Daftar isi
Narkolepsi merupakan sebuah gangguan tidur kronik yang ditandai dengan rasa kantuk berlebihan dan bahkan penderitanya dapat tidur tiba-tiba di mana saja tanpa mampu mengendalikan rasa kantuk [1,7,11,12].
Berbeda dari kasus hipersomnia di mana seseorang merasa lelah dan mengantuk sepanjang waktu namun masih bisa mengendalikannya, penderita narkolepsi tidak demikian.
Orang-orang dengan narkolepsi merasa kesulitan bertahan untuk tetap terjaga, khususnya jika bertahan tetap sadar dalam waktu lama.
Tanpa memandang situasi dan kondisi, narkolepsi kerap mengakibatkan mereka tertidur di manapun dan kapanpun sehingga berpengaruh buruk bagi kegiatan harian penderita.
Tinjauan Narkolepsi merupakan gangguan tidur di mana penderitanya sulit mengendalikan rasa kantuk sehingga dapat tertidur di mana saja dan kapan saja.
Penyebab narkolepsi hingga kini belum diketahui secara pasti, namun diketahui bahwa umumnya orang-orang dengan kasus narkolepsi memiliki kadar hipokretin yang rendah.
Jenis narkolepsi yang terjadi karena hipokretin rendah diketahui sebagai narkolepsi tipe 1 [1].
Walau belum teridentifikasi secara detail, narkolepsi tipe 1 diduga kuat oleh para peneliti memiliki keterkaitan dengan gangguan autoimun.
Sementara itu, terdapat pula narkolepsi tipe 2 yang belum terlalu jelas, namun memiliki kemiripan dengan kondisi narkolepsi tipe 1 hanya saja kadar hipokretin tidak serendah narkolepsi tipe 1.
Hipokretin adalah senyawa neurokimia pada otak yang berfungsi utama sebagai pengatur tidur dan bangun.
Orang-orang yang mengalami katapleksi umumnya memiliki kadar hipokretin yang tergolong rendah.
Hanya saja, penyebab kadar rendah hipokretin serta penyebab sel-sel penghasil hipokretin yang hilang di otak juga tak diketahui.
Meski demikian, diduga kuat bahwa beberapa faktor di bawah ini adalah yang menyebabkan kondisi tersebut [1,2] :
Sejumlah faktor lain yang mampu meningkatkan risiko narkolepsi antara lain adalah [1,2,3] :
Beberapa penyakit tertentu mampu menyebabkan bagian otak penghasil hipokretin terganggu dan mengalami kerusakan.
Tinjauan Penyebab pasti narkolepsi belum diketahui hingga sekarang, namun diduga kuat bahwa kadar hipokretin yang terlampau rendah di dalam tubuh dapat menyebabkan narkolepsi.
Narkolepsi dapat menimbulkan sejumlah gejala yang berpotensi bertambah buruk untuk beberapa tahun.
Bahkan pada sejumlah penderita, narkolepsi terus dialami seumur hidup.
Berikut adalah tanda-tanda umum yang menunjukkan bahwa seseorang sedang menderita narkolepsi.
Penderita sering tertidur tanpa dapat dikendalikan kapan saja dan di mana saja, terutama di siang hari [1].
Hipersomnia atau rasa lelah dan kantuk berlebih terjadi di siang hari dan hal ini juga menjadi pemicu penderita tak dapat berkonsentrasi pada hal-hal yang dikerjakan.
Katapleksi adalah kondisi ketika otot mendadak mengalami kelemahan dan sangat lemas [1,4].
Saat hal ini terjadi, mulut akan tiba-tiba membuka, kepala terjatuh, otot seluruh tubuh melemah, dan bahkan barang yang sedang dibawa pun dapat terjatuh.
Penderita narkolepsi dapat mengalami beberapa episode katapleksi, namun tidak semua penderita narkolepsi pasti mengalami katapleksi ini.
Halusinasi adalah bagian dari gejala narkolepsi di mana penderita misalnya merasa ada orang asing yang ada di kamarnya saat bangun tidur [1,4].
Karena terasa begitu nyata, hal ini begitu mengerikan bagi penderita, terutama bila tidak dalam kondisi benar-benar sadar.
Daya ingat penderita narkolepsi dapat tiba-tiba mengalami penurunan [5].
Bahkan aktivitas apa yang baru saja dikerjakan pun dapat hilang dari ingatan.
Ketindihan juga dapat dialami oleh sebagian penderita kasus narkolepsi [1,4].
Penderita dalam kondisi ketindihan akan sulit bicara maupun bergerak seperti ada yang menahan atau menindihnya.
Hal ini berpotensi terjadi saat penderita baru mulai tertidur atau saat hendak terbangun.
Narkolepsi juga dapat ditandai dengan kondisi sleep apnea obstruktif, yaitu henti nafas [1].
Saluran nafas yang mengalami hambatan (obstruksi) menjadi penyebab kondisi ini terjadi.
