Daftar isi
Bipolar adalah suatu gangguan kesehatan mental yang juga disebut dengan istilah manik depresi, ditandai dengan suasana hati yang berubah secara drastis [1,2,3,4,5,6,7].
Perubahan suasana hati yang drastis ini seringkali berdampak buruk bagi aktivitas harian, energi tubuh, pola tidur, perilaku hingga cara seseorang menilai sesuatu.
Dari suasana hati yang sangat baik dan bersemangat, seseorang dapat sangat sensitif dan lebih gampang marah di mana hal ini juga sering disebut dengan istilah mood swing.
Ketika mengalami depresi, rasa sedih dan putus asa yang berlebihan dapat meliputi diri seseorang tersebut.
Dari hal tersebut, hal ini kemudian berkembang menjadi ketidaktertarikan terhadap aktivitas-aktivitas yang biasanya membuatnya gembira.
Tinjauan Bipolar merupakan kondisi gangguan kesehatan mental yang ditandai utamanya dengan perubahan drastis dan ekstrem pada suasana hati dan perilaku sehingga berdampak buruk bagi keseharian penderitanya.
Menurut data WHO (World Health Organization/Badan Kesehatan Dunia), gangguan bipolar tergolong gangguan jiwa berat dengan persentase kasus 1-2% berada di peringkat ke-6 di dunia sebagai penyebab disabilitas serta dengan penderita mencapai 60 juta jiwa [1].
Di Indonesia pada tahun 2013 menurut laporan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) belum ada data mengenai prevalensi gangguan bipolar [1].
Namun menurut hasil lansiran dari Metro TV diambil dari data tahun 2007, prevalensi penderita gangguan bipolar tergolong bervariasi (diketahui 1-4% dari seluruh populasi di Indonesia) [1].
Sementara itu, di Indonesia diketahui bahwa prevalensi jenis gangguan bipolar I justru lebih rendah 0,1% dari gangguan bipolar II dengan prevalensi 1% [1].
Prevalensi gangguan bipolar di Amerika Serikat lebih tinggi dari Indonesia dengan persentase 3,9% dengan rentang dari 1,5-6,0% dari seluruh populasi [2].
Gangguan bipolar diketahui terdiri dari beberapa jenis kondisi menurut jenis dan jangka waktu terjadinya gejala [2,3,7].
Episode manik yang dialami oleh penderita kurang lebih adalah seminggu atau bahkan bisa lebih.
Namun jika kasusnya parah, penderita memerlukan penanganan berupa rawat inap.
Episode manik ini ditandai dengan tingkat energi tinggi berlebihan, begitu juga dengan suasana hati.
Karena hal ini, segala kegiatan harian, baik itu pekerjaan maupun hubungan sosial dengan orang lain terganggu.
Pada kondisi gangguan bipolar II, penderita akan mengalami periode hipomania setelah mengalami episode depresi.
Periode hipomania sendiri merupakan kondisi suasana hati penderita yang meningkat secara berlebihan, begitu juga dengan perilaku.
Hanya saja bila dibandingkan dengan periode manik, periode hipomania lebih menunjukkan perubahan yang jauh lebih signifikan.
Jenis gangguan bipolar ini adalah suasana hati yang mengalami gangguan sangat serius yang bahkan memengaruhi aktivitas harian secara negatif.
Hal ini karena energi tubuh dan emosi yang mengalami perubahan ekstrem dan serius.
Pada umumnya penderita gangguan siklotimik mengalami gejala depresi dan hipomania yang berlangsung lama (1 tahun lebih untuk anak-anak dan 2 tahun lebih untuk orang dewasa).
Jenis lain gangguan bipolar justru tidak berkaitan dengan jenis-jenis bipolar yang sebelumnya.
Jenis lain gangguan bipolar ini umumnya berkaitan dengan penggunaan kondisi medis tertentu (stroke, multiple sclerosis, atau penyakit Cushing), penyalahgunaan alkohol, serta pemakaian narkotika.
Tinjauan Gangguan bipolar terklasifikasi menjadi empat jenis kondisi, yaitu gangguan bipolar I, gangguan bipolar II, gangguan siklotimik, dan jenis lainnya yang tak berhubungan dengan ketiga jenis gangguan bipolar sebelumnya.
Gangguan bipolar belum diketahui hingga kini apa yang mampu menyebabkannya terjadi.
Faktor neurotransmitter yang tidak seimbang menjadi dugaan penyebab bipolar pada seseorang [2,4].
