Tinjauan Medis : dr. Shinta Pradyasti
Anemia merupakan kondisi yang cukup umum dijumpai di masyarakat. Anemia atau dikenal sebagai kurangnya sel darah merah, ditandai dengan gejala umum seperti mudah lelah, lemas, wajah pucat, sulit fokus,
Daftar isi
Anemia aplastik merupakan suatu kondisi di mana sel darah baru tidak dapat diproduksi secara memadai oleh sumsum tulang belakang sehingga berakibat pada penurunan kadar sel darah [1,2,4,5,6,7].
Baik itu sel darah merah, sel darah putih, maupun platelet salah satu atau ketiganya dapat mengalami penurunan kadar karena hal tersebut.
Kondisi ini lebih rentan dialami oleh orang-orang yang berusia sekitar 20 tahun atau yang sudah berusia lanjut dengan tanda utama pusing, pucat dan lelah.
Anemia aplastik pun dikenal sebagai kondisi penyakit yang langka namun sangat serius karena walau berkembang secara lambat, keadaan tubuh penderitanya dapat memburuk seiring waktu.
Tinjauan Anemia aplastik adalah kondisi ketika produksi sel darah baru terhambat karena sumsum tulang belakang tak mampu menghasilkannya secara normal sehingga kadar sel darah menurun.
Data epidemiologi untuk kasus anemia aplastik belumlah tersedia secara umum, namun menurut hasil beberapa penelitan menunjukkan bahwa terdapat 0,6-6,1 kasus per jutaan populasi [1].
Anemia aplastik dapat dialami oleh pria maupun wanita dengan risiko sama besar, yaitu 1:1 [1].
Anemia aplastik pun lebih rentan terjadi pada anak-anak atau orang-orang yang berada di rentang usia 20-25 tahun walaupun sebenarnya anemia aplastik dapat diderita oleh usia berapapun [1].
Menurut data tahun 2013 hasil Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar), prevalensi anemia di Indonesia mencapai 18,4% pada penderita berusia 15-24 tahun dan 26,4% pada penderita berusia 5-14 tahun [3].
Namun, untuk data prevalensi anemia aplastik di Indonesia belum diketahui secara jelas.
Sel punca yang berada pada sumsum tulang belakang dapat menyebabkan anemia aplastik ketika mengalami kerusakan.
Produksi sel darah putih maupun merah menjadi lebih lambat dari normalnya ketika kerusakan sel punca terjadi.
Karena produksi terhambat, jumlah sel darah putih, sel darah merah serta keping darah pun menurun sebagai dampaknya.
Sistem imun yang keliru menyerang sel punca pada sumsum tulang adalah alasan mengapa kerusakan dapat sel punca dapat terjadi.
Namun, perlu diketahui bahwa menurut penyebabnya anemia aplastik terbagi menjadi dua kondisi, yaitu anemia aplastik faktor keturunan dan anemia aplastik yang didapat.
Anemia aplastik herediter atau faktor keturunan adalah kondisi ketika anemia aplastik diturunkan oleh orangtua kepada anak melalui gen sehingga menjadikan penyakit ini penyakit bawaan lahir.
Hanya saja, jenis anemia aplastik herediter sangatlah jarang.
Jika pun terdapat kasus seperti ini maka beberapa kondisi “warisan” orangtua yang mampu menyebabkan kerusakan sel punca dan memicu anemia aplastik adalah [1,2,5] :
Diketahui pula bahwa terdapat jenis anemia aplastik herediter lain, yaitu telomeres di mana hal ini terjadi karena ujung kromosom yang mengalami pemendekan berlebih.
Jenis anemia aplastik herediter ini justru terdiagnosa pada orang dewasa dengan riwayat keluarga memiliki fibrosis hati atau paru serta anemia aplastik.
Kondisi anemia aplastik yang paling umum dijumpai adalah anemia aplastik yang didapat atau bukan karena faktor keturunan.
Faktor-faktor berikut ini jugalah yang membuat sumsum tulang mengalami cedera lalu secara tak langsung memengaruhi produksi sel darah [1,2,4,5,6,7].
Beberapa jenis obat dapat menjadi penyebab anemia aplastik, seperti sejumlah antibiotik dan obat-obatan bagi penderita artritis reumatoid.
Bila terjadi gejala tak wajar usai menggunakan obat-obat jenis ini, segera ke dokter untuk memeriksakan diri serta mengonsultasikan jenis obat pengganti yang lebih aman.
Gangguan autoimun adalah ketika sistem kekebalan tubuh secara keliru menyerang sel-sel tubuh yang dalam keadaan baik dan sehat.
Sistem imun pun bahkan tak akan melewatkan sel-sel punca pada sumsum tulang yang kemudian menyebabkan kerusakan.
Insektisida, pestisida, dan benzene (bahan yang terkandung di dalam bensin) adalah jenis zat-zat beracun yang dapat menjadi pemicu timbulnya anemia aplastik pada seseorang.
Terkena paparan zat-zat ini secara jangka panjang dan berulang kali dapat meningkatkan risiko anemia aplastik.
