diberikan sehingga mampu meminimalisir berbagai bentuk risiko komplikasi kesehatan yang berbahaya.
Tinjauan Gejala sindrom Tourette terdiri dari motor dan vocal tics yang juga diklasifikasikan lagi menjadi dua kondisi, complex dan simple tics.
Ketika tanda-tanda mengarah pada sindrom Tourette terdapat pada anak, orang tua perlu segera membawa anak ke dokter.
Beberapa metode diagnosa yang umumnya perlu dijalani oleh pasien antara lain adalah :
1. Pemeriksaan Fisik dan Riwayat Gejala
Dokter seperti biasa akan mengawali diagnosa dengan metode pemeriksaan fisik dan riwayat gejala [2,3].
Dokter akan mengecek kondisi fisik pasien dan mengajukan sejumlah pertanyaan kepada pasien atau orang tua pasien mengenai riwayat medis dan riwayat kesehatan keluarga.
Beberapa pertanyaan seputar gejala apa saja yang dialami dan sudah berapa lama hingga hal mendetail lainnya pun akan diberikan oleh dokter.
Diagnostic and Statistical Manual of mental Disorders; Fourth Edition adalah panduan yang digunakan oleh para dokter dalam memeriksa pasien dengan gejala sindrom Tourette [2].
Berikut ini adalah kriteria yang digunakan secara internasional untuk mendiagnosa sindrom Tourette :
2. Tes Pemindaian
Dokter seringkali meminta pasien untuk menjalani beberapa tes penunjang untuk mampu menegakkan diagnosa.
Maka salah satu bentuk tes penunjang ini adalah tes pemindaian seperti halnya MRI scan [2,3,4,5].
Pemeriksaan MRI bertujuan untuk mengetahui kondisi bagian dalam tubuh pasien dan mengeliminasi berbagai kemungkinan penyakit lain selain sindrom Tourette.
3. Tes Darah
Untuk mendeteksi adanya kemungkinan kondisi lain yang dialami oleh pasien, tes darah adalah metode pemeriksaan penunjang lainnya yang dokter akan terapkan [2,4,5].
Tujuan tes darah sama dengan penerapan MRI, yaitu memastikan bahwa gejala yang pasien alami bukan berasal dari penyakit lain.
Tinjauan Pemeriksaan fisik dan riwayat gejala dengan berdasar pada kriteria internasional Diagnostic and Statistical Manual of mental Disorders; Fourth Edition diterapkan oleh dokter. Namun jika diperlukan, tes penunjang seperti MRI scan dan tes darah harus pasien tempuh.
Penderita sindrom Tourette seringkali tanpa disadari juga mudah memiliki kondisi kesehatan lain di saat yang sama.
Beberapa kondisi yang terkait dengan sindrom Tourette antara lain adalah [1,2,4,5] :
Hingga kini belum diketahui cara untuk menyembuhkan sindrom Tourette sepenuhnya.
Pengobatan biasanya tidaklah diperlukan pada pasien dengan kondisi tic yang tergolong ringan.
Pengobatan yang diberikan kepada pasien sindrom Tourette dengan gejala lebih serius bertujuan utama untuk mengendalikan gejala agar pasien dapat beraktivitas normal.
Bentuk perawatan yang perlu didapat oleh pasien terdiri dari dua, yaitu obat-obatan dan terapi.
Dalam upaya mengurangi gejala dan mengendalikan tic, sejumlah obat di bawah ini umumnya diresepkan oleh dokter sesuai dengan kondisi dan kebutuhan pasien.
Untuk mengatasi vocal tic, injeksi atau suntik botox adalah salah satu bentuk pengobatan yang perlu ditempuh pasien [6].
Injeksi botox diberikan ke bagian otot tubuh pasien yang terpengaruh sindrom Tourette dan kerap mengalami tic.
Obat antikejang atau obat yang biasanya digunakan untuk mengatasi epilepsi dapat pula diberikan kepada pasien sindrom Tourette.
Menurut hasil penelitian, penderita sindrom Tourette yang diberi obat topiramate (obat golongan antikejang) justru dapat merespon dengan baik [2,4].
Penderita sindrom Tourette rata-rata berkemungkinan besar memiliki kondisi psikologis seperti OCD (gangguan obsesif-kompulsif), gangguan mood, dan gangguan kecemasan [4].
Oleh sebab itu bagi pasien sindrom Tourette dengan kondisi-kondisi tersebut, dokter akan meresepkan antidepresan sebagai pereda gejala.
Anak-anak penderita sindrom Tourette juga memiliki potensi besar mengalami ADHD (attention deficit hyperactivity disorder).
Methylphenidate adalah sejenis stimulan yang diresepkan oleh dokter untuk mengatasi ADHD [4].
