Tinjauan Medis : dr. Shinta Pradyasti
Dispepsia merupakan penyakit yang cukup sering ditemukan pada masyarakat umum. Dispepsia adalah kondisi yang ditandai dengan rasa nyeri atau tidak nyaman pada perut. Rasa tidak nyaman tersebut dapat berupa
Dispepsia atau gangguan pencernaan adalah suatu kondisi ketidaknyamanan atau rasa sakit di perut bagian atas atau dada. Sebagian besar kasus dispepsia terjadi setelah mengkonsumsi makanan dan minuman. [3, 4, 5, 6]
Daftar isi
Dispepsia terbagi menjadi 2 kategori utama: “organik” dan “dispepsia fungsional” (FD). [7, 8]
Penyebab dispepsia organik adalah tukak lambung, penyakit refluks gastroesofageal, kanker lambung atau kerongkongan, gangguan pankreas atau bilier, intoleransi terhadap makanan atau obat-obatan, dan penyakit menular atau sistemik lainnya. [7]
Dispepsia fungsional (FD) atau sering disebut juga dengan nyeri perut nonulcer atau dispepsia nonulcer merupakan gejala gangguan pencernaan berulang yang tidak memiliki penyebab yang jelas. dispepsia fungsional (FD) terjadi ketika saluran pencernaan bagian atas menunjukkan tanda dan gejala yang menyerupai ulkus, seperti nyeri atau ketidaknyamanan di perut bagian atas, sering disertai dengan kembung, bersendawa, dan mual. [7,8]
Tinjauan Dispepsia adalah gejala gangguan pencernaan yang menyebabkan ketidaknyamanan atau rasa sakit di perut dan dada
Dispepsia sama halnya dengan gangguan pencernaan dan bukanlah merupakan sebuah penyakit. Melainkan bagian dari gejala-gejala yang menyebabkan ketidaknyamanan di perut. [3]
Makan berlebihan, mengkonsumsi makanan berminyak atau pedas dan hiatus hernia dapat menyebabkan gangguan pencernaan. [3]
Pemeriksaan endoskopi bisa digunakan untuk mengidentifikasi penyebab masalah dispepsia. Diet dan pengobatan digunakan untuk mengelola gejala-gejala dispepsia. [3]
Dikutip dari Journal of the Association of Physicians of India angka prevalensi dispepsia adalah sekitar 20-30% di seluruh dunia. [2]
Data dari World Health Organization (WHO) tahun 2010 menunjukkan bahwa secara global angka prevalensi dispepsia bervariasi antara 7-45 persen tergantung pada definisi yang digunakan dan lokasi geografis. Prevalensi di Amerika Serikat sebesar 23-25,8 %, di India 30,4 %, New Zealand 34,2 %, Hongkong 18,4 %, dan Inggris 38-41 %. [9]
Di Indonesia sendiri, berdasarkan profil data kesehatan tahun 2011, dispepsia termasuk dalam sepuluh besar penyakit rawat inap, sedangkan untuk sepuluh besar penyakit rawat jalan dispepsia berada pada urutan ke‐6 dengan angka kejadian kasus sebesar 34.981 kasus pada pria dan 53.618 kasus pada wanita, jumlah kasus baru sebesar 88.59 9 kasus. [1]
Ada banyak faktor yang menyebabkan dispepsia. Dispepsia biasanya sering dikaitkan dengan gaya hidup dan makanan dimakan. Selain itu infeksi atau kondisi pencernaan lainnya juga bisa menjadi penyebabnya. Penyebab dispepsia yang umum meliputi: [3, 4, 5, 6]
Masalah kesehatan lainnya juga bisa menjadi penyebab dispepsia seperti: [3, 5]
Gejala Dispepsia yang sering terjadi dapat meliputi: [3, 4]
Gejala-gejala tersebut dapat meningkat pada saat stres. Dalam kasus yang jarang dapat menimbulkan gejala kanker lambung. Gejala yang berlangsung sampai lebih dari 2 minggu harus segera mendapatkan perawatan. Agar tidak menimbulkan masalah yang lebih serius.
Berikut adalah gejala yang timbul jika dispepsia yang diderita telah parah: [3]
Kapan harus ke dokter?
Konsultasikan dengan dokter Anda jika dispespsia yang Anda derita menyebabkan ketidaknyamanan berlanjut selama lebih dari dua minggu. Hubungi dokter Anda segera jika sakitnya parah atau disertai dengan: [3, 8]
Cari bantuan medis segera jika Anda memiliki tanda-tanda seperti:
Umumnya dispepsia hanya berupa kasus yang ringan. Namun dispepsia yang parah kadang-kadang dapat menyebabkan komplikasi seperti gastroesophageal reflux (GERD) dan stenosis pilorus atau penyakit asam lambung yang menyebabkan iritasi pada sistem percenaan. Stenosis pilorus ini menyebabkan makanan tidak dapat dicerna dengan baik. [3, 5]
Sebelum mendiagnosis penyakit Anda Dokter biasanya akan bertanya secara rinci tentang riwayat kesehatan dan pemeriksaan fisik pada dada dan perut dengan menerkan pada area yang berbeda untuk mengetahui apakah ada yang sensitif, lunak, atau sakit di bawah tekanan. [3, 4, 5]
Jika orang dengan gangguan pencernaan juga memiliki gejala anemia, dokter mungkin menyarankan untuk tes darah. [3]
Jika Anda pengobatan dispepsia yang sudah Anda dapatkan tidak menujukkan perubahan yang lebih baik, Anda dirujuk untuk pemeriksaan yang lebih rinci pada saluran gastrointestinal. Endoskopi dilakukan untuk memeriksa kelainan pada saluran pencernaan bagian atas.