Para wanita perlu waspadai sebab selama masa kehamilan terdapat risiko sistem imun untuk menyerang sumsum tulang yang kemudian menjadi awal dari kerusakan sel punca dan penyakit anemia aplastik
Risiko menderita anemia aplastik lebih tinggi saat seseorang terkena infeksi virus tertentu.
HIV, cytomegalovirus, hepatitis, Epstein-Barr, dan parvovirus B19 adalah jenis-jenis virus yang mampu membuat seseorang mengalami anemia aplastik.
Paparan radiasi khususnya pada penderita kanker yang menjalani kemoterapi menjadi salah satu alasan mengapa anemia aplastik dapat berkembang dan terjadi.
Walau tindakan radiasi dalam dunia medis mampu melawan dan menghabisi sel-sel kanker, nyatanya sel-sel tubuh yang sehat dapat ikut terbasmi.
Bahkan sel-sel punca di sumsum tulang dapat ikut terkena efek radiasi ini, namun anemia aplastik biasanya hanyalah efek samping yang terjadi secara jangka pendek dari perawatan kemoterapi.
Pada beberapa kasus anemia aplastik, dokter bahkan tak dapat mengetahui apa yang menjadi penyebabnya.
Proses identifikasi yang tak dapat dilakukan ini kemudian menjadikan anemia jenis ini disebut dengan anemia aplastik idiopatik.
Tinjauan Jenis anemia aplastik menurut penyebabnya terklasifikasi menjadi dua, yaitu anemia aplastik faktor keturunan yang terjadi pada seseorang karena gen yang diturunkan oleh orangtua dan anemia aplastik yang didapat di mana kondisi terjadi karena faktor lingkungan atau kondisi medis lain.
Berdasarkan tingkat keparahannya, anemia aplastika dibagi menjadi tiga kondisi yaitu [5] :
Anemia aplastik sedang adalah kondisi yang biasanya ditandai dengan beberapa kondisi seperti :
Pada kasus anemia aplastik yang sudah parah, beberapa tanda ini yang kerap dialami oleh penderita :
Pada penderita yang mengalamia anemia aplastik sangat parah, kondisi ini ditandai dengan :
Tinjauan Anemia aplastik menurut tingkat keparahannya dibagi menjadi tiga, yaitu sedang (gejala masih sedikit atau justru tanpa gejala), parah, dan sangat parah (jumlah sel darah menurun drastis).
Anemia aplastik tidak selalu secara langsung menunjukkan gejala pada penderitanya. Namun bila gejala muncul, beberapa keluhan berikut yang umumnya dialami [1,4,5,6,7] :
Aplastik anemia dapat menimbulkan gejala ringan, namun ada pula yang menunjukkan gejala berat tanda bahwa anemia aplastik kronik terjadi dan berisiko fatal.
Tinjauan Kulit pucat, detak jantung tidak teratur, sakit kepala, perdarahan, infeksi berulang, sesak nafas, hingga demam adalah gejala-gejala umum dari anemia aplastik
Untuk mendiagnosa anemia aplastik, beberapa metode pemeriksaan berikut adalah yang paling umum [2,5,7] :
Dokter akan mengajukan beberapa pertanyaan kepada pasien seputar gejala apa saja yang dialami dan sudah berapa lama gejala dirasakan.
Dokter pun akan menanyakan riwayat kondisi medis pasien serta riwayat kesehatan keluarga pasien. Selain itu, dokter perlu tahu obat apa saja yang sedang digunakan oleh pasien.
Untuk memastikan kondisi pasien, dokter juga akan memeriksa fisik. Suhu tubuh pasien, keberadaan memar pada tubuh pasien, dan gejala-gejala fisik lainnya pasti diperiksa oleh dokter
Untuk mengonfirmasi diagnosa, dokter kiranya perlu melakukan pemeriksaan lanjutan di mana salah satunya adalah tes darah.
Pemeriksaan darah bertujuan utama agar dokter dapat mengetahui jumlah sel darah putih, sel darah merah, hemoglobin dan trombosit dalam tubuh pasien.
Bila salah satu saja dari sel-sel darah tersebut jumlahnya di bawah normal, maka dugaan semakin menguat bahwa pasien mengalami anemia aplastik.
Biopsi sumsum tulang adalah metode pemeriksaan yang kemungkinan besar dokter lakukan untuk mengeliminasi berbagai kemungkinan kondisi medis lain selain anemia aplastik.
Dokter perlu mengambil sampel sumsum tulang pasien untuk dihitung jumlah sel induknya dengan membawa sampel ke laboratorium dan diperiksa di bawah mikroskop.
Tinjauan Pemeriksaan fisik, pemeriksaan riwayat kesehatan, tes darah serta biopsi sumsum tulang adalah metode pemeriksaan yang secara umum dokter akan lakukan untuk mengonfirmasi anemia aplastik
Penanganan pada pasien anemia aplastik biasanya dilakukan berdasarkan pada usia pasien, kondisi kesehatan pasien secara menyeluruh, serta tingkat keparahan gejala yang dialami.
Berikut ini adalah deretan metode perawatan yang pasien perlu tempuh sesuai dengan rekomendasi dokter.