Beberapa penderita dapat mengalami juga sindrom kaki gelisah di mana gerakan kaki rasanya tidak dapat dihentikan atau dikendalikan [1,4].
Begitu juga dengan obesitas serta perubahan REM (rapid eye movement) pada saat tidur juga menjadi gejala.
Kapan sebaiknya memeriksakan diri ke dokter?
Segera periksakan diri ke dokter saat rasa kantuk di siang hari mulai sulit dikendalikan.
Bahkan ketika mulai sering tertidur tanpa mengenal tempat dan waktu, sebaiknya segera ke dokter dan menempuh pemeriksaan.
Membiarkan gejala terlalu lama hanya akan memperburuk kualitas hidup karena kegiatan sehari-hari yang menjadi lebih terganggu.
Tinjauan Hipersomnia, halusinasi, hilangnya tonus otot, obesitas, sindrom kaki gelisah, sleep apnea obstruktif, perubahan REM, ketindihan dan gangguan daya ingat menjadi gejala yang umumnya terjadi pada penderita narkolepsi.
Melihat dari gejala rasa lelah, ngantuk dan bahkan tidur berlebih di siang hari, dokter biasanya akan membuat diagnosa awal narkolepsi.
Hal ini juga didukung oleh kondisi pasien yang mengalami katapleksi.
Setelahnya, dokter akan merujukkan pasien ke dokter spesialis gangguan tidur untuk dievaluasi lebih lanjut.
Beberapa metode diagnosa yang biasanya digunakan sebagai tes penunjang dalam mengonfirmasi narkolepsi antara lain adalah :
Seperti pada pemeriksaan yang dilakukan pada pasien yang diduga hipersomnia, dokter perlu enerapkan polisomnografi [1,4,7].
Melalui pemeriksaan ini, dokter dapat melakukan pemantauan aktivitas listrik pada organ tubuh pasien selama tidur.
Elektroda akan dipasang pada permukaan tubuh pasien dan pemeriksaan aktivitas listrik mata, jantung serta otak pun dimulai.
Pemeriksaan penunjang lainnya yang sama penting adalah pengukuran tingkat hipokretin di dalam tubuh pasien [7].
Dokter lebih dulu melakukan prosedur pungsi lumbar atau pengambilan sampel cairan saraf tulang belakang dan otak yang disebut dengan cairan serebrospinal.
Dokter akan menggunakan jarum untuk mengambil cairan dari tulang punggung pasien bagian bawah lalu dianalisa di laboratorium.
Pemeriksaan penunjang lainnya yang juga diperlukan adalah ESS yang dokter lakukan dengan memberikan sebuah kuesioner [6,7].
Tujuan pemeriksaan adalah untuk menilai seberapa besar potensi pasien langsung tertidur usai melalukan kegiatan yang berbeda.
Aktivitas berbeda ini meliputi menonton televisi, membaca, atau duduk, lalu skor kuesioner itulah yang menentukan apakah pasien memiliki kemungkinan mengidap narkolepsi.
Dokter menggunakan metode ini untuk mengidentifikasi pasien membutuhkan waktu berapa lama untuk bisa benar-benar tertidur khususnya pada waktu siang [1,7].
Dokter meminta pasien untuk tidur beberapa kali di siang hari dan di saat bersamaan dokter mengukur berapa lama yang pasien perlukan untuk terlelap.
Pada metode pemeriksaan ini, dokter juga melakukan penilaian terhadap fase tidur pasien.
Pasien berpotensi mengalami narkolepsi apabila pasien membutuhkan waktu yang sangat sedikit untuk tertidur.
Bahkan bila pasien sangat cepat masuk ke fase tidur REM (rapid eye movement), hal ini semakin menguatkan diagnosa.
Tinjauan Polisomnnografi, pengukuran kadar hipokretin, Epworth sleepiness scale, dan multiple sleep latency test adalah metode-metode diagnosa yang umumnya digunakan untuk memeriksa narkolepsi.
Belum ditemukan pengobatan yang mampu menyembuhkan narkolepsi sepenuhnya.
Namun dua metode perawatan, yakni melalui obat-obatan dan perubahan gaya hidup dapat membantu mengatasi gejala.
Umumnya, obat-obatan yang diresepkan oleh dokter untuk mengendalikan gejala narkolepsi antara lain adalah :
Untuk katapleksi, obat ini biasanya memiliki efektivitas tinggi dalam mengatasinya.
Tujuan pemberian obat ini biasanya adalah sebagai peningkat kualitas tidur di malam hari.
Ketika dokter memberikan resep dengan dosis tinggi, maka obat ini akan mengendalikan rasa kantuk berlebih saat siang hari.
Namun, pastikan penderita sudah tahu mengenai efek samping yang dapat ditimbulkan, seperti mual dan kemungkinan tidur berjalan.
SSRI atau SNRI diresepkan oleh dokter untuk mengatasi beberapa gejala seperti halusinasi, katapleksi, dan ketindihan.
Beberapa efek samping dair obat ini yang perlu diwaspadai adalah gangguan pencernaan, insomnia, dan kenaikan berat badan.
