Daftar isi
Penyakit asam lambung atau GERD (gastroesophageal reflux disease) merupakan sebuah kondisi kenaikan asam lambung ke dada hingga kerongkongan [1,2,3,4,5,6].
Asam lambung yang naik otomatis menimbulkan rasa terbakar pada dada di mana kondisi ini dapat terjadi pada siapa saja, baik orang dewasa maupun anak-anak.
Tinjauan Penyakit asam lambung juga disebut dengan gastroesophageal reflux disease, yaitu kondisi asam lambung naik hingga ke dada yang menyebabkan sensasi terbakar di sana serta memengaruhi kerongkongan.
Penyebab utama dari kondisi penyakit asam lambung atau GERD adalah LES (lower esophageal sphincter) atau otot bagian bawah kerongkongan yang melemah [1].
LES sendiri merupakan otot dengan bentuk menyerupai cincin yang akan mengendur atau membuka ketika sedang makan sehingga makanan dari kerongkongan dapat langsung meluncur ke lambung.
Saluran kerongkongan kemudian akan menutup atau menegang kembali setiap makanan telah berhasil menuju lambung.
Namun ketika penyakit asam lambung terjadi, otot LES ini tak bekerja seperti seharusnya.
Ketika seharusnya ia menutup pada waktu makanan sudah sampai ke lambung, justru otot tidak menutup.
Alhasil, tak hanya isi lambung saja yang bisa naik, tapi juga asam lambung dapat meningkat dan mencapai kerongkongan.
Beberapa faktor yang mampu meningkatkan potensi seseorang mengalami kenaikan asam lambung antara lain adalah [1,2,3] :
Sementara itu, kondisi penyakit asam lambung dapat diperburuk oleh beberapa faktor di bawah ini :
Tinjauan LES (lower esophageal sphincter) atau otot bagian bawah kerongkongan yang melemah sehingga tak dapat berfungsi normal menjadi penyebab utama asam lambung naik.
Kenaikan asam lambung mampu mengiritasi bagian mulut serta dinding kerongkongan sehingga hal utama yang terjadi sebagai bentuk gejala adalah bagian belakang mulut yang akan terasa asam.
Selain itu, beberapa gejala lain seperti berikut akan dialami oleh penderita [1,2,3,4] :
Kapan sebaiknya memeriksakan diri ke dokter?
Ketika dada mulai terasa sakit dan tidak nyaman, lebih baik segera ke dokter dan memeriksakan diri.
Terlebih jika nyeri mulai dirasakan pada lengan dan rahang yang disertai dengan sesak nafas, periksakan diri agar kondisi memperoleh penanganan dini.
Seringkali gejala penyakit asam lambung cukup mirip dengan gejala serangan jantung, maka bila gejala-gejala tersebut timbul, penting untuk ke dokter secepatnya.
Tinjauan Heartburn adalah gejala utama dari penyakit asam lambung. Namun seringkali, bau mulut, mual, sakit tenggorokan, suara serak, batuk malam hari hingga gangguan tidur menjadi gejala-gejala yang menyertai.
Ketika menemui dokter untuk memeriksakan gejala, beberapa metode diagnosa berikut adalah yang paling umum dilakukan dokter.
Dokter akan memeriksa fisik pasien lebih dulu, begitu juga memberikan sejumlah pertanyaan terkait riwayat medis pasien serta riwayat gejala yang telah dialami [1,2,4].
Dokter biasanya menganggap gejala yang dialami benar-benar mengarah pada penyakit asam lambung ketika pasien mengatakan bahwa setidaknya dalam seminggu ia mengalami dua kali gejala-gejala tersebut.
Metode diagnosa ini dilakukan dokter dengan memanfaatkan alat khusus berbentuk selang yang dilengkapi kamera [1,2,3,4].
Alat ini akan dimasukkan ke dalam tubuh pasien sebagai detektor radang pada kerongkongan yang diakibatkan kenaikan asam lambung.
Melalui metode ini juga biasanya dokter dapat mengambil sampel jaringan dari kerongkongan (biopsi) dan menganalisanya di laboratorium.
Metode EKG atau elektrokardiogram merupakan langkah dokter dalam mendeteksi adanya penyakit jantung pada pasien [9].