Neurotransmitter sendiri merupakan senyawa di dalam tubuh bersifat alami dan berperan utama sebagai pengendali fungsi otak.
Hanya saja, beberapa faktor lain di bawah ini diduga pula berkaitan erat dengan timbulnya bipolar pada seseorang [2,3,4,5,6,7].
Jika seseorang memiliki orangtua atau saudara kandung dengan gangguan bipolar, maka hal ini otomatis meningkatkan risiko orang tersebut menderita bipolar.
Sangat umum dijumpai bahwa bipolar dapat menurun, namun penelitian masih berlanjut untuk menganalisa lebih jauh keterkaitan faktor genetik dengan gangguan mental ini.
Peristiwa-peristiwa traumatis seperti halnya kehilangan anggota keluarga dekat karena meninggal, kekerasan seksual, fisik dan emosi, hingga putus dengan pacar ataupun bercerai dengan pasangan dapat menimbulkan perubahan mental seseorang.
Peristiwa traumatis dapat meningkatkan risiko seseorang mengalami stres berat berkepanjangan yang pada akhirnya dapat berpengaruh pada mental dan perilaku orang tersebut.
Beberapa masalah pribadi yang cukup pelik dapat pula meningkatkan risiko seseorang dalam mengalami bipolar.
Masalah dalam pekerjaan, masalah keuangan, masalah dalam rumah tangga hingga masalah dalam keseharian yang rumit dan seakan tak memiliki jalan keluar dapat menimbulkan depresi hingga keputusasaan.
Penggunaan alkohol secara berlebihan kecanduan, begitu pula dengan pemakaian narkoba dapat memicu gangguan kesehatan sistem saraf otak.
Hal ini pun otomatis mampu memicu gejala gangguan bipolar karena fungsi otak yang memengaruhi mental mengalami gangguan.
Tinjauan Gangguan neurotransmitter menjadi dugaan utama faktor yang mendasari terjadinya gangguan bipolar pada seseorang. Namun beberapa penyebab lainnya, seperti faktor genetik, masalah pribadi, penyalahgunaan narkotika dan alkohol, serta masalah pribadi yang menyebabkan stres berkepanjangan perlu juga diwaspadai.
Dalam mengenali gejala bipolar, penting untuk mengenali lebih dulu apa itu episode mania, hipomania, dan depresi.
Pada episode mania di mana energi meningkat termasuk juga suasana hati, beberapa tanda gangguan bipolar yang terjadi adalah [2,3,6,7] :
Karena hal-hal tersebut, seringkali orang-orang dengan episode manik akan lebih sulit dalam menjalani aktivitas hariannya.
Pada hipomania, sebenarnya gejala mirip dengan episode mania, namun dengan tingkat keparahan lebih rendah walau tetap mampu memengaruhi kegiatan harian dan hubungan sosial secara negatif.
Gejala depresi pun dialami pada kondisi gangguan bipolar di mana hal ini pun dibuktikan melalui sebuah hasil studi tahun 2012 pada jurnal American Family Physician.
Beberapa gejala depresi yang penting untuk dipahami dan diwaspadai adalah :
Untuk menglasifikasikan gejala-gejala tersebut sebagai tanda depresi, maka dokter harus mengecek apakah gejala yang dialami setidaknya sudah 2 minggu lebih.
Untuk gejala gangguan bipolar pada anak dan remaja, hal ini sulit diidentifikasi walau pola gejala berbeda dari apa yang terjadi pada orang dewasa.
Gejala gangguan bipolar pada anak dan remaja memiliki pola yang mirip dengan perkembangan umum di usia tersebut.
Tinjauan - Gangguan bipolar ditandai dengan menurunnya konsentrasi, mudah marah, mudah gelisah, tidur yang terganggu, hingga energi dan suasana hati meningkat terlalu berlebihan. - Sementara itu, gejala depresi pada bipolar meliputi insomnia, nyeri pada beberapa area tubuh, putus asa, sedih terus-menerus, cepat lelah, banyak tidur, nafsu makan berkurang atau justru bertambah, tidak lagi tertarik dengan hal-hal yang dulunya disukai, hingga berpikiran untuk bunuh diri.
Dalam mendeteksi sekaligus mengonfirmasi bahwa gejala-gejala yang pasien alami mengarah pada kondisi bipolar, beberapa metode pemeriksaan inilah yang dokter terapkan [2,3,4,6] :
Dokter akan lebih dulu memeriksa fisik pasien yang disertai tes laboratorium untuk mengetahui apakah terdapat kondisi medis tertentu yang menyebabkan pasien mengalami gejala bipolar.
