Daftar isi
Rinitis alergi yang juga disebut dengan hay fever merupakan sebuah kondisi radang di rongga hidung yang diakibatkan oleh reaksi alergi.
Berbagai alergen seperti bulu hewan, debu, atau bahkan serbuk sari dapat memicu radang tersebut maka kondisi rinitis alergi disebabkan oleh reaksi alergi.
Seseorang dengan kondisi ini biasanya akan mengalami hidung tersumbat, bersin, dan hidung gatal.
Tinjauan Rinitis alergi atau hay fever adalah kondisi peradangan rongga hidung efek dari reaksi alergi.
Rinitis alergi merupakan sebuah kondisi respon sistem imun tubuh yang mengalami kelainan.
Ketika kondisi tubuh normal, zat alergen atau pemicu reaksi alergi sama sekali tak membahayakan bagi sistem imun.
Hanya saja ketika terjadi kelainan di dalam tubuh, sistem imun menganggap zat-zat tersebut berbahaya sehingga reaksi alergi ditimbulkan sebagai upaya melawan zat-zat tidak berbahaya tersebut.
Pada kasus rinitis alergi, alergen yang masuk ke dalam hidung memicu reaksi sehingga penderita mengalami hidung gatal, pilek dan bersin.
Beberapa alergen yang sangat mudah masuk ke hidung dan memicu reaksi sistem kekebalan tubuh antara lain adalah [1,2,3,4] :
Siapapun dapat mengalami rinitis alergi, namun seperti halnya beberapa kondisi medis lain, tetap terdapat faktor-faktor yang meningkatkan risiko rinitis alergi.
Faktor-faktor yang dimaksud antara lain adalah [1,2,3,4] :
Tak hanya beberapa faktor risiko tersebut, sejumlah faktor lain berikut ini dapat memperburuk kondisi rinitis alergi, seperti [2,3,4,5,6] :
Tinjauan Kelainan sistem imun dalam merespon zat-zat tidak berbahaya di dalam tubuh adalah sebab utama, namun alergen yang terhirup dapat kemudian memicu radang sehingga gejala-gejala rinitis alergi.
Masing-masing penderita rinitis alergi dapat mengalami gejala yang berbeda.
Biasanya, keluhan gejala akan dirasakan setiap usai terpapar alergen dan sejumlah gejala yang perlu dikenali antara lain adalah [1,2,3,4,7] :
Anak-anak pun memiliki risiko tinggi dalam menderita rinitis alergi.
Gejala-gejala yang juga dapat dialami anak saat rinitis alergi menyerang adalah [8] :
Para orang tua mungkin mengira bahwa sang anak mengalami gejala flu biasa.
Untuk dapat membedakannya dari rinitis alergi dan agar tidak salah menangani, bawa anak ke dokter dan berkonsultasilah lebih lanjut.
Kelelahan dan sakit kepala cenderung terjadi secara berulang, terutama ketika penderita terpapar alergen secara jangka panjang.
Hanya saja pada kondisi rinitis alergi, demam tidak termasuk di dalam deretan gejala.
Kemungkinan seseorang dapat mengalami gejala sepanjang tahun pun cukup besar, tergantung tingkat keparahan alergi dan seberapa banyak dan sering paparan alergen menyerang.
Kapan sebaiknya memeriksakan diri ke dokter?
Gejala rinitis alergi umumnya bersifat ringan dan bahkan dapat ditangani tanpa harus ke dokter.
Namun pada beberapa orang, gejala dapat bersifat parah dan berat sampai menjadi penghambat rutinitas.
Jika sudah begini, maka harus segera ke dokter untuk memeriksakan diri.
Berikut ini adalah tanda-tanda bahwa penderita gejala perlu segera ke dokter dan mendapatkan penanganan :
Tinjauan Gejala utama rinitis alergi mirip dengan flu, namun tanpa disertai demam. Sakit kepala, ruam pada kulit, dan bengkak di area mata pun kemungkinan dapat menyertai.
Untuk memastikan bahwa gejala yang dialami pasien adalah rinitis alergi dan untuk menentukan jenis pengobatan yang sesuai bagi pasien, metode-metode diagnosa berikut diterapkan oleh dokter.
