Daftar isi
Kuma-kuma tampaknya telah menjadi trend beberapa tahun belakangan. Kuma-kuma adalah rempah dari bunga Crocus Sativus yang kerap digunakan sebagai pewarna dan penyedap rasa, hingga kemudian baru-baru ini khasiatnya sebagai ramuan herbal hingga ramuan kecantikan kembali naik daun.
Istilah kuma-kuma mungkin masih asing didengar, karena selama ini lebih dikenal dengan sebutan saffron. Kuma-kuma dikabarkan berasal dari wilayah Iran dan Yunani. Sekarang dibudidayakan sebagian besar di Eropa Selatan, Tibet dan negara lain. Di India, itu terutama dibudidayakan di Kashmir dan Uttranchal.[1,2]
Kuma-kuma merupakan salah satu rempah tertua, sejarahnya kembali ke zaman kuno tertinggi. Penulis kuno, seperti Homer, Solomon, Pliny atau Virgil, menyebut bunga ini dalam narasinya, yang kemudian dianggap sebagai bunga ilahi.[2]
Karakteristik Kuma-kuma
Kuma-kuma merupakan rerumputan / rempah berwarna ungu atau ungu pastel dari bunga Crocus sativus Linn, yang tumbuh tahunan dari umbinya. Rempah kuma-kuma termasuk dalam salah satu keluarga Iridaceae.[1,2]
Tangkai bunga Crocus sativus menjulang dari umbi, berbentuk tabung panjang, berwarna putih, dan ramping. Bunganya sendiri besar memiliki ukuran dan bentuk yang bervariasi, mencapai ketinggian 10 hingga 25 cm, dengan warna ungu yang indah. Bunga tampak dilindungi oleh selaput membran keputihan.[1,2]
Daun Crocus sativus berwarna hijau tua di atas dan hijau pucat di bawah, memiliki ukuran yang sangat sempit antara 1,5 dan 2,5 mm, tertutup selaput membran, terkadang tetap segar hampir sepanjang musim dingin. Panjang daunnya 20 sampai 60 cm dengan pita keputihan di bagian dalam dan tulang rusuk di bagian luar. Daunnya bervariasi dari 5 hingga 11 per tunas.[1,2]
Setiap umbi induk Crocus sativus menghasilkan satu hingga tiga umbi anak besar dari tunas apikal dan beberapa umbi kecil dari tunas lateral. Kuma-kuma memiliki dua jenis akar: akar berserat dan tipis di pangkal umbi induk, dan akar kontraktil yang terbentuk di pangkal tunas lateral.[2]
Kuma-kuma memiliki rasa pahit yang menyenangkan dan agak hangat. Mereka mengandung sebagian besar bahan ekstraktif, dan sebagian besar minyak atsiri.[1]
Berikut merupakan informasi kandungan gizi dari 100 gram dari kuma-kuma.[3]
Nama | Jumlah | Satuan Unit |
Kalori | 310 | Kkal |
Karbohidrat | 65.37 | g |
Protein | 11.43 | g |
Lemak total | 5.85 | g |
Kolesterol | 0 | g |
Serat makanan | 3.9 | g |
Folat | 93 | mcg |
Niasin | 1.46 | mg |
Pyridoksin | 1.010 | mg |
Riboflavin | 0.267 | mg |
Thiamin | 0.115 | mg |
Vitamin C | 80.8 | mg |
Vitamin A | 530 | IU |
Kalium | 1724 | mg |
Natrium | 148 | mg |
Kalsium | 111 | mg |
Tembaga | 0.328 | mg |
Besi | 11.10 | mg |
Magnesium | 264 | mg |
Mangan | 28.408 | mg |
Fosfor | 252 | mg |
Seng | 1.09 | mg |
Tiga senyawa aktif biologis utama dari kuma-kuma adalah crocin, picrocrocin, dan safranal. Selain crocin, kuma-kuma juga dilaporkan memiliki sejumlah kecil karotenoid seperti crocetin, alfa karoten, beta karoten, likopen, zeaxanthin, dan mangicrocin.[1,2,5]
Komponen pewarna kuma-kuma berasal dari crocin, yang merupakan karotenoid larut air yang tidak biasa. Sedangkan rasa pahit kuma-kuma berasal dari picrocrocin.[1,4]
Senyawa antosianin, flavonoid, vitamin (terutama riboflavin dan tiamin), asam amino, protein, pati, bahan mineral, gusi dan senyawa kimia lainnya juga hadiran di kandungan kuma-kuma.[1]
Selama lebih dari 3000 tahun, kuma-kuma telah dianggap sebagai obat mujarab, menurut obat-obatan Ayurveda, Mongol, Cina, Mesir, Yunani, dan Arab. Beberapa khasiat terapeutik yang dikaitkan dengan kuma-kuma adalah sebagai berikut :