Kemudian, dokter dengan pemeriksaan riwayat kesehatan di mana dokter akan memberikan pertanyaan kepada pasien maupun keluarga pasien.
Pertanyaan yang diajukan biasanya masih berhubungan gejala yang dialami, termasuk seberapa sering gejala timbul dan sudah sejak kapan gejala-gejala tersebut mengganggu.
Dokter perlu mengetahui apakah terdapat anggota keluarga pasien yang memiliki masalah kesehatan mental serupa untuk mempertimbangkan kemungkinan faktor genetik sebagai penyebabnya.
Hasil diagnosa awal oleh dokter umum dengan bukti bahwa pasien positif mengalami gangguan bipolar menjadi alasan bagi dokter untuk merujukkan pasien ke psikiater atau dokter ahli jiwa.
Saat menemui psikiater, pengamatan akan dilakukan pada pasien di mana psikiater akan berfokus pada sikap, perilaku, cara bicara, hingga cara berpikir.
Ada kemungkinan dokter atau psikiater menerapkan mood charting pada pasiennya.
Mood charting adalah sebuah metode jurnal, yaitu pasien diminta untuk mencatat pada sebuah jurnal mengenai pola tidurnya, perubahan suasana hati yang dialami, serta adanya gejala lain yang menyertai.
Tujuan mood charting adalah untuk mengamati perkembangan gejala pasien sekaligus membantu dokter menentukan perawatan yang sesuai.
Setelah berbagai metode pemeriksaan dan hasil diagnosa telah keluar, saatnya bagi psikiater untuk melakukan klasifikasi terhadap kondisi pasien.
Psikiater perlu membandingkan gejala-gejala yang terjadi pada pasien dengan kriteria/karakteristik bipolar berdasarkan DSM-5 atau Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders.
Ada kemungkinan dokter akan menerapkan beberapa tes lain, seperti scan otak bila diperlukan.
Tes penunjang biasanya dilakukan agar dokter dapat mengeliminasi adanya kemungkinan kondisi gangguan mental lain yang gejalanya serupa dengan bipolar.
Pada dasarnya, penglasifikasian kriteria atau karakteristik bipolar pada anak dan remaja sama dengan klasifikasi yang berlaku untuk penderita bipolar orang dewasa.
Hanya saja, diketahui bahwa rata-rata gejala pada remaja dan anak cukup berbeda dari yang dialami orang dewasa
Bahkan anak-anak dengan gejala bipolar biasanya justru didiagnosa dengan gangguan mental lainnya seperti ADHD yang lebih umum terjadi pada anak.
Gejala-gejala bipolar pada anak juga kerap dianggap sebagai gangguan perilaku.
Karena gejala sering disalahartikan sebagai kedua kondisi tersebut, diagnosa menjadi lebih rumit sehingga pasien anak ataupun remaja perlu dirujukkan ke psikiater anak yang sudah berpengalaman dalam menangani bipolar.
Tinjauan Pemeriksaan fisik dilakukan oleh dokter terlebih dulu sebelum kemudian pasien dirujukkan ke seorang psikiater untuk mengamati gejala lebih dalam. Biasanya, hal ini dilanjutkan dengan metode mood charting melalui jurnal yang memonitor kondisi pasien, serta penglasifikasian, dan scan otak bila perlu.
Pengobatan bipolar bertujuan utama sebagai pereda gejala di mana perawatan ini biasanya memerlukan waktu yang sangat lama.
Keluarga perlu bekerja sama dengan dokter dalam mengawasi kondisi pasien dan pasien bipolar sendiri pun sebaiknya mematuhi setiap anjuran dokter.
Perawatan bipolar sendiri umumnya meliputi tiga metode, yaitu perubahan gaya hidup, pemberian obat-obatan oleh dokter, serta terapi [2,3,5,6,7].
Pola hidup yang sebelumnya kurang sehat dan seimbang perlu mulai diubah.
Dokter biasanya akan turut menyarankan kepada pasien untuk menerapkan pola hidup sehat agar tidak mudah mengalami stres serta depresi, seperti :
Pemberian obat oleh dokter adalah salah satu cara mengatasi gejala gangguan bipolar di mana penggunaannya harus dengan resep dokter.
Bila dirasa perlu, sesuai dengan kondisi pasien dokter akan meresepkan kombinasi dua atau lebih jenis obat yang akan membantu meredakan gejala.
Biasanya keputusan pemberian kombinasi obat adalah ketika gejala yang dialami pasien mengalami perubahan.