Umumnya, serangan jantung dan penyakit jantung koroner dapat teridentifikasi dengan metode diagnosa ini.
Dengan begitu, dokter juga dapat mengeliminasi kemungkinan penyakit jantung dikarenakan kemiripan gejala antara penyakit GERD dan jantung.
Dokter perlu mengetahui kondisi saluran pencernaan bagian atas, maka rontgen pun akan direkomendasikan [10].
Pada pemeriksaan ini, dokter dapat melihat lapisan saluran pencernaan serta kondisi rongga saluran pencernaan.
Dari hasil gambar rontgen dapat diketahui dengan lebih mudah apakah terdapat penyempitan dan peradangan kerongkongan.
Pemeriksaan ini bertujuan utama agar dokter dapat mengetahui kondisi irama gerakan otot sewaktu digunakan menelan [2,3,4].
Melalui manometri esofagus jugalah dokter mampu melihat seberapa kuat otot kerongkongan pasien.
Tingkat keasaman (pH) pada kerongkongan pasien juga perlu diketahui dokter agar mampu menegakkan diagnosa yang lebih akurat [1,2,3].
Pada prosesnya, dokter akan memasukkan kateter atau selang khusus yang terhubung dengan komputer ke dalam kerongkongan pasien.
Dari pemeriksaan ini dapat terdeteksi tingkat pH kerongkongan pada waktu penderita berutinitas, termasuk saat tidur.
Tinjauan Pemeriksaan penyakit asam lambung biasanya dilakukan dengan menerapkan pemeriksaan fisik dan riwayat kesehatan, endoskopi/gastroskopi, elektrokardiogram, rontgen saluran pencernaan atas, manometri esofagus, serta mengukur tingkat pH di kerongkongan pasien.
Dalam mengobati penyakit asam lambung, terdapat beberapa metode yang meliputi langkah non-operasi (dengan pemberian obat dan perubahan gaya hidup dari pasien sendiri) serta dengan operasi.
Pengobatan atau perawatan tanpa operasi meliputi penggunaan obat-obatan serta perubahan gaya hidup (diet dan kebiasaan sehat), seperti berikut.
Perawatan penyakit asam lambung dengan obat dibagi menjadi dua, yaitu penggunaan obat tanpa resep dokter dan dengan resep dokter.
1. Obat dengan Resep Dokter
Jenis-jenis obat yang umumnya dokter resepkan untuk mengatasi gejala penyakit asam lambung pasien adalah sebagai berikut :
Salah satu contoh obat paling umum yang diresepkan dokter adalah baclofen.
Obat ini berfungsi utama mengurangi kendur atau rileksnya otot LES pada waktu seharusnya otot ini menutup dan menegang kembali.
Dengan begitu, gejala yang dialami penderita akan ikut mereda saat otot LES mulai menguat.
Hanya saja, waspadai rasa mual dan kelelahan tanpa sebab karena bisa jadi kedua kondisi tersebut merupakan efek samping dari obat ini.
Obat-obatan jenis penghambat pompa proton yang kerap diresepkan antara lain meliputi omeprazole, dexlansoprazole, rabeprazole, pantoprazole, lansoprazole, dan esomeprazole.
Konsultasikan lebih detail mengenai dosis pemakaian dan efek sampingnya dengan dokter karena beberapa efeknya dapat membuat pasien tidak nyaman.
Beberapa efek samping dari jenis obat ini yang perlu diwaspadai adalah kekurangan vitamin B12, sakit kepala, mual hingga diare.
Obat jenis ini yang paling kerap diresepkan adalah nizatidine dan famotidine sebagai pereda gejala kenaikan asam lambung.
Namun, efek samping seperti risiko patah tulang dan kekurangan vitamin B12 dapat terjadi apabila obat ini digunakan dalam jangka panjang.
Berkonsultasilah dengan dokter mengenai dosis dan segala kemungkinan efek sampingnya.
2. Obat Tanpa Resep Dokter
Pasien dapat pula menggunakan beberapa obat pereda gejala penyakit asam lambung yang dijual bebas di apotek maupun toko obat.