Selain itu, pasien sindrom Tourette juga kemungkinan akan diberi obat berkandungan dextroamphetamine yang membantu meningkatkan daya konsentrasi [7].
Hanya saja sayangnya, obat ADHD tidak selalu cocok untuk seluruh penderita sindrom Tourette karena pada beberapa kasus kondisi tic justru lebih buruk usai menggunakan obat ADHD.
Untuk mengendalikan tic, dokter umumnya juga meresepkan obat penghambat atau pereda dopamin.
Haloperidol, pimozide, risperidone, dan fluphenazine adalah obat yang mampu mengontrol tic pasien [1,2,3,4,5].
Hanya saja, waspadai efek samping berupa gerakan tubuh berulang yang terjadi secara tak disadari serta efek berupa kenaikan berat badan.
Clonidine adalah jenis obat penghambat adrenergik sentral, begitu juga guanfacine [2,3,4,5].
Obat-obatan yang diberikan untuk mengatasi tekanan darah tinggi ini terbukti mampu meredakan gejala-gejala sindrom Tourette.
Namun sebagai efek sampingnya, pasien pengguna obat ini akan lebih mudah merasa ngantuk.
Selain melalui pemberian obat-obatan, beberapa pasien sindrom Tourette perlu menempuh beberapa jenis terapi sesuai dengan kondisi yang dialaminya.
Penderita sindrom Tourette yang mengalami gangguan obsesif kompulsif, depresi, gangguan kecemasan, dan ADHD memerlukan psikoterapi [1,3].
Psikoterapi biasanya meliputi latihan pernafasan dalam, meditasi yang akan dibimbing oleh terapis, teknik relaksasi, dan hipnosis.
Terapi dalam bentuk konseling kemungkinan dibutuhkan oleh pasien sindrom Tourette yang juga mengalami gangguan psikologis [1,2,3,4,5].
Metode perawatan ini akan membantu pasien dalam menangani tic.
Bila tic yang dialami pasien sangat parah sehingga tak mampu merespon bentuk perawatan lainnya, dokter akan merekomendasikan DBS [1,2,3,4,5].
Dalam prosedur ini, dokter akan menanamkan elektroda pada otak pasien sehingga reaksi otak dalam dapat dirangsang.
Namun, DBS adalah opsi terakhir ketika gejala sudah benar-benar serius dan terapi lain tak efektif menanganinya.
Tinjauan Pengobatan sindrom Tourette terbagi menjadi dua metode, yaitu pemberian obat-obatan pereda gejala dan terapi yang membantu mengatasi masalah psikologis pasien. Sampai kini pun belum diketahui cara untuk menyembuhkan sindrom Tourette sepenuhnya.
Penyebab sindrom Tourette hingga kini belum diketahui secara jelas, sehingga tak ada cara untuk mencegah agar sindrom ini tidak terjadi sama sekali.
Walau para peneliti menemukan bahwa mutasi atau kelainan genetik yang diwarisi seseorang dari orang tua menjadi penyebabnya, belum ada cara pasti untuk menghindarinya.
Namun strategi yang dapat diupayakan untuk meminimalisir sindrom Tourette adalah dengan konseling keluarga atau individu [2].
Edukasi dan sosialisasi oleh tenaga medis berpengalaman mengenai sindrom Tourette juga akan membantu banyak orang untuk semakin terarah.
Tinjauan Karena penyebab pasti sindrom Tourette belum diketahui, maka cara pencegahannya tidak diketahui. Namun konseling pribadi/keluarga, edukasi dan sosialisasi terkait sindrom Tourette dapat dilakukan sebagai upaya meminimalisir gejala atau komplikasi parah pada penderita.
1. Michal Novotny, Martin Valis, & Blanka Klimova. Tourette Syndrome: A Mini-Review. Frontiers in Neurology; 2018.
2. dr Dito. Fenomenologi Sindrom Tourette. Research Gate; 2013.
3. Norbert Müller, Prof Dr Med, DiplPsych. Tourette's syndrome: clinical features, pathophysiology, and therapeutic approaches. Dialogues in Clinical Neuroscience; 2007.
4. Donald E. Greydanus & Julia Tullio. Tourette’s disorder in children and adolescents. Translational Pediatrics; 2020.
5. Mark Hallett. Tourette Syndrome: Update. HHS Public Access; 2016.
6. Sanjay Pandey, Prachaya Srivanitchapoom, Richard Kirubakaran, & Brian D Berman. Botulinum toxin for motor and phonic tics in Tourette's syndrome. The Cochrane Database of Systematic Reviews; 2018.
7. Roger Kurlan. Tourette's syndrome: are stimulants safe? Current Neurology and Neuroscience Reports; 2003.