Tinjauan Medis : dr. Maria Arlene, Sp.Ak
Melankolia adalah bentuk berat dari depresi. Melankolia saat ini diklasifikasikan sebagai bagian dari Gangguan Depresi Mayor, walaupun hal ini masih menjadi perdebatan. Gejala dari melankolia sendiri menyerupai
Daftar isi
Depresi melankolis atau melankolia merupakan sebuah kondisi MDD atau major depressive disorder yang ditandai dengan rasa putus asa, hampa dan sedih berkepanjangan [1,2,3,4,5].
Berbagai tanda tersebut mengindikasikan bahwa penderita mengalami depresi berat di mana hal ini menyebabkan penderitanya kehilangan kesenangan dalam dirinya.
Jika sampai berlarut-larut dan tak segera mendapatkan penanganan, penderita dapat mengalami hambatan dalam kelangsungan hidupnya.
Seperti apa sejarah depresi melankolis (melankolia)?
Melancholia adalah istilah psikologis lama untuk depresi melankolis yang diperkenalkan pertama kali oleh Hippocrates pada abad ke-5 sebelum Masehi [1,2].
Melancholia sendiri adalah istilah yang dalam bahasa Yunani-nya memiliki makna black bile atau empedu hitam.
Pada masa itu, gejalanya cukup mirip dengan gejala-gejala yang berlaku pada masa sekarang, seperti kehilangan nafsu makan, ketakutan, agitasi, kesedihan, kelelahan, hingga insomnia/sulit tidur.
Tinjauan Depresi melankolis atau yang disebut juga dengan istilah melankolia adalah sebuah kondisi ketika penderitanya mengalami rasa sedih, hampa dan putus asa berkepanjangan dan dalam tahap yang berat seperti tidak ada harapan.
Awal dari episode gejala depresi melankolis umumnya bukan karena sebuah peristiwa atau kejadian tertentu.
Penyebab depresi sendiri belum diketahui secara jelas hingga kini, namun dapat menjadi suatu hal yang bersifat genetik.
Riwayat keluarga menderita depresi, fungsi otak yang mengalami gangguan, perubahan hormon, hingga kejadian traumatis masa lalu dapat meningkatkan risiko depresi melankolis [2,3].
Hanya saja pada kasus depresi melankolis, diyakini bahwa faktor biologis memegang peranan penting dan besar.
Beberapa orang jauh lebih rentan mengalami depresi melankolis dan orang-orang tersebut antara lain adalah [3,4] :
Pada penderita depresi melankolis, kejadian yang menyenangkan sekalipun tidak akan membuat suasana hatinya membaik.
Kejadian semenyenangkan apapun biasanya tidak meningkatkan suasana hati penderita depresi melankolis, sebentar dan sedikit pun tidak.
Tinjauan Penyebab pasti depresi melankolis belum diketahui jelas, namun faktor biologis dan gangguan fungsi otak mampu meningkatkan risiko tersebut. Lansia, para pasien rawat inap jangka panjang, serta orang-orang dengan ketidakmampuan membedakan imajinasi dengan realitas lebih mudah mengalami depresi melankolis.
Depresi melankolis dapat menimbulkan sejumlah gejala, seperti sejumlah kondisi di bawah ini [1,4,6,7] :
Pada beberapa kasus, penderita berkemungkinan memperlihatkan beberapa gejala melankolis MDD, yaitu antara lain [4,5] :
Pada penderita MDD dengan gejala yang sudah sangat berat, maka biasanya tanda-tanda melankolis akan timbul.
Tanda psikotik juga dapat terjadi pada para penderita MDD.
Tinjauan Gejala pada penderita depresi melankolis antara lain meliputi mudah cemas, mudah marah, sedih terus-menerus, makan terlalu sedikit atau terlalu banyak, banyak atau sedikit tidur, sering merasa lelah dan lemas, sulit mengingat, sulit fokus, sulit membuat keputusan, putus asa, tidak lagi tertarik dengan segala aktivitas yang sebelumnya dinikmati, bicara tentang bunuh diri, dan memiliki dorongan bunuh diri.