Asalkan dengan penggunaan sesuai aturan, maka obat-obat di bawah ini akan memberikan manfaat.
Obat jenis ini biasanya bisa digunakan oleh pasien penyakit asam lambung tanpa resep dokter.
Antasida adalah jenis obat yang dijual bebas di mana pasien dapat membeli dan menggunakannya untuk meredakan gejala-gejala GERD secara lebih cepat.
Namun hati-hati untuk tidak menggunakannya berlebihan karena mampu menyebabkan masalah ginjal dan diare.
Selain itu, obat penghambat produksi asam lambung seperti penghambat pompa proton (omeprazole dan lansoprazole) dapat dibeli tanpa resep dokter.
Namun untuk dosis lebih kuat, tentu harus berkonsultasi dengan dokter dan penggunaannya disertai resep dari dokter.
Selain menghambat produksi asam lambung, obat jenis ini mampu menyembuhkan kerongkongan yang teriritasi.
Jika antasida mampu menetralisir asam lambung sehingga gejala-gejalanya dapat mereda dengan cepat, obat penurun kadar asam lambung tidak bekerja secepat antasida.
Namun penggunaan obat tanpa resep dokter ini mampu membuat gejala reda lebih lama sehingga gejala tidak mudah kambuh.
Gejala GERD dapat reda lebih lama karena meminum obat jenis ini tak hanya membuat asam lambung turun, tapi juga mengatasi radang yang timbul pada kerongkongan.
Obat jenis penurun kadar asam lambung yang dapat dibeli secara bebas oleh pasien antara lain adalah nizatidine, cimetidine, dan famotidine yang tergolong H-2-receptor blockers.
Untuk dosis yang lebih kuat, maka diperlukan resep dokter untuk menggunakannya.
3. Perubahan Gaya Hidup dan Diet
Perubahan pola diet, kebiasaan atau gaya hidup menjadi lebih sehat akan jauh lebih membantu dalam mengatasi masalah asam lambung naik sekaligus meminimalisir kekambuhannya.
Berikut adalah beberapa tips yang dapat diperhatikan dan dilakukan untuk mengurangi frekuensi asam lambung [1,2,3,4,5,6].
Jika obat saja tidak cukup, maka tindakan operasi akan direkomendasikan oleh dokter.
Beberapa opsi prosedur bedah yang dapat mengatasi penyakit asam lambung parah antara lain adalah :
Operasi ini merupakan metode bedah yang bertujuan mengikat otot LES sehingga meminimalisir risiko kenaikan asam lambung.
Dokter bedah pada prosedur ini akan mengikat bagian atas lambung pasien.
Pengikatan juga dapat dilakukan pada wilayah yang masih berada dekat dengan otot LES selama memang hal tersebut diperlukan.
Metode bedah selanjutnya adalah pemasangan alat LINX yang bentuknya menyerupai cincin magnetik.
Dokter bedah akan memasangnya dengan cara melilitkannya di area otot LES.
Tujuan pemasangan alat khusus ini adalah untuk membuat otot LES berfungsi semestinya, yaitu membuka hanya setiap kali makanan atau minuman masuk dan menuju lambung.
Metode bedah lainnya yang dapat direkomendasikan oleh dokter adalah TIF yang prosedurnya diterapkan dengan menggunakan endoskop namun tetap dokter harus membuat sayatan.
Endoskop akan tetap dimasukkan melalui mulut pasien dan kemudian dokter juga akan membuat lapisan pembungkus sebagian untuk bagian bawah kerongkongan dengan pengencang polypropyplene sehingga otot LES dapat menutup sesuai dengan fungsi normalnya.
Tinjauan Pengobatan GERD meliputi penggunaan obat pereda asam lambung yang dapat dibeli tanpa resep dokter maupun dengan resep dokter (khusus untuk dosis lebih kuat), perubahan pola diet dan kebiasaan gaya hidup menjadi lebih sehat, serta opsi tindakan operasi jika memang kondisi pasien sudah serius dan memerlukan bedah.
Beberapa komplikasi penyakit asam lambung yang banyak tidak disadari oleh banyak penderitanya antara lain adalah [2] :
Asam lambung yang terus-menerus naik dan tidak segera diatasi maka akan merusak sel-sel lapisan kerongkongan.