Dokter akan mengambil sampel darah pasien dan menganalisanya di laboratorium untuk mengukur kadar respon sistem imun pasien.
Dokter perlu mengetahui seberapa reaksi imun tubuh pasien terhadap alergen tertentu.
Metode ini juga dikenal dengan istilah radioallergosorbent test.
Tes ini bertujuan mengukur kadar antibodi penyebab alergi pada aliran darah pasien.
Dokter biasanya akan meminta pasien menempuh tes ini untuk mengetahui secara langsung bagaimana reaksi alergi yang keluar dari tubuh pasien setelah dihadapkan pada alergen tertentu.
Bila memang pasien memiliki alergi, maka akan muncul bintik-bintik atau benjolan-benjolan kecil berwarna merah pada area kulit yang terpapar alergen.
Karena gejala rinitis alergi kerap mengarah pada kondisi penyakit flu atau pilek biasa, banyak orang tua yang tidak menyadari betapa lebih berbahayanya rinitis alergi jika terjadi pada si kecil.
Sulit untuk membedakan bukan berarti tak dapat dibedakan sama sekali.
Berikut ini adalah perbedaan mendasar yang dapat dikenali pada dua kondisi tersebut [9].
Rinitis alergi terjadi dengan ditandai kondisi hidung berair, mata berair, namun tanpa demam sama sekali.
Umumnya, gejala-gejala yang mirip gejala pilek akan timbul segera setelah terpapar alergen dengan durasi yang dapat pendek maupun panjang.
Keluhan gejala akan terus terjadi selama paparan alergen masih berlangsung.
Sementara pada kondisi pilek biasa, penderita mengalami hidung berair (cairan lebih kental dengan warna kekuningan yang berasal dari hidung).
Selain itu, pilek biasa juga dapat ditandai dengan tubuh yang pegal-pegal dan seringkali disertai demam ringan.
Kondisi pilek biasa terjadi 1-3 hari setelah terserang virus penyebab pilek [10].
Lama gejala pun bervariasi, namun dapat dialami oleh penderitanya selama 3-7 hari.
Tinjauan Tes alergi dan skin prick test merupakan dua metode diagnosa yang umumnya digunakan dokter dalam mendiagnosa gejala rinitis alergi.
Selain menghindari paparan alergen, rinitis alergi dapat ditangani dengan beberapa jenis obat yang pasti akan diresepkan oleh dokter saat memeriksakan diri.
Jenis-jenis obat yang mampu mengobati gejala rinitis alergi antara lain meliputi :
1. Antihistamin
Antihistamin dalam bentuk pil dapat diresepkan oleh dokter, namun ada pula yang dalam bentuk obat tetes mata serta semprotan hidung [1,3,4,8].
Bentuk antihistamin yang diberikan akan disesuaikan dengan kondisi gejala pasien.
Pemberian antihistamin juga bertujuan untuk meredakan gatal, bersin, serta hidung berair, sekaligus melegakan saluran nafas.
Antihistamin dalam bentuk pil yang bisa didapat tanpa resep dokter sekalipun adalah [11] :
Sementara itu, untuk antihistamin dalam bentuk semprotan hidung (biasanya dengan resep dokter) dan mampu meredakan gejala yang berkaitan dengan hidung antara lain [12,13] :
2. Kortikosteroid Semprot
Kortikosteroid semprot khusus untuk hidung akan mengatasi radang yang terjadi di dalam hidung.
Gejala seperti hidung berair dan gatal dapat diredakan menggunakan obat semprot ini sekaligus mencegahnya kembali terjadi.
Beberapa jenis obat kortikosteroid semprotan untuk hidung adalah [14] :
Ketiganya bisa didapat tanpa resep dokter, sementara itu kortikosteroid semprotan yang umumnya dokter resepkan adalah [12,14] :
Penggunaan jangka panjang umumnya aman bagi pengguna, namun efek samping yang perlu diwaspadai adalah iritasi pada hidung walau jarang.
3. Kortikosteroid Oral
Kortikosteroid juga terdapat dalam bentuk pil seperti prednisone yang dapat meredakan gejala-gejala rinitis alergi bahkan yang parah sekalipun [17].