Karotenoid, yang meliputi crocin dan crocetin, memainkan peran penting dalam kesehatan dengan bertindak sebagai antioksidan alami. Mereka melindungi sel dan jaringan dari efek merugikan akibat radikal bebas dan spesies oksigen reaktif (ROS).[2]
Ekstrak metanol kuma-kuma dan komponennya seperti safranal, crocin, dll. dilaporkan memiliki aktivitas pembersihan radikal bebas, sehingga penggunaannya disarankan sebagai kosmetik untuk mengobati gangguan / masalah-masalah kesehatan terkait usia, sebagai suplemen makanan, dll.[1,7]
Temuan berbasis penelitian di Lebanon menunjukkan bahwa kuma-kuma secara khusus dapat menurunkan proses pembentukan radikal bebas serta meningkatkan aktivitas superoksida dismutase (antioksidan dalam sel).[7]
Sebuah penelitian difokuskan pada efek negatif dari stres oksidatif pada otak manusia, dimana otak adalah organ yang paling terpapar oksidasi karena kandungan fosfolipid membran saraf yang tinggi. Dan hubungan yang ada berkaitan dengan perkembangan penyakit kelemahan syaraf seperti penyakit Alzheimer.
Kuma-kuma telah dilaporkan dapat meningkatkan kemampuan belajar dan memori, serta melindungi dari stres oksidatif dengan mencegah perlekatan dan pengendapan peptida beta amiloid di otak manusia, karena efek perlindungan dari crocin adalah meningkatkan stabilitas protein. Sebab itu kuma-kuma baik dikonsumsi untuk menurunkan risiko terjadinya penyakit Alzheimer.[2,4,7]
Ekstrak dan larutan kuma-kuma telah sejak kuno digunakan untuk mengobati demam, luka, nyeri punggung bawah, abses, dan radang gusi serta nyeri yang berhubungan dengan perkembangan gigi pertama pada bayi. Ekstrak air dan alkohol dari kuma-kuma dan kelopaknya juga memiliki aktivitas anti-inflamasi untuk nyeri akut dan kronis.[2]
Ekstrak air dan etanol dari kuma-kuma, serta kelopak C. sativus dilaporkan memiliki aktivitas menekan proses peradangan, yang dibuktikan dengan uji percobaan pada hewan pengerat dalam kasus peradangan pada telinga setelah dipicu oleh zat xylene pada tikus dan peradangan setelah dipicu oleh formalin pada kaki tikus. Hasil penelitian mendukung penggunaan tradisional kuma-kuma sebagai obat anti-peradangan.[1,7]
Dalam hasil studi paralel menunjukkan bahwa bahan kuma-kuma seperti crocin dan safranal juga menekan respon nyeri inflamasi (radang) dan menurunkan jumlah neutrofil. Efek anti-inflamasi mungkin disebabkan oleh kandungan flavonoid, tanin, antosianin, alkaloid, dan saponin.[6,7]
Penggunaan kuma-kuma sebagai antidepresan memiliki tradisi panjang, mulai dari jaman dahulu hingga zaman modern. Kelopak dan ekstrak hidroalkohol dari stigma kuma-kuma telah terbukti memiliki aktivitas anti depresan dalam uji coba buta (double blind), acak dan terkontrol yang menggunakan plasebo (obat kosong) selama 6 minggu pada hewan pengerat.[1,2]
Mirip dengan obat antidepresan standar 'imipramine' dan 'fluoxetine', kuma-kuma dapat memberikan efek antidepresan dengan merubah tingkat bahan kimia tertentu di otak, termasuk serotonin. Serotonin adalah neurotransmitter peningkat suasana hati yang dibentuk dari triptofan.[2,4]
Sifat kimiawi neurotransmitter seperti dopamin, norepinefrin, dan serotonin memainkan peran penting dalam depresi. Crocin telah menunjukkan dampak antidepresan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa crocin mempengaruhi mekanisme serotonergik dengan meningkatkan serotonin. Selain itu, efek kuma-kuma pada ketersediaan serotonin dapat menurunkan gejala pramenstruasi.[4,6]
