Tinjauan Medis : dr. Maria Arlene, Sp.Ak
Sesak napas di malam hari, terutama yang terjadi ketika tidur, merupakan hal yang menyeramkan bagi banyak orang. Salah satu penyebabkan mungkin merupakan gangguan pada jantung dan paru. Namun ternyata
Salah satu faktor untuk bisa tidur dengan lelap adalah pernapasan yang lancar. Namun pada beberapa orang, setiap malam hari dapat sangat menyiksa karena sesak napas yang dialami.
Dyspnea adalah sebutan lain untuk sesak napas di mana kondisi ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor, baik itu gangguan pada paru, jantung, atau bahkan bukan karena keduanya.
Berikut ini adalah kemungkinan-kemungkinan penyebab sesak napas pada malam hari yang perlu diwaspadai.
Daftar isi
Sesak nafas adalah gejala utama yang dialami penderita asma dan kondisi ini memang dapat terjadi kapan saja tanpa mengenal waktu.
Namun untuk penderita asma yang merasakan sesak nafas di malam hari, maka istilah untuk kondisi ini adalah asma nokturnal atau nocturnal asthma [1,2].
Beberapa faktor mampu memicunya, seperti stres pikiran, posisi tidur, lingkungan tidur, perubahan hormon, penumpukan cairan di dalam tenggorokan, hingga perubahan suhu yang lebih dingin ketika malam hari [1,2].
Penderita asma yang juga memiliki gangguan pencernaan pada lambung seperti GERD pun berisiko tinggi mengalami sesak nafas di malam hari sehingga akan sulit tidur [1,2].
Sesak napas dapat pula disebabkan oleh alergi yang kambuh. Karena terjadi di malam hari, sesak napas dapat terjadi karena paparan udara dingin sehingga alergi timbul kembali [3].
Atau, lingkungan kamar tidur dekat dengan alergen lain seperti bulu hewan hingga debu sehingga gejala alergi terpicu [3].
Membuka jendela saat malam hari juga mampu membawa serbuk sari tanaman masuk ke dalam ruangan dan terhirup lalu menyebabkan sesak nafas jika memang memiliki alergi ini [3].
Biasanya, sesak nafas karena alergi disertai dengan hidung gatal, bersin-bersin, hingga hidung berair [3].
Pada pemilik riwayat penyakit jantung, sesak napas di malam hari dapat menandakan gagal jantung.
Sesak napas yang terjadi dapat disebabkan oleh penumpukan cairan tubuh di dalam jaringan tubuh maupun organ paru sehingga pada posisi berbaring menjadi sulit untuk bernapas [4].
Kondisi gagal jantung juga terjadi karena proses pemompaan darah oleh jantung tidak maksimal [4].
Penyakit diabetes, efek penggunaan obat tertentu, obesitas, diet yang tak sehat, hingga kebiasaan merokok mampu menjadi peningkat risiko gagal jantung [4].
Selain itu, penderita penyakit jantung koroner pun memiliki peluang lebih besar dalam mengalami gagal jantung serta serangan jantung [4].
Penderita hipertensi atau darah tinggi pun memiliki risiko sama tinggi untuk menderita gagal jantung [4].
Faktor risiko gagal jantung lainnya yang perlu diwaspadai meliputi ketidakteraturan detak jantung atau aritmia hingga peradangan dan cedera pada jantung. [4]
Emboli paru dapat dialami ketika penggumpalan darah terjadi pada bagian par-paru sehingga menimbulkan sesak napas [5].
Selain sesak napas, beberapa keluhan yang menandakan emboli paru adalah batuk, pembengkakan pada bagian tungkai, serta nyeri di bagian dada [5].
Gangguan mental tertentu seperti serangan panik dan gangguan kecemasan pun mampu menjadi penyebab seseorang mengalami sesak napas pada malam hari [6].