Namun penggunaan jangka panjang dapat menyebabkan sejumlah efek samping, yaitu osteoporosis, katarak, hingga kelemahan otot.
4. Ipratropium Nasal
Obat jenis antikolinergik ini juga kerap diberikan kepada pasien, khususnya pada penderita penyakit paru obstruktif kronis [18].
Meski begitu, penderita asma dan rinitis alergi juga dapat menggunakannya untuk meredakan sekaligus mencegah sesak nafas, batuk hingga mengi.
5. Dekongestan
Pseudoephedrine adalah dekongestan yang dapat diperoleh di apotek dan toko obat terdekat.
Sementara untuk bentuk semprotan hidung, pasien dapat menggunakan oxymetazoline dan phenylephrine hydrochloride.
Semprotan hidung dekongestan tidak dianjurkan untuk digunakan lebih dari 2 atau 3 hari dalam satu waktu karena mampu mengakibatkan perburukan gejala.
Terdapat pula dekongestan oral, hanya saja beberapa efek sampingnya cukup mengganggu, seperti sakit kepala, mudah marah, insomnia, hingga tekanan darah tinggi.
Aksi zat sistem imun yang menyebabkan gejala alergi (leukotriene) perlu dihambat dan dokter akan meresepkan tablet montelukast sebagai solusinya [19]
Para penderita rinitis alergi yang memiliki asma dapat menggunakan obat ini dan untuk asma ringan obat dalam bentuk semprotan hidung jauh lebih aman.
7. Cromolyn Sodium
Semprotan hidung satu ini adalah jenis obat yang dapat dibeli tanpa resep dokter serta dapat digunakan sehari beberapa kali [20].
Namun untuk bentuk obat tetes matanya, pasien harus mendapatkannya dengan resep dokter.
Selain itu, obat ini juga dikenal aman karena tidak menimbulkan efek samping serius.
8. Tablet di Bawah Lidah
Bentuk terapi lainnya yang dapat dijalani oleh pasien rinitis alergi adalah penggunaan tablet yang diletakkan di bawah lidah.
Pil ini dapat membantu bagi penderita gejala rinitis alergi karena terpapar sedikit alergen.
9. Imunoterapi
Jika obat-obatan yang telah disebutkan sebelumnya tidak terlalu efektif dalam mengatasi gejala rinitis alergi, imunoterapi sangat dianjurkan [1,2].
Terapi dalam bentuk suntik ini penting bagi pasien di mana selama 3-5 tahun pasien perlu mendapatkan suntikan ini secara rutin.
Suntikan imunoterapi berkandungan sedikit alergen di mana tujuan dari pemberiannya adalah untuk membuat tubuh terbiasa dengan alergen pemicu gejala.
Lama-kelamaan tubuh akan semakin kebal terhadap alergen dan kebutuhan akan obat-obatan pun akan berkurang.
Alergi terhadap bulu hewan, serbuk sari dan debu dapat diatasi dengan imunoterapi; bahkan penderita asma juga aman bila memperoleh tindakan perawatan ini.
10. Pencucian Hidung
Tindakan lainnya yang pasien rinitis alergi bisa lakukan adalah irigasi nasal atau pencucian hidung.
Menggunakan larutan garam atau saline, pasien dapat membersihkan alergen dan lendir di dalam hidung.
Tinjauan Obat kortikosteroid semprot hidung hingga oral, ipratropium nasal, antihistamin, cromolyn sodium, leukotriene modifier, saline untuk mencuci hidung, imunoterapi, dan dekongestan merupakan metode pengobatan umum untuk penderita rinitis alergi selain penderita harus menghindari alergen.
Rinitis alergi yang tidak segera mendapatkan penanganan dapat menimbulkan sejumlah risiko komplikasi, yaitu seperti [15] :
Pencegahan rinitis alergi terbaik adalah dengan tidak mendekati bentuk alergen apapun.
Beberapa hal lain yang bisa dilakukan sebagai upaya pencegahan adalah [16] :
Tinjauan Pencegahan rinitis alergi adalah dengan menghindari alergen dan menjaga kebersihan diri serta lingkungan.