Jika terdapat efek samping dari beberapa penggunaan obat, pastikan untuk segera mengonsultasikannya dengan dokter sebab melanjutkan atau menghentikan konsumsi obat harus melalui izin dokter.
Metode psikoterapi adalah cara lain yang juga sangat umum digunakan dalam mengatasi gangguan bipolar, yaitu antara lain adalah :
Edukasi mengenai gangguan bipolar sangat perlu dokter lakukan agar pasien mampu mengetahui apa saja gejala, kemungkinan pemicu, serta cara-cara menghindari gejala bipolar.
Bahkan dengan edukasi yang tepat dari dokter, pasien dapat dibantu dalam merencanakan penanganan saat timbul gejala.
Metode penanganan gangguan bipolar ini merupakan terapi yang membantu pasien memiliki ritme aktivitas harian yang stabil.
Dengan kestabilan pada waktu tidur dan bangun, termasuk juga waktu makan, gejala gangguan bipolar yang semula dapat muncul dengan mudah akan lebih terkendali.
Terapi perilaku kognitif merupakan metode yang sangat umum digunakan bagi pasien-pasien dengan gangguan mental dan masalah depresi.
Pasien akan didampingi terapis profesional dalam memahami serta mendeteksi apa saja faktor pemicu gejala.
Setelah faktor diketahui, terapis akan membantu menangani pasien melalui hal-hal positif yang mengubah pikiran negatif pasien.
Dukungan orang terdekat tergolong pula sebagai terapi yang paling dibutuhkan oleh pasien gangguan bipolar.
Maka edukasi mengenai gangguan bipolar perlu diterima oleh keluarga pasien supaya mampu membantu mengendalikan setiap kemungkinan gejala yang timbul.
Tinjauan Perubahan gaya hidup menjadi salah satu cara penanganan gangguan bipolar yang dianjurkan dokter selain pemberian obat-obatan serta psikoterapi.
Bipolar tak dapat disepelekan, sebab ketika tidak segera ditangani secara tepat, masalah kesehatan yang lebih serius berpotensi terjadi.
Berikut ini adalah risiko-risiko komplikasi yang perlu diwaspadai [3] :
Tinjauan Ketergantungan alkohol yang berakibat pada gangguan kesehatan, performa aktivitas harian dan hubungan sosial yang menurun, kondisi medis dan psikologis tertentu, hingga keinginan untuk bunuh diri adalah bentuk komplikasi dari gangguan bipolar yang patut diwaspadai dan dicegah.
Belum diketahui secara pasti mengenai cara mencegah gangguan bipolar, namun upaya pencegahan terbaik adalah dengan memeriksakan diri segera setelah merasakan beberapa gejalanya.
Pemeriksaan dan penanganan dini adalah cara mencegah gangguan bipolar maupun gangguan mental lainnya agar tidak semakin memburuk dan berujung komplikasi.
Bila dari pemeriksaan menunjukkan hasil positif gangguan bipolar, gejala yang masih tergolong awal dapat diatasi agar tidak menjadi lebih buruk dengan beberapa hal berikut [2,3,7] :
Tinjauan Diagnosa awal setelah merasakan kejanggalan pada timbulnya gejala gangguan bipolar adalah cara terbaik yang dianjurkan untuk mencegah gangguan bipolar. Hindari alkohol dan narkoba, hubungi dokter bila perlu, dan pastikan meminum obat resep dokter supaya mampu mencegah gejala berulang.
1) dr. Eduardo Renaldo. Bipolar Care Indonesia. Data Penyintas Gangguan Bipolar.
2) Donald M. Hilty, MD, Martin H. Leamon, MD, Russell F. Lim, MD, Rosemary H. Kelly, MD, MPH, & Robert E. Hales, MD, MBA. 2006. US PubMed Central. National Library of Medicine National Institutes of Health. A Review of Bipolar Disorder in Adults.
3) Larry Culpepper, MD, MPH. 2014. The Primary Care Companion for CNS Disorders. The Diagnosis and Treatment of Bipolar Disorder: Decision-Making in Primary Care.
4) Frederick K. Goodwin, MD, & S. Nassir Ghaemi, MD. 1999. Dialogues in Clinical Neuroscience. Bipolar disorder.
5) Prof. Mary L Phillips & Prof. David J Kupfer. 2013. HHS Public Access. Bipolar disorder diagnosis: challenges and future directions.
6) Anonim. 2019. National Health Service. Overview-Bipolar disorder.
7) Anonim. 2020. National Institute of Mental Health. Bipolar Disorder.