Produksi sel-sel darah yang terhambat menandakan bahwa sumsum tulang memerlukan suatu stimulan untuk produksi sel darah berjalan kembali dengan normal [2,8].
Eltrombopag, pegfilgrastim, filgrastim, sargramostim, dan epoetin alfa adalah jenis stimulan yang biasanya diresepkan.
Anemia aplastik membuat penderitanya jauh lebih rentan mengalami infeksi karena daya tahan tubuh yang terus menurun.
Dokter meresepkan antivirus atau antibiotik umumnya kepada pasien anemia aplastik yang sudah parah karena infeksi akan terjadi berulang dan cenderung memburuk [1,4,5,6,7,8].
Transfusi darah perlu ditempuh oleh pasien bukan untuk menyembuhkan anemia aplastik karena anemia aplastik tak dapat disembuhkan dengan transfusi darah [1,4,5,6,7,8].
Namun dengan transfusi darah, sel-sel darah yang tak dapat dihasilkan oleh sumsum tulang tergantikan.
Sel-sel darah yang tersedia dari tindakan transfusi darah ini akan meredakan gejala pasien sekaligus mengendalikan perdarahan yang terjadi.
Namun pada tindakan transfusi darah, penumpukan zat besi dapat menjadi efek samping yang bisa cukup buruk.
Bila tak segera ditangani, penumpukan zat besi ini akan merusak organ-organ penting dalam tubuh.
Transplantasi sel punca ini juga dikenal dengan istilah transplantasi sumsum tulang, yakni tindakan perawatan yang diperuntukkan bagi orang-orang dengan anemia aplastik parah [1,2,4,5,6,7,8].
Tindakan medis ini bertujuan mengganti sel rusak dengan sel sehat, namun pasien biasanya harus menempuh rawat inap cukup lama di rumah sakit.
Bahkan setelah transplantasi sel punca ini berhasil dilakukan, pasien harus tetap menggunakan obat-obatan resep dokter.
Obat yang diberikan bertujuan untuk mencegah adanya kemungkinan penolakan tubuh terhadap sel punca yang didonorkan.
Ada beberapa penderita anemia aplastik yang seharusnya menempuh transplantasi sel punca namun tidak dapat melakukannya.
Hal ini biasanya berkaitan dengan kelainan autoimun sehingga pasien hanya perlu menggunakan obat-obatan khusus dari dokter semacam imunosupresan [1,2,4,5,6,7,8].
Obat imunosupresan ini merupakan penekan sistem imun di mana yang paling umum diresepkan adalah anti-thymocyte globulin serta cyclosporine.
Keduanya adalah jenis imunosupresan yang akan menekan aktivitas sel imun perusak sumsum tulang.
Sementara itu, pemberian resep methylprednisolone jenis kortikosteroid juga dilakukan oleh dokter yang dapat dikombinasi bersama kedua obat sebelumnya.
Tinjauan Penanganan anemia aplastik dapat berupa pemberian obat-obatan (antivirus, antibiotik, hingga imunosupresan), pemberian stimulan sumsum tulang, transfusi darah, atau transplantasi sel punca tergantung pada tingkat kondisi pasien.
Anemia aplastik menyebabkan kadar sel darah dalam tubuh pasien berada di bawah normal.
Hal ini bukanlah suatu kondisi yang baik karena kemudian beberapa risiko komplikasi berikut meningkat [1,2,6] :
Anemia aplastik pada sebagian besar kasus tidak dapat dicegah, khususnya anemia aplastik herediter atau yang disebabkan oleh faktor keturunan [8].
Namun untuk anemia aplastik yang didapat, beberapa cara pencegahan yang bisa diupayakan adalah menghindari paparan zat kimia berbahaya, mendapatkan imunisasi (khususnya anak-anak), serta menjaga kebersihan diri agar terhindar dari infeksi.
Tinjauan Anemia aplastik herediter tak dapat dicegah, namun untuk kasus anemia aplastik yang berkembang setelah lahir, dapat dicegah dengan cara menjaga kebersihan dan menghindari paparan zat kimia berbahaya.
1) Christine A. Moore & Koyamangalath Krishnan. 2019. National Center for Biotechnology Information. Aplastic Anemia.
2) Neal S. Young, M.D. 2018. HHS Public Access. Aplastic Anemia.
3) Nur Ia Kaimudin, Hariati Lestari, & Jusniar Rusli Afa. 2017. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kesehatan Masyarakat. Skrining dan Determinan Kejadian Anemia pada Remaja Putri SMA NEGERI 3 Kendari Tahun 2017.
4) Timothy S Olson, MD, PhD, William C Mentzer, MD, Alan G Rosmarin, MD. 2019. UpToDate. Treatment of aplastic anemia in adults.
5) Anonim. Aplastic Anemia MDS International Foundation. Aplastic Anemia.
6) Anonim. National Heart, Lung, and Blood Institute. Aplastic Anemia.
7) Anonim. Johns Hopkins Medicine. Aplastic Anemia.
8) Anonim. 2020. NCH Healthcare System. Aplastic anemia.