Tenggelam adalah penyebab kematian tak disengaja yang rupanya berada di urutan ketiga paling besar menurut WHO (World Health Organization/Badan Kesehatan Dunia) [1].
Sebuah definisi baru pun dibuat pada Kongres Tenggelam Dunia 2002 di mana tenggelam adalah sebuah proses yang berakibat pada gangguan pernafasan primer dari perendaman dalam media cair [2].
Banyak yang juga meyakini bahwa tenggelam erat kaitannya dengan kematian; meski demikian, tenggelam bukan proses instan dan seseorang pun tidak langsung meninggal sesaat ia tenggelam [2,3].
Apa yang terjadi pada tubuh saat tenggelam?
Ada beberapa tahap yang terjadi pada tubuh ketika tenggelam, termasuk hingga pada akhirnya tubuh tak mampu bertahan dan korban tenggelam dinyatakan meninggal dunia [3].
Menurut perkiraan CDC (Centers for Disease Control and Prevention), diperkirakan kurang lebih ada 4000 orang yang tenggelam dan berakibat fatal setiap tahunnya [4].
Walaupun terjadi begitu cepat, seseorang (khususnya orang dewasa) yang tenggelam masih sempat mengalami beberapa tahap dengan durasi antara 10-12 menit sebelum meninggal [3].
Berikut ini adalah beberapa tahap yang menjelaskan bagaimana proses tubuh saat tenggelam :
1. Panik Sambil Berusaha Tetap Bernafas
Beberapa detik setelah tubuh tak sengaja masuk ke dalam air namun tak dapat mengendalikan tubuh sendiri maupun gerakan air hingga akhirnya menghirup air tersebut, akan timbul rasa kaget, panik dan taku [3]t.
Ketiga perasaan tersebut wajar dan normal, namun biasanya seseorang memiliki kemungkinan kecil untu berteriak [3].
Alih-alih bersuara keras dan berteriak, seseorang yang tenggelam secara refleks mencoba untuk mendongakkan kepala dan memosisikan tubuhnya secara vertikal untuk menyelamatkan diri [3].
Sementara itu, korban tenggelam juga akan berusaha menggerakkan tangan ke atas di atas permukaan air sambil terus berusaha bernafas [3].
2. Menahan Nafas
Ketika tidak kunjung ada tim penyelamat yang mengeluarkan korban dari dalam air, seseorang yang tenggelam sudah terlalu banyak menghirup air [3].
Karena pada tahap sebelumnya merasa kaget sekaligus panik, korban tenggelam mencoba bertahan dengan terus bernafas [3].
Namun saat bernafas, semakin banyak pula air yang masuk ke dalam mulut [3].
Saat hal ini terjadi, katup nafas atau epiglotis biasanya akan menutup untuk melindungi tubuh secara otomatis [3].
Sebagai akibatnya, korban akan semakin sulit bernafas apalagi berteriak meminta tolong [3].
Karena korban kemudian seperti menahan nafas, oksigen yang masuk ke dalam tubuh berkurang [3].
Semakin tubuh tak mendapat oksigen yang cukup, semakin lemah pula tubuh untuk berfungsi normal dan pada akhirnya berakibat pada korban kehilangan kesadaran [3].
3. Pingsan
Pada waktu korban kehilangan kesadaran, korban masih dalam kondisi pingsan dan bukan meninggal [3].
Bila tim penyelamat berhasil menemukan dan menyelamatkan korban sesegera mungkin dan memberi pertolongan resusitasi, korban biasanya masih bisa diselamatkan [3].
Resusitasi merupakan proses penyelamatan yang berpeluang besar menyadarkan kembali korban tenggelam yang sudah meregang nyawa [3].
Saat korban kehilangan kesadaran, dalam beberapa menit nafas bisa berhenti dan detak jantung menjadi lebih lambat dari normalnya [3].
Bila tidak segera tertolong, tubuh korban mulai tak lagi nampak di permukaan air karena semakin turun ke dasar perairan [3].
Proses tenggelamnya tubuh ke dasar perairan ini bisa cepat maupun lambat, tergantung dari jumlah udara di dalam paru-paru, massa otot, dan berat badan korban [3].
4. Kejang Hipoksia
Ketika nafas berhenti, detak jantung melambat, dan tubuh semakin turun ke dasar perairan, oksigen yang masuk ke dalam tubuh semakin sedikit [3,5].
Otak tak lagi memperoleh oksigen secara memadai untuk berfungsi normal di mana hal ini kemudian mengakibatkan timbulnya kejang hipoksia [5].
Tubuh yang mengalami kejang juga akan disertai dengan perubahan warna pada kulit, seperti membiru pada ujung kuku maupun bibir [3,5].
Setelah membiru, tubuh pun mulai kaku; bahkan pada beberapa kasus yang jarang, dari mulut korban akan timbul busa [3].
5. Hipoksia Serebral dan Kematian
Hipoksia serebral adalah kondisi saat otak tidak memperoleh cukup oksigen untuk berfungsi sebagaimana mestinya [6].
Padahal untuk berfungsi normal, otak perlu memperoleh suplai nutrisi maupun oksigen yang dibawa oleh darah maupun dari hasil pernafasan [6].
Hipoksia serebral paling berpengaruh pada belahan otak atau cerebral hemispheres di mana bagian ini adalah bagian paling besar pada otak [6].
Tidak hanya otak, pada tahap ini, jantung dan paru-paru sudah tidak mampu berfungsi secara normal [3,6].
Jika tim penyelamat dengan lebih cepat datang dan memberikan bantuan, maka sebenarnya korban tenggelam masih bisa diselamatkan [3,6].
Namun, kondisi hipoksia serebral yang tidak segera memperoleh pertolongan medis sangat membahayakan nyawa korban dan berpotensi pada kematian [3].
Siapa saja yang berisiko lebih tinggi mengalami tenggelam dan sulit diselamatkan?
Anak-anak hingga remaja dengan rentang usia 5 sampai 14 tahun serta orang dewasa (lansia) usia lebih dari 65 tahun memiliki risiko lebih tinggi mengalami tenggelam [3].
Anak-anak balita serta remaja hingga orang dewasa (khususnya laki-laki) juga memiliki risiko lebih besar untuk tenggelam [3].
Proses tenggelam terjadi begitu cepat, tergantung dari usia, berat badan maupun kesehatan pernafasan korban [3].
Memiliki pengetahuan dan kemampuan renang yang baik setidaknya menjadi bekal bagi anak-anak hingga orang dewasa agar tidak mudah takut terhadap air dan mengerti seberapa bahayanya air [3,7].
Menurut WHO, pelajaran berenang dan edukasi mengenai segala hal tentang air sangat penting karena setidaknya mampu mengurangi risiko tenggelam [3,7].