Pemeriksaan ini menggunakan selang tipis yang panjang dengan kamera yang ujungnya dimasukkan ke dalam mulut dan masuk ke perut. Melalui alat ini akan dihasilkan gambaran yang jelas tentang gambaran mukosa lambung. Dokter juga bisa melakukan biopsi selama tes ini jika dicurigai adanya masalah yang lebih serius. [3, 6]
Tes ini merupakan tes untuk mengetahui infeksi dari kuman Helicobater pylori. Kuman ini sering menginfeksi lambung seperti tukak lambung (ulkus peptikum), dan memberikan gejala mirip dispepsia pada fase awal infeksinya. Terdapat 3 macam tes infeksi Pylori, yakni: tes napas urea, tes antigen tinja, dan tes darah.
Jika dokter menduga ada masalah dengan saluran empedu di hati, dokter mungkin meminta tes darah untuk menilai bagaimana hati bekerja.
Tes ini dilakukan dengan mengoleskan gel ke perut, kemudian suatu alat ditempelkan pada kulit. Alat ini mengeluarkan gelombang suara, dan dapat melihat gambar terperinci bagian dalam perut melalui layar monitor.
Tes ini melibatkan penyuntikan pewarna ke dalam pembuluh darah yang kemudian muncul pada layar monitor. CT scan mengambil serangkaian gambar dengan sinar-X untuk menghasilkan gambar 3D bagian dalam perut. Pemeriksaan ini untuk memeriksa obstruksi usus atau masalah lain di perut. [3]
Pengobatan dispepsia ditentukan oleh penyebab dan tingkat keparahan gejala. Jika gejalanya ringan, mengubah gaya hidup mungkin cukup membantu mengatasi hal ini.
Mengubah gaya hidup bisa dilakukan dengan mengurangi konsumsi makanan berlemak dan pedas, mengurangi kafein, alkohol dan cokelat. Tidur yang cukup juga dapat meredakan gejala ini. Jangan lupa juga untuk selalu berolahraga secara teratur dan berhentilah merokok. [3]
Dibawah ini adalah obat yang digunakan untuk mengobati dispepsia: [3, 5]
Cara yang juga baik untuk mengelola kesehatan pencernaan adalah dengan diet tinggi serat. Cara ini memiliki efek memberihkan pada usus.
Makanan berserat yang baik untuk melindungi Anda dari gangguan pencernaan adalah buah-buahan, kacang-kacangan, dan gandum.
Mengkonsumsi makanan dengan empat atau lima porsi kecil sehari dibandingkan dengan dengan tiga porsi besar juga lebih baik untuk membantu sistem pencernaan. [3]
Apakah obat dispepsia dapat menyebabkan efek samping?
Sama halnya dengan obat-obatan lainnya, obat-obatan dispepsia juga dapat menyebabkan efek samping. Biasanya, efek samping yang dimiliki hanya berupa efek kecil yang akan hilang dengan sendirinya.
Beberapa obat dispepsia dapat membuat lidah atau tinja Anda hitam. Beberapa obat lainnya juga dapat menyebabkan sakit kepala, mual, atau diare. [4]
Jika Anda memiliki efek samping yang mengganggu, beritahukanlah dokter Anda. dokter mungkin akan menggantinya dengan obat lain, atau menyarankan cara untuk membuat efek sampingnya tidak terlalu mengganggu.
Minumlah obat sesuai dengan resep yang telah dokter berikan sampai proses pengobatan Anda selesai dan Anda dinyatakan sembuh. [4]
Cara-cara dibawah ini bisa Anda terapkan agar terhindar dari dispepsia: [4]
1) Rinda Fithriyana. 2018. Jurnal Kesehatan Masyarakat. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Dispepsia Pada Pasien Di Wilayah Kerja Puskesmas Bangkinang Kota.
2) Uday C Ghoshal, Rajan Singh. 2012. The Journal of the Association of Physicians of India. Functional dyspepsia: The Indian scenario
3) Tim Newman. 2017. Medical news today. What to know about indigestion or dyspepsia
4) Am Fam Physician. 2020. American Academy of Family Physicians. Dyspepsia: What It Is and What to Do About It
5) Anonim. 2020. family doctor. indigestion-dyspepsia
6) Jay W. Marks, MD. 2019. MedicineNet. Indigestion (Dyspepsia, Upset Stomach Pain)
7) Oustamanolakis P1, Tack J. 2012. US National Library of Medicine National Institutes of Health. Dyspepsia: organic versus functional.
8) Anonim. 2019. MayoClinic. Functional dyspepsia
9) Reny Chaidir, Herfa Maulina. Jurnal Stikes YARSI. 2015. HUBUNGAN TINGKAT STRES DENGAN KEJADIAN SINDROM DISPEPSIA FUNGSIONAL PADA MAHASISWA SEMESTER AKHIR PRODI S1 KEPERAWATAN DI STIKES YARSI SUMBAR BUKITTINGGI