Kondisi mental yang sedang tidak baik dan dipenuhi dengan kecemasan, terutama saat-saat sebelum tidur mampu menjadi pemicu serangan panik [6].
Tak hanya sesak napas, rasa mual dan rasa ingin pingsan dapat terjadi ketika serangan panik terjadi [6].
Tersumbatnya saluran hidung berkaitan dengan terjadinya pembengkakan dan infeksi seperti sinusitis mampu menyebabkan penderitanya sulit tidur karena susah bernapas, terutama di malam hari [7,8].
Umumnya, gejala lain yang turut menyertai sesak napas pada kondisi sinusitis adalah batuk, sakit kepala, hidung tersumbat, tubuh lebih cepat lelah, tekanan di bagian dalam telinga, wajah nyeri terutama saat menduduk, dan bau mulut [7,8].
Penyakit asam lambung atau yang juga dikenal dengan istilah GERD dapat menjadi penyebab lain mengapa di malam hari lebih mudah mengalami sesak napas [9].
Jika sesak napas disertai dengan heartburn atau dada terasa seperti terbakar, maka hal ini berkemungkinan besar terjadi karena GERD [9].
Posisi tidur dengan bantal yang rendah atau tipis mampu menjadi pemicu sesak napas jika memiliki GERD [9].
Asam lambung yang sudah naik akan lebih mudah mencapai kerongkongan karena posisi kepala kurang tinggi [9].
Pneumonia atau infeksi paru dapat menimbulkan sesak napas sebagai gejala umum dan utama [10].
Penyakit pernapasan yang disebabkan oleh jamur, virus atau bakteri ini tidak hanya dapat menimbulkan gejala di malam hari [10].
Penderita dapat mengalami gejala sepanjang hari, namun ketika tidur malam biasanya gejala terasa lebih buruk dari sebelum-sebelumnya. Selain sesak napas, penderita akan merasakan adanya tekanan pada dada [10].
PPOK atau penyakit paru obstruktif kronis adalah penyebab lainnya mengapa seseorang dapat mengalami sesak napas pada malam hari [11].
Radang paru-paru ini bersifat kronis karena perkembangan kondisinya adalah dalam jangka panjang yang ditandai dengan sesak napas, mengi, serta batuk berdahak [11].
Pada kondisi PPOK ini, batuk berdahak membutuhkan waktu yang sangat lama untuk sembuh di mana akan diikuti dengan berat badan turun, tubh lemas, bengkak pada tungkai, dan dada nyeri [11].
Jika kemudian penderita merasakan kesulitan bicara karena napas pendek, jantung berdetak lebih kencang, demam, linglung, hingga bibir serta ujung jari membiru, maka jangan tunggu lagi untuk memeriksakan diri ke dokter [11].
Gangguan tidur seperti sleep apnea termasuk pula di dalam deretan penyebab sesak napas yang dialami di malam hari.
Sleep apnea atau apnea tidur sendiri merupakan gangguan pernapasan di mana napas berhenti sementara beberapa kali ketika seseorang sedang tidur [12].
Suara dengkuran keras menjadi gejala umum dari sleep apnea disertai dengan henti napas beberapa kali dalam waktu beberapa detik saat terlelap [12].
Sewaktu tidur, penderita pun akan kepayahan saat mengambil napas secara terengah-engah, terbatuk-batuk, dan ketika bangun dari tidur serasa seperti dicekik [12].
Seringkali kondisi sleep apnea kemudian mengakibatkan penderitanya mengalami insomnia [12].
Tak jarang beberapa kondisi lain turut menyertai, terutama setelah terbangun dari tidur, seperti mulut kering, sulit konsentrasi, merasakan kantuk sepanjang hari, dan sakit kepala [12].
Bahkan beberapa penderitanya pun dapat mengalami penurunan libido dan perubahan suasana hati ekstrem [12].
Cara mengatasi sesak napas yang dialami di malam hari perlu disesuaikan dengan faktor yang menyebabkannya, seperti berikut.