1. Jitendra Varshney & Himanshu Varshney. Allergic Rhinitis: an Overview. Indian Journal of Otolaryngology and Head & Neck Surgery; 2015.
2. Muhammad Rafi, Asmawati Adnan, & Huriatul Masdar. Gambaran Rinitis Alergi pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Riau Angkatan 2013-2014.
3. Shweta Akhouri & Steven A. House. Allergic Rhinitis. National Center for Biotechnology Information; 2020.
4. Ariane Guilbert, Koen Simons, Lucie Hoebeke, Ann Packeu, Marijke Hendrickx, Koen De Cremer, Ronald Buyl, Danny Coomans, & An Van Nieuwenhuyse. Short-Term Effect of Pollen and Spore Exposure on Allergy Morbidity in the Brussels-Capital Region. EcoHealth; 2016.
5. I S Mackay & S R Durham. Perennial rhinitis. British Medical Journal; 1998.
6. D P Schlueter, R J Soto, E D Baretta, A A Herrmann, L E Ostrander, & R D Stewart. Airway response to hair spray in normal subjects and subjects with hyperreactive airways. Chest; 1979.
7. Anna Gryglas. Allergic Rhinitis and Chronic Daily Headaches: Is There a Link? Current Neurology and Neuroscience Reports; 2016.
8. Antony Hardjojo, Lynette PC Shek, Hugo PS van Bever, & Bee Wah Lee. Rhinitis in children less than 6 years of age: current knowledge and challenges. Asia Pacific Allergy; 2011.
9. Stuart H. Agren, M.D. Allergic Rhinitis vs. Common Cold. AllergyEasy; 2020.
10. G. Michael Allan, MD & Bruce Arroll, MB ChB PhD. Prevention and treatment of the common cold: making sense of the evidence. Canadian Medical Association Journal; 2014.
11. Katrina L Randall & Carolyn A Hawkins. Antihistamines and allergy. Australian Prescriber; 2018.
12. Patricia B Williams, Elizabeth Crandall, & John D Sheppard. Azelastine hydrochloride, a dual-acting anti-inflammatory ophthalmic solution, for treatment of allergic conjunctivitis. Clinical Opthalmology; 2010.
13. Hideyuki Yamamoto, Takechiyo Yamada, Seita Kubo, Yoko Osawa, Yuichi Kimura, Myonmi Oh, Dai Susuki, Tetsuji Takabayashi, Masayuki Okamoto, & Shigeharu Fujieda. Efficacy of oral olopatadine hydrochloride for the treatment of seasonal allergic rhinitis: A randomized, double-blind, placebo-controlled study. Allergy and Asthma Proceedings; 2010.
14. Michael S Blaiss. Safety update regarding intranasal corticosteroids for the treatment of allergic rhinitis. Allergy and Asthma Proceedings; 2011.
15. Javed Sheikh, MD. Tiffany Jean, MD. Francisco Talavera, PharmD, PhD, Stephen C Dreskin, MD, PhD, Michael A Kaliner, MDWilliam F Schoenwetter, MD, & Umer Najib, MD. What are the complications of allergic rhinitis (hay fever)? MedScape; 2018.
16. Anonim. Rhinitis (Nasal Allergies). Asthma and Allergy Foundation of America; 2015.
17. E B Brown & T Seideman. Treatment of seasonal and perennial allergic rhinitis with prednisone and prednisolone. The Journal of Allergy; 1956.
18. H B Kaiser, S R Findlay, J W Georgitis, J Grossman, P H Ratner, D G Tinkelman, P Roszko, E Zegarelli, & C C Wood. Long-term treatment of perennial allergic rhinitis with ipratropium bromide nasal spray 0.06%. The Journal of Allergy and Clinical Immunology; 1995.
19. Mitchell H Grayson & Phillip E Korenblat. The emerging role of leukotriene modifiers in allergic rhinitis. American Journal of Respiratory Medicine; 2003.
20. Paul H Ratner, Paul M Ehrlich, Stanley M Fineman, Eli O Meltzer, & David P Skoner. Use of intranasal cromolyn sodium for allergic rhinitis. Mayo Clinic Proceedings; 2002.