Obat golongan stimulan seperti armodafinil atau modafinil akan diresepkan untuk membantu agar pasien dapat terjaga di siang hari [1,4,7].
Selain ini, methylphenidate juga kemungkinan diresepkan oleh dokter yang walaupun memiliki efektivitas tinggi, namun dapat bersifat adiktif bagi pasien [1,7,8].
Beberapa efek samping dapat terjadi dari penggunaan obat-obatan ini walau sangat jarang, seperti kecemasan, mual, palpitasi (detak jantung lebih cepat), kegugupan, atau sakit kepala.
Obat golongan ini yang kemungkinan dokter resepkan adalah clomipramine, imipramine, dan protriptyline.
Tujuan pemberian obat adalah untuk mengatasi gejala katapleksi pasien.
Namun beberapa efek samping seperti kepala terasa ringan dan melayang serta mulut kering perlu diwaspadai.
Pada pasien yang memiliki diabetes atau tekanan darah tinggi, sebaiknya informasikan kondisi kepada dokter.
Dokter akan menambahkan obat-obat khusus untuk mengatasi kondisi tersebut yang dapat berinteraksi dengan obat lain.
Perubahan gaya hidup dapat membantu mengatasi gejala-gejala narkolepsi yang timbul dan mengendalikannya selain dengan mengonsumsi obat-obatan.
Berikut ini adalah beberapa hal yang bisa dilakukan untuk meredakan gejala [1,7,9].
Tinjauan Narkolepsi dapat diatasi dengan pemberian obat-obatan pereda gejala yang disertai dengan mengubah pola hidup menjadi lebih baik dan seimbang (khususnya pola tidur dan olahraga).
Kondisi narkolepsi yang umumnya tidak terkendali menjadi hal yang mampu membahayakan penderitanya setiap saat.
Beberapa komplikasi yang perlu diketahui dan diwaspadai antara lain adalah [1,4,10,11] :
Tidak terdapat cara untuk mencegah narkolepsi agar tidak terjadi sama sekali [12].
Namun serangan tidur yang terjadi mendadak berkali-kali dapat dikurangi dengan menggunakan pengobatan yang sudah diberikan dokter.
Untuk meredakan gejala dan mencegah komplikasi narkolepsi, beberapa hal yang bisa diupayakan seperti [11,12] :
Tinjauan Tidak ada cara untuk mencegah narkolepsi, namun untuk meminimalisir risiko komplikasi narkolepsi, hindari berbagai pemicunya.
1. Jennifer M. Slowik & Jacob F. Collen; Allison G. Yow. Narcolepsy. National Center for Biotechnology Information; 2020.
2. W T Longstreth Jr, Thomas D Koepsell, Thanh G Ton, Audrey F Hendrickson, & Gerald van Belle. The epidemiology of narcolepsy. Sleep; 2007.
3. H A Droogleever Fortuyn, Martijn A Lappenschaar, Joop W Furer, Paul P Hodiamont, Cees A Th Rijnders, Willy O Renier, Jan K Buitelaar, & Sebastiaan Overeem. Anxiety and mood disorders in narcolepsy: a case-control study. General Hospital Psychiatry; 2010.
4. Giuseppe Plazzi, Fabio Pizza, Vincenzo Palaia, Christian Franceschini, Francesca Poli, Keivan K. Moghadam, Pietro Cortelli, Lino Nobili, Oliviero Bruni, Yves Dauvilliers, Ling Lin, Mark J. Edwards, Emmanuel Mignot, & Kailash P. Bhatia. Complex movement disorders at disease onset in childhood narcolepsy with cataplexy. Brain A Journal of Neurology; 2011.
5. A E Rogers & R S Rosenberg. Tests of memory in narcoleptics. Sleep; 1990.
6. M W Johns. A new method for measuring daytime sleepiness: the Epworth sleepiness scale. Sleep; 1991.
7. Gbolagade Sunmaila Akintomide & Hugh Rickards. Narcolepsy: a review. Neuropsychiatric Disease and Treatment; 2011.
8. Todd J Swick. Treatment paradigms for cataplexy in narcolepsy: past, present, and future. Nature and Science of Sleep; 2015.
9. Yves Dauvilliers, Isabelle Jaussent, Benjamin Krams, Sabine Scholz, Stéphane Lado, Patrick Levy, & Jean Louis Pepin. Non-Dipping Blood Pressure Profile in Narcolepsy with Cataplexy. PLoS One; 2012.
10. S Ervik 1, M Abdelnoor, M S Heier, M Ramberg, & G Strand. Health-related quality of life in narcolepsy. Acta Neurologica Scandinavica; 2006.
11. Emily C Barker, Julie Flygare, Shalini Paruthi, & Katherine M Sharkey. Living with Narcolepsy: Current Management Strategies, Future Prospects, and Overlooked Real-Life Concerns. Nature and Science of Sleep; 2020.
12. Anonim. Narcolepsy. Harvard Publishing Health - Harvard Medical School; 2019.