Donor Plasma Konvalesen; Fungsi, Prosedur, dan Risiko

√ Scientific Base Pass quality & scientific checked by redaction team, read our quality control guidelance for more info

Akhir-akhir ini permintaan plasma konvalesen semakin meningkat terutama untuk membantu proses penyembuhan pasien COVID-19. Seperti apa sebenarnya terapi ini dan siapa yang bisa mendonorkan plasma untuk digunakan sebagai bagian dari pengobatan COVID-19?

Apa Itu Plasma Konvalesen?

Plasma adalah bagian cair dari darah. Plasma konvalesen berarti plasma yang berasal dari orang yang telah sembuh dari suatu infeksi, misalnya virus corona yang menyebabkan COVID-19. Plasma ini memiliki kemungkinan mengandung antibodi yang bisa melawan virus. [1, 2, 3, 4, 5, 6]

Antibodi adalah protein yang dihasilkan oleh sistem kekebalan tubuh setelah seseorang mengalami infeksi, yang bisa menetralkan atau membunuh virus dan membantu orang yang sakit untuk sembuh.
Plasma konvalesen bisa dijadikan pilihan perawatan bagi pasien COVID-19.

Fungsi Terapi Plasma Konvalesen

Plasma konvalesen yang didapat dari donor yang telah sembuh dari suatu penyakit bisa memindahkan antibodi secara pasif pada orang yang masih terinfeksi. Terapi ini diharapkan bisa melindungi atau mengobati pasien dengan penyakit yang sama.

Terapi ini sudah sejak lama digunakan di dunia medis, hampir sejak 100 tahun yang lalu.

Hasil dari penelitian saat terjadinya wabah MERS dan SARS beberapa tahun lalu menunjukkan bahwa transfusi plasma konvalesen adalah terapi yang aman dan bisa memberikan manfaat klinis, termasuk menghilangkan virus dengan lebih cepat, terutama bila diberikan ketika pasien masih berada di tahap awal infeksi. [3, 4, 5, 6]

Siapa yang Bisa Menjadi Donor Plasma Konvalesen?

Sebagian besar pasien yang telah sembuh dari COVID-19 tubuhnya mengembangkan antibodi terhadap protein SARS-CoV-2 sejak satu hingga tingga minggu sejak awal terinfeksi. Kondisi ini bisa dikonfirmasi dan dideteksi oleh pemeriksaan khusus.

Kondisi inilah, kemudian, yang bisa membuat penyintas COVID-19 menyumbangkan plasma konvalesennya yang mengandung antibodi untuk membantu mengobati pasien aktif COVID-19.

Namun demikian, tidak semua orang yang telah sembuh dari COVID-19 bisa menjadi donor plasma konvalesen. Beberapa syarat berikut harus terpenuhi untuk bisa menjadi donor: [1, 2, 3]

  1. Donor harus bersedia dan memenuhi kriteria umum yang telah ditetapkan oleh Kementrian Kesehatan Republik Indonesia berkaitan dengan Standar Pelayanan Transfusi Darah, antara lain berusia di antara 18-60 tahun dengan berat badan diatas 55 kg.
  2. Pernah didiagnosa positif terinfeksi COVID-19 yang dinyatakan oleh hasil tes laboratorium melalui tes swab atau tidak pernah dites namun memiliki riwayat gejala-gejala COVID-19 yang jelas.
  3. Tidak menunjukkan gejala klinis COVID-19 selama, minimal, 14 hari sebelum mendonorkan plasma. Dibuktikan dengan hasil tes negatif SARS-CoV-2 melalui tes swab.
  4. Maksimal 3 bulan pasca sembuh dari COVID-19.
  5. Tidak memiliki riwayat transfusi darah dalam 6 bulan terakhir.
  6. Diutamakan laki-laki, atau wanita yang belum pernah hamil.

Persyaratan lainnya yang juga harus diperhatikan adalah: [1, 2]

  • Donor hanya boleh kembali mendonorkan plasma setiap 14 hari.
  • Donor sebaiknya diambil dari rumah sakit yang menjadi rujukan perawatan COVID-19 dan telah menerima informasi mengenai tata cara donor dan bersedia menjadi donor.
  • Jika donor tidak pernah dirawat di rumah sakit dan hanya melakukan isolasi mandiri, maka harus membawa surat keterangan sembuh dari dokter atau puskesmas saat mendonorkan plasma.

Siapa yang Diutamakan Menerima Terapi Plasma Konvalesen?

Sama seperti pendonor, tidak semua pasien COVID-19 membutuhkan atau bisa diberi plasma konvalesen. Misalnya, pasien yang tubuhnya telah mengembangkan antibodi sendiri, setelah seminggu atau lebih terinfeksi, tidak akan mendapat manfaat dari donor plasma.

Transfusi plasma konvalesen diutamakan bagi mereka yang: [4]

  • baru mulai terinfeksi,
  • berisiko tinggi telah terinfeksi namun hasil PCR-nya belum menunjukkan hasil positif,
  • memiliki kekebalan tubuh yang lemah karena penyakit bawaan,
  • atau pasien yang termasuk ke dalam golongan risiko tinggi mengalami kondisi parah bila terinfeksi dan masih berada pada tahap awal terinfeksi,
  • pasien yang berada dalam rentang 10 hari sejak mulai mengalami gejala COVID-19 ringan hingga sedang namun berisiko mengalami perburukan, termasuk pasien dengan kanker darah, sickle cell, atau gangguan kekebalan tubuh.

Alur Donor Plasma Konvalesen

Bagi penyintas COVID-19 yang merasa dirinya memenuhi syarat untuk menjadi pendonor plasma konvalesen dan ingin mendaftar, maka bisa mengikuti langkah-langkah sebagai berikut: [1, 2, 4, 6]

Pendaftaran

  1. Datang ke UDD (Unit Donor Darah) PMI terdekat, atau mengisi formulir pendaftaran secara daring.
  2. Jika mendaftar secara online, maka calon donor akan dihubungi oleh petugas UDD terdekat.
  3. Calon pendonor kemudian akan diminta untuk mengisi formulir donor darah, informed consent, anamnesis, menjalani pemeriksaan fisik dan laboratorium untuk konfirmasi golongan darah, titer antibodi, serta skrining IMLTD (Infeksi Menular Lewat Transfusi Darah).
  4. Calon donor yang lolos proses anamnesis, pemeriksaan fisik dan laboratorium akan menjalani proses pengambilan plasma konvalesen sesuai jadwal yang disampaikan petugas.

Prosedur donor plasma konvalesen

  1. Calon pendonor yang telah mendapat jadwal donor akan datang ke UDD yang telah ditentukan untuk melakukan pengambilan plasma.
  2. Pendonor akan disiapkan untuk menjalani prosedur.
  3. Pengambilan plasma konvalesen dilakukan dengan metode apheresis yang bisa memisahkan plasma dari darah.
  4. Petugas akan memasukkan jarum steril sekali pakai ke vena pendonor di salah satu lengan,
  5. Berbeda dengan donor darah, ketika darah keluar dari vena pendonor, ia akan lebih dulu masuk ke mesin pemisah plasma dan darah sebelum kemudian plasma dimasukkan ke sebuah