Ketika memeriksakan diri ke dokter dan berkonsultasi mengenai serangkaian gejala yang dialami, dokter akan menerapkan pemeriksaan dengan beberapa metode di bawah ini :
1. Evaluasi Riwayat Gejala, Kesehatan dan Fisik
Dokter perlu melakukan evaluasi terhadap riwayat gejala yang dialami pasien, riwayat medis, sekaligus kondisi fisik pasien [3,5,8].
Melalui evaluasi ini, dokter dapat mengetahui durasi gejala yang dialami pasien dan tingkat keparahannya.
Sejumlah pertanyaan yang kemungkinan ditanyakan dokter kepada pasien dalam proses pemeriksaan ini antara lain adalah :
Dokter selanjutnya juga akan memeriksa fisik pasien untuk memastikan adakah penyakit yang sedang diderita oleh pasien.
2. Tes Darah
Untuk memastikan apakah kondisi fisik pasien normal, tes darah perlu ditempuh oleh pasien sebagai tes penunjang [9].
Dokter perlu mengetahui apakah gejala-gejala yang mengarah pada depresi melankolis ada hubungannya dengan kondisi medis tertentu yang kemungkinan sedang diidap oleh pasien.
3. Evaluasi Kriteria Gejala
Untuk dapat mendiagnosa pasien dengan kondisi depresi melankolis atau melankolia, terdapat sejumlah kriteria gejala yang perlu disesuaikan.
Pasien positif menderita depresi melankolis ketika memenuhi kriteria gejala sebagai berikut [10] :
Untuk menguatkan diagnosa depresi melankolis, setidaknya pasien perlu memiliki tiga dari beberapa gejala berikut :
Tinjauan Dalam mendiagnosa depresi melankolis, dokter biasanya menggunakan sejumlah metode yang meliputi evaluasi riwayat kesehatan dan fisik, tes darah, serta evaluasi riwayat gejala untuk menyocokkannya dengan kriteria yang berlaku untuk diagnosa.
Evaluasi psikologis, riwayat medis dan juga fisik pasien diperlukan agar dokter dapat mengeliminasi berbagai kemungkinan kondisi lain dengan gejala yang serupa.
Berikut ini adalah beberapa kondisi psikologis yang memiliki kemiripan gejala dengan depresi melankolis [10].
Jika depresi melankolis utamanya disebabkan oleh adanya faktor genetik atau fungsi otak, maka biasanya pemberian obat-obatan adalah metode penanganan untuk pasien selain melalui terapi.
Beberapa jenis antidepresan dapat diresepkan oleh dokter bagi penderita depresi melankolis, seperti :
Untuk fungsi otak yang mengalami masalah dan menyebabkan depresi melankolis terjadi, SNRI adalah jenis obat yang tepat dan umumnya diresepkan oleh dokter [3,4].
Venlafaxine dan duloxetine adalah contoh obat golongan SNRI yang dapat pasien gunakan [11].
Obat ini diresepkan untuk mengubah cara kerja serotonin neurotransmitter pada otak pasien [3,4,5].
Dengan mengonsumsi obat ini, diharapkan obat ini mampu meningkatkan mood pasien.
Beberapa contoh obat golongan SSRI antara lain adalah escitalopram, sertraline, paroxetine, dan fluoxetine [12].
Tidak semua penderita depresi melankolis cocok menggunakan obat ini karena efek sampingnya yang sangat serius [4,5].
Namun pada beberapa pasien, MAOI adalah golongan obat yang efektif mengatasi gejala depresi melankolis.
Isocarboxazid, phenelzine, dan tranylcypromine adalah golongan MAOI yang umumnya diresepkan oleh dokter [13].
Amitriptyline, imipramine dan nortriptyline adalah contoh golongan TCA yang biasanya dokter resepkan [4].