Dalam dua penelitian lain, khasiat kelopak C. sativus dalam pengobatan depresi ringan sampai sedang dikonfirmasi oleh Akhondzadeh Basti (2007) Moshiri (2006). Hosseinzadeh dkk. (2007) menunjukkan bahwa komponen kelopak kuma-kuma, kaempferol, dapat menjadi agen yang berpereran penting dalam pengobatan depresi.[6]
Kuma-kuma dilaporkan mampu melindungi jantung pada kerusakan miokard yang dipicu oleh isoproterenol. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa kuma-kuma bersifat kardioprotektif dengan mempertahankan fungsi hemodinamik dan ventrikel kiri, menjaga keutuhan struktural dan meningkatkan status antioksidan.[4,7]
Antioksidan dalam teh kuma-kuma (likopen, flavonoid) dapat menurunkan risiko penyakit kardiovaskular atau jantung seperti aterosklerosis, hipertrigliseridemia, dan hiperkolesterolemia.[4]
Diketahui bahwa crocetin dan crocin dapat mengaktifkan mekanisme yang berbeda dalam penanganan hipertensi, mengobati kerusakan fungsi endotel (lapisan pembatas antara pembuluh darah dengan darah), terutama masalah kontraksi aorta, yang juga dikenal memiliki efek hipotensi.[4]
Selain itu, crocin juga mengungkapkan efek perlindungan dari kerusakan jantung melalui pengurangan peroksidasi lipid yang dapat membentuk radikal bebas serta mengurangi risiko kematian sel (apoptosis).[7]
Kuma-kuma telah dipelajari sebagai obat kandidat potensial untuk Diabetes Mellitus. Konstituen aktif utama dari kuma-kuma yang memberikan respon antidiabetes adalah crocin, crocetin, dan saffranal.[4]
Penggunaan crocetin dosis tinggi (40 mg / kg) terbukti mampu melawan perkembangan kekebalan insulin. Pada kenyataannya, crocetin dapat mencegah dislipidemia dengan mempertahankan kadar asam lemak bebas, trigliserida dan kolesterol LDL dalam batas normal, serta menghindari hipertensi yang disebabkan oleh diet yang dilengkapi dengan fruktosa.[2]
Dislipidemia adalah ketidakwajaran pada jumlah kadar lipid di dalam darah, baik terlalu tinggi maupun terlalu rendah.
Kuma-kuma menujukkan efek nyata dapat merangsang pengambilan glukosa dalam sel otot rangka, meningkatkan sensitivitas insulin dalam metabolisme glukosa, mencegah penumpukan glukosa berlebih dalam darah, serta membantu regenerasi pankreas yang rusak.[4]
Kuma-kuma, memiliki reputasi yang baik sebagai afrodisiak di berbagai peradaban Mesir, Yunani, Romawi, dan lainnya. Secara tradisional, Muslim, Fenisia dan Cina menggunakan kuma-kkuma sebagai stimulan seksual.[2]
Aktivitas afrodisiak dari ekstrak air stigma C. sativus dan konstituennya, safranal, dan crocin, telah banyak dievaluasi. Hasil penelitian menunjukkan kuma-kuma dapat, tanpa risiko, secara efektif memerangi gangguan seksual tertentu yang dipicu oleh fluoxetine pada wanita seperti bergairah, lubrikasi, atau nyeri.[2]
Kuma-kuma menunjukkan efek positif pada fungsi seksual dengan peningkatan jumlah dan durasi ereksi pada pasien dengan kelemahan fungsi ereksi - bahkan setelah pengobatan hanya selama 10 hari.[2]
Penelitian telah menunjukkan bahwa kuma-kuma memiliki efek yang signifikan pada pria dibanding wanita. Senyawa crocin, terutama pada dosis 160 dan 320 mg/kg BB, dapat meningkatkan frekuensi pemasangan, frekuensi intromisi, dan frekuensi ereksi serta mengurangi latensi ejakulasi.[4]
Kuma-kuma telah diidentifikasikan sebagai rempah yang minim efek samping. Meskipun begitu, jika mengkonsumsinya dalam jumlah berlebihan, justru akan memberikan pengaruh merugikan pada tubuh.