Karena asma nokturnal menjadi lebih buruk saat malam hari disebabkan oleh sel-sel peradangan yang menjadi lebih aktif, penderita perlu meningkatkan nada vagal dan mengurangi epinephrine [2].
Selain itu, penggunaan kortikosteroid oral, antikolinergik, long acting b-agonists dan sustained-release theophylline juga akan menjadi pereda asma nokturnal [2].
Menjaga agar kamar bebas alergen sangat penting sebagai solusi sesak napas penderita [13].
Jika perlu, menjaga kamar tetap nyaman dengan memasang alat penyaring udara (air purifier) dan pelembab udara (humidifier) dapat dilakukan serta rutin membersihkan kamar agar tidak berdebu [13].
Untuk meredakan gejala dengan efektif, biasanya dokter memberikan beta-blockers, diuretik, aldosterone antagonist, digoxin, hydralazine plus nitrate, angiotensin receptor blockers, angiotensin converting enzyme inhibitors dan/atau angiotensin receptor neprilysin inhibitor [4].
Pemberian tambahan oksigen, resusitasi cairan intravena, vasopresor, oksigenasi membran ekstrakorporeal, dan antikoagulan adalah bentuk-bentuk perawatan umum bagi penderita emboli baru [5].
Penanganan disesuaikan dengan tingkat keparahan dan adanya kondisi medis lain pada tubuh pasien [5].
Trombolisis dan embolektomi merupakan metode penanganan lainnya yang kemungkinan dokter rekomendasikan jika memang kondisi emboli paru tidak stabil dan pada tahap yang berat [5].
Meditasi, melatih pernapasan, melakukan Yoga, rajin berolahraga, dan menghindari pemicu gangguan kecemasan dapat menjadi solusi [14,15].
Namun bila merasa perlu, segeralah berkonsultasi dengan ahli kesehatan mental seperti psikiater atau psikolog agar gejala ditangani dengan metode yang benar.
Untuk penanganan sinusitis, biasanya penderita membutuhkan pembersih saluran hidung (nasal wash), humidifikasi, dan dekongestan seperti pseudoephedrine [7].
Apabila sinusitis disebabkan atau berkaitan dengan alergi, maka dokter akan meresepkan antihistamin [7].
Untuk penderita yang mengalami edema mukosa hidung, dokter akan memberikan steroid topikal untuk meredakannya, sementara antibiotik juga akan diresepkan jika terdapat infeksi bakteri [7].
Perubahan gaya hidup sangat dianjurkan bagi penderita GERD, yakni dengan makan teratur, menghindari makanan dan minuman pemicu kenaikan asam lambung, serta menjaga berat badan agar tidak obesitas [9].
Dokter biasanya memberikan antasid jika perubahan pola diet tidak berhasil meredakan gejala GERD [9].
Laparoskopi akan dokter rekomendasikan bila GERD tak efektif diatasi dengan diet sehat dan obat-obatan [9].
Antibiotik adalah obat yang diresepkan bagi penderita pneumonia karena bakteri [10].
Sementara itu, obat pereda nyeri, obat penurun demam dan obat batuk hanya diberikan sebagai pereda gejala [10].
Ventilator juga akan dokter berikan bila pasien membutuhkan oksigen tambahan karena sesak napas berat [10].
Para penderita PPOK sangat dianjurkan untuk mendapatkan vaksinasi influenza setiap tahunnya [11].
Selain itu, penanganan PPOK biasanya diatasi dengan bronkodilator, antibiotik, phosphodiesterase inhibitors, glukokortikoid sistemik, dan kortikosteroid hirup [11].
Untuk merilekskan otot-otot pada saluran napas, biasanya dokter meresepkan beta2-agonists (golongan bronkodilator) bersama dengan methylxanthine dan/atau antimuscarinic [11].
Jika kondisi pasien cukup serius dan obat-obatan tidak efektif, dokter akan merekomendasikan bulektomi (prosedur operasi pengurangan volume paru hingga prosedur transplantasi paru [11].