Antidepresan generasi pertama ini bila dibandingan dengan versi barunya berpotensi menyebabkan efek samping lebih banyak.
Hanya saja, pada beberapa pasien depresi melankolis obat ini mampu membantu mengatasi gejala.
Vilazodone, vortioxetine, trazodone, dan mirtazapine adalah contoh golongan antidepresan atipikal yang dokter resepkan untuk kasus depresi melankolis [14].
Obat-obat ini berfungsi memengaruhi otak agar suasana hati atau mood pasien menjadi jauh lebih baik.
Bupropion adalah jenis NDRI yang berkemungkinan diresepkan oleh dokter [15].
Obat ini bertujuan untuk memengaruhi dopamine dan norepinephrine.
Selain melalui obat-obatan, pasien depresi melankolis dapat menempuh terapi bicara [17].
Pada terapi bicara ini, pasien akan didampingi dan dibimbing oleh terapis untuk mendiskusikan berbagai gejala yang dialami pasien.
Terapi bicara bertujuan utama membantu pasien dalam berbagai hal, seperti :
Terapi seperti ini dapat dilakukan perorangan, namun ada pula terapi kelompok yang bertujuan sama membantu pasiennya untuk menjadi lebih baik.
Melalui terapi kelompok, biasanya pasien dapat membagikan perasaannya dengan orang-orang yang mengerti kondisinya.
Selain terapi bicara, ada pula terapi elektrokonvulsif di mana pasien akan dibantu dalam meredakan gejala-gejala yang dialaminya selama ini [1,3,4,5,16].
Prosedur terapi ini dilakukan dengan memasang elektroda pada bagian kepala untuk mengirim impuls listrik ke otak.
Prosedur ini akan memicu timbulnya kejang ringan pada tubuh pasien, namun masih tergolong kondisi yang aman.
Terapi ini juga kini dianggap sebagai salah satu perawatan yang efektif dan aman untuk para pasien gangguan mental dan suasana hati.
Walau bukan menjadi metode perawatan utama untuk kasus depresi melankolis karena terdapat stigma mengenai hal ini, metode ini termasuk terpercaya.
Pada banyak kasus, baik itu depresi maupun depresi melankolis, kombinasi perawatan cukup sering diterapkan [1,4,5].
Kombinasi yang dimaksud meliputi terapi obat, terapi elektrokonvulsif, dan terapi bicara yang dilakukan dalam waktu yang sama.
Ketiga metode perawatan ini dianggap sebagai perawatan paling baik karena memiliki tingkat keberhasilan tinggi dalam mengatasi gejala pasien.
Tinjauan Penanganan depresi melankolis pada umumnya adalah melalui pemberian obat-obatan, terapi bicara, terapi elektrokonvulsif, serta kombinasi ketiga metode tersebut.
Hingga kini belum diketahui bagaimana cara mencegah agar depresi melankolis tidak terjadi sama sekali.
Namun untuk penderita gejala depresi melankolis yang mulai memiliki keinginan untuk bunuh diri, langkah pencegahan bunuh diri dapat dilakukan, yaitu dengan :
Tinjauan Tidak terdapat cara untuk mencegah depresi melankolis, namun untuk langkah pencegahan bunuh diri penderita gejala depresi melankolis, pastikan selalu ada seseorang di sampingnya untuk mencari bantuan medis maupun menjaga agar penderita tidak terkena bahaya.
1. Diogo Telles-Correia & João Gama Marques. Melancholia before the twentieth century: fear and sorrow or partial insanity? Frontiers in Psychology; 2015.
2. Abbas Sadeghfard, Ali Reza Bozorgi, Shaghayegh Ahmadi, & Masoumeh Shojaei. The History of Melancholia Disease. Iranian Journal of Medical Sciences; 2016.
3.Naho Ichikawa, Giuseppe Lisi, Noriaki Yahata, Go Okada, Masahiro Takamura, Ryu-ichiro Hashimoto, Takashi Yamada, Makiko Yamada, Tetsuya Suhara, Sho Moriguchi, Masaru Mimura, Yujiro Yoshihara, Hidehiko Takahashi, Kiyoto Kasai, Nobumasa Kato, Shigeto Yamawaki, Ben Seymour, Mitsuo Kawato, Jun Morimoto, & Yasumasa Okamoto. Primary functional brain connections associated with melancholic major depressive disorder and modulation by antidepressants. Scientific Reports; 2020.
4. Margalida Gili, Miquel Roca, Silvia Armengol, David Asensio, Javier Garcia-Campayo, & Gordon Parker. Clinical Patterns and Treatment Outcome in Patients with Melancholic, Atypical and Non-Melancholic Depressions. PLoS One; 2012.
5. Richard Musil, Florian Seemüller, Sebastian Meyer, Ilja Spellmann, Mazda Adli, Michael Bauer, Klaus‐Thomas Kronmüller, Peter Brieger, Gerd Laux, Wolfram Bender, Isabella Heuser, Robert Fisher, Wolfgang Gaebel, Rebecca Schennach, Hans‐Jürgen Möller, & Michael Riedel. Subtypes of depression and their overlap in a naturalistic inpatient sample of major depressive disorder. International Journal of Methods in Psychiatric Research; 2017.
6. Lloyd Balbuena, Rudy Bowen, Marilyn Baetz, & Steven Marwaha. Mood Instability and Irritability as Core Symptoms of Major Depression: An Exploration Using Rasch Analysis. Frontiers in Psychiatry; 2016.
7. Michael Murphy, MD, PhDa & Michael J. Peterson, MD, PhD. Sleep Disturbances in Depression. HHS Public Access; 2017.
8. Ulrika Heu, Mats Bogren, August G. Wang, & Louise Brådvik. Aspects of Additional Psychiatric Disorders in Severe Depression/Melancholia: A Comparison between Suicides and Controls and General Pattern. International Journal of Environmental Research and Public Health; 2018.
9. B J Carroll, M Feinberg, J F Greden, J Tarika, A A Albala, R F Haskett, N M James, Z Kronfol, N Lohr, M Steiner, J P de Vigne, & E Young. A specific laboratory test for the diagnosis of melancholia. Standardization, validation, and clinical utility. Archives of General Psychiatry; 1981.
10. Gordon Parker, Max Fink, Edward Shorter, Michael Alan Taylor, Hagop Akiskal, German Berrios, Tom Bolwig, Walter A Brown, Bernard Carroll, David Healy, Donald F Klein, Athanasios Koukopoulos, Robert Michels, Joel Paris, Robert T Rubin, Robert Spitzer, & Conrad Swartz. Issues for DSM-5: Whither Melancholia? The Case for Its Classification as a Distinct Mood Disorder. Canadian Institutes of Health Research; 2010.
11. David J Goldstein. Duloxetine in the treatment of major depressive disorder. Neuropsychiatric Disease and Treatment; 2007.
12. Andrea Cipriani, Claudio Santilli, Toshi A Furukawa, Alessandra Signoretti, Atsuo Nakagawa, Hugh McGuire, Rachel Churchill, & Corrado Barbui. Escitalopram versus other antidepressive agents for depression. Europe PubMed Central; 2014.
13. Jess G. Fiedorowicz, MD & Karen L. Swartz, MD. The Role of Monoamine Oxidase Inhibitors in Current Psychiatric Practice. HHS Public Access; 2007.
14. Alan F. Schatzberg & DeBattista Charles. The Black Book of Psychotropic Dosing and Monitoring. Psychopharmacology Bulletin; 2018.
15. C M Swartz & G Guadagno. Melancholia with onset during treatment with SSRIs. Annals of Clinical Psychiatry; 1998.
16. Keith G Rasmussen. Electroconvulsive therapy and melancholia: review of the literature and suggestions for further study. The Journal of ECT; 2011.
17. M E Thase & E S Friedman. Is psychotherapy an effective treatment for melancholia and other severe depressive states? Journal of Affective Disorders; 1999.