Nilai dosis mematikan dari stigma dan kelopak kuma-kuma adalah 1,6 dan 6 g / kg, masing-masing, pada tikus. Kuma-kuma dianggap beracun jika tertelan dalam dosis lebih dari 5 g dan bisa berakibat fatal jika diminum sekitar 20 g / hari.[2]
Keracunan ringan akibat kuma-kuma menyebabkan pusing, mual, muntah dan diare, sedangkan keracunan yang lebih parah dapat menyebabkan mati rasa, kesemutan di tangan dan kaki, serta kulit dan mata kekuningan karena pengendapan pigmen kuning pada kulit dan konjungtiva.[2]
Konsumsi kuma-kuma dalam jumlah 10g atau lebih juga dapat menyebabkan aborsi. Pendarahan spontan juga bisa muncul sebagai gejala.[2,4]
Dalam penggunaan kosmetik herbal tradisional, kuma-kuma dapat direndam dengan beberapa lembar daun kemangi untuk mengatasi noda seperti jerawat. Campuran untaian kuma-kuma yang dibasahi dan minyak kelapa murni, atau minyak zaitun, serta sedikit susu mentah merupakan cara efektif untuk mengelupas dan meningkatkan sirkulasi darah kulit wajah.[2]
Selain itu, untuk mengobati penyakit kulit seperti jerawat, kuma-kuma juga dapat diolah dalam bentuk pasta dan digunakan secara oles pada area yang sakit. Charaka, dkk. menggunakan bubuk stigma kuma-kuma sebagai salah satu obat untuk pengobatan katarak, rabun senja dan penglihatan yang buruk.[1]
Kuma-kuma dianggap sebagai tonik untuk jantung dan sistem saraf, dan untuk melancarkan menstruasi. Selain itu, pada dosis rendah, hal ini dapat menyebabkan rangsangan pada rahim untuk kehamilan dan dalam jumlah yang lebih besar dapat menyebabkan penyempitan dan kejang.[1]
Faktor terpenting yang menyebabkan dekomposisi atau penurunan kualitas kuma-kuma adalah kelembaban produk dan kelembaban udara relatif, suhu lingkungan, sinar matahari langsung, oksigen, dan kualitas kemasan. Jelas bahwa semakin rendah suhu dan kelembapan, semakin tinggi kualitasnya.[5]
Kuma-kuma mengandung crocin, crocetin, dan saffranal, senyawa aktif yang sangat baik bagi kesehatan tubuh seperti antioksidan, anti-inflamasi, anti-diabetik, anti-kolesterol, menurunkan risiko penyakit jantung, alzheimer, kerusakan hati, lemah syahwat, dan masih banyak lagi.
1. Vijaya Bhargava K. Medicinal Uses and Pharmacological Properties of Crocus Sativus Linn (Saffron). 3(3): 22-26. International Journal of Pharmacy and Pharmaceutical Sciences; 2011.
2. Ibtissam Mzabri, Mohamed Addi and Abdelbasset Berrichi. Traditional and Modern Uses of Saffron (Crocus Sativus). 6(4): 63. Cosmetics; 2019.
3. Anonym. Saffron (C. sativus) Nutritional Value per 100 g. USDA National Nutrient Database; 2021.
4. Saiful Izwan Abd Razak, Mohd Syahir Anwar Hamzah, Foong Choi Yee, Mohammed Rafiq Abdul Kadir & Nadirul Hasraf Mat Nayan. A Review on Medicinal Properties of Saffron toward Major Diseases. 23(2): 98-116. Journal of Herbs, Spices & Medicinal Plants; 2017.
5. Gohari AR, Saeidnia S, Mahmoodabadi MK. An overview on saffron, phytochemicals, and medicinal properties. 7(13): 61-6. Pharmacognosy Reviews; 2013.
6. Bilal Ahmad Wani, Amina Khan Rouf Hamza and F. A. Mohiddin. Saffron: A repository of medicinal properties. 5(11): 2131-2135. Journal of Medicinal Plants Research; 2011.
7. Arshad Husain Rahmani, Amjad Ali Khan, Yousef Homood Aldebasi. Saffron (Crocus sativus) and its Active Ingredients: Role in the Prevention and Treatment of Disease. 9(6): 873-879. Pharmacognosy Journal; 2017.
8. Peggy Trowbridge Filippone. Saffron Recipes and Storage Storage Tips. The Spruce Eats; 2018.