Menurunkan berat badan, berhenti merokok atau tidak merokok sama sekali, serta memiliki pola hidup sehat dapat membantu agar gejala sleep apnea berkurang [12].
Langkah pencegahan utama untuk sesak napas yang dirasakan di malam hari, kenali penyakit yang tengah diderita dan segera dapatkan penanganan yang tepat sesuai penyebab.
Dengan mengatasi kondisi medis penyebab sesak napas, maka hal ini otomatis meminimalisir risiko sesak napas kambuh atau berulang.
Selain itu, beberapa upaya berikut dapat coba dilakukan supaya tidur malam menjadi lebih nyenyak tanpa gangguan pernapasan.
1. Harly Greenberg & Rubin I Cohen. Nocturnal asthma. Current Opinion in Pulmonary Medicine; 2012.
2. Gwen S Skloot. Nocturnal asthma: mechanisms and management. The Mount Sinai Journal of Medicine; 2002.
3. Elizabeth England, MD, Michele Callahan, MD, Laura J. Bontempo, MD, Med, & Zachary D.W. Dezman, MD, MS. 29-year-old Woman with Dyspnea. Clinical Practice and Cases Emergency Medicine; 2017.
4. Ahmad Malik; Daniel Brito; & Lovely Chhabra. Congestive Heart Failure. National Center for Biotechnology Information; 2021.
5. Vrinda Vyas & Amandeep Goyal. Acute Pulmonary Embolism. National Center for Biotechnology Information; 2020.
6. Jennifer A. Shin, MD, Jesse D. Kosiba, BA, Lara Traeger, PhD, Joseph A. Greer, PhD, Jennifer S. Temel, MD, & William F. Pirl, MD, MPH. Dyspnea and Panic Among Patients With Newly Diagnosed Non-Small Cell Lung Cancer. HHS Public Access; 2015.
7. Amanda S. Battisti; Pranav Modi; & Jon Pangia. Sinusitis. National Center for Biotechnology Information; 2020.
8. Jeremiah A. Alt, MD, PhD & Timothy L. Smith, MD, MPH. Chronic Rhinosinusitis and Sleep: A Contemporary Review. HHS Public Access; 2014.
9. Catiele Antunes; Abdul Aleem; & Sean A. Curtis. Gastroesophageal Reflux Disease. National Center for Biotechnology Information; 2021.
10. Vardhmaan Jain; Rishik Vashisht; Gizem Yilmaz; & Abhishek Bhardwaj. Pneumonia Pathology. National Center for Biotechnology Information; 2021.
11. Anuj K. Agarwal; Avais Raja; & Brandon D. Brown. Chronic Obstructive Pulmonary Disease. National Center for Biotechnology Information; 2021.
12. Jennifer M. Slowik; & Jacob F. Collen. Obstructive Sleep Apnea. National Center for Biotechnology Information; 2020.
13. James L. Sublett. Effectiveness of Air Filters and Air Cleaners in Allergic Respiratory Diseases: A Review of the Recent Literature. Current Allergy and Asthma Reports; 2011.
14. Andrea Zaccaro, Andrea Piarulli, Marco Laurino, Erika Garbella, Danilo Menicucci, Bruno Neri, & Angelo Gemignani. How Breath-Control Can Change Your Life: A Systematic Review on Psycho-Physiological Correlates of Slow Breathing. Frontiers in Human Neuroscience 2018.
15. Eduardo Lattari, Henning Budde, Flávia Paes, Geraldo Albuquerque Maranhão Neto, José Carlos Appolinario, Antônio Egídio Nardi, Eric Murillo-Rodriguez, & Sérgio Machado. Effects of Aerobic Exercise on Anxiety Symptoms and Cortical Activity in Patients with Panic Disorder: A Pilot Study. Clinical Practice & Epidemiology in Mental Health; 2018.