Kondisi ini tak hanya berhubungan dengan penyakit asam lambung, namun juga diketahui menjadi faktor peningkat risiko kanker kerongkongan.
Asam lambung yang terus-menerus naik dalam waktu lama akan menyebabkan radang pada kerongkongan.
Asam lambung adalah zat kimia yang bersifat korosif sehingga mampu menyebabkan luka bakar yang kemudian berakibat pada peradangan kerongkongan.
Penyempitan dapat terjadi di kerongkongan, tak hanya karena benda asing, kanker mulut dan tenggorokan atau efek terapi radiasi saja.
Jaringan parut dapat terbentuk sebagai akibat dari penyakit GERD yang kemudian menyebabkan kerongkongan mengalami penyempitan.
Tinjauan Komplikasi GERD yang perlu diketahui dan diwaspadai adalah Barrett esophagus, esofagitis erosif, dan penyempitan kerongkongan.
Asam lambung tidak dapat dicegah untuk tidak terjadi, namun untuk meminimalisir risiko gejala memburuk, kenali keluhannya sejak awal dan atasi sejak dini [1,2,6]].
Untuk mengurangi risiko kekambuhannya, pastikan untuk menghindari terlambat makan, alkohol dan rokok, makanan pedas, berlemak, bertekstur keras, dan asam, dan berbaring setelah makan.
Menjaga berat badan juga penting agar tidak memperburuk kondisi penyakit asam lambung serta agar tidak memicu kekambuhannya.
Tinjauan Mengubah pola hidup lebih sehat dapat menjadi cara menghindarkan diri dari kambuhnya penyakit asam lambung. Deteksi dan penanganan dini saat gejala timbul juga menjadi upaya untuk mencegah komplikasi penyakit asam lambung.
1. Danisa M. Clarrett, MD. Gastroesophageal Reflux Disease (GERD). Missouri Medicine; 2018.
2. Catiele Antunes; Abdul Aleem & Sean A. Curtis. Gastroesophageal Reflux Disease. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2020.
3. Raul Badillo & Dawn Francis. Diagnosis and treatment of gastroesophageal reflux disease. World Journal of Gastrointestinal Farmacology and Therapeutics; 2014.
4. Joseph Mermelstein, Alanna Chait Mermelstein, & Maxwell M Chait. Proton pump inhibitor-refractory gastroesophageal reflux disease: challenges and solutions. Clinical and Experimental Gastroenterology; 2018.
5. Carolyn Newberry & Kristle Lynch. The role of diet in the development and management of gastroesophageal reflux disease: why we feel the burn. Journal of Thoracic Disease; 2019.
6. Joon Sung Kim & Byung-Wook Kim. Are Diet and Micronutrients Effective in Treating Gastroesophageal Reflux Disease Especially in Women? The Journal of Nuclear Medicine; 2019.
7. Jonathan Zadeh, Anthony Andreoni, Daniela Treitl, & Kfir Ben-David. Spotlight on the Linx™ Reflux Management System for the treatment of gastroesophageal reflux disease: evidence and research. Medical Devices: Evidence and Research; 2018.
8. Karim S. Trad, MD, William E. Barnes, MD, Gilbert Simoni, MD, Ahmad B. Shughoury, MD, Peter G. Mavrelis, MD, Mamoon Raza, MD, Jeffrey A. Heise, MD, Daniel G. Turgeon, MD, & Mark A. Fox, MD. Transoral Incisionless Fundoplication Effective in Eliminating GERD Symptoms in Partial Responders to Proton Pump Inhibitor Therapy at 6 Months. Surgical Innovation; 2015.
9. Hakan Kayacorresponding & Sezgin Barutçu. Gastroesophageal reflux disease is associated with abnormal ventricular repolarization indices. Turkish Journal of Gastroenterology; 2019.
10. Shuo Zhang, Arun A. Joseph, Lisa Gross, Michael Ghadimi, Jens Frahm, & Alexander W. Beham. Diagnosis of Gastroesophageal Reflux Disease Using Real-time Magnetic Resonance Imaging. Scientific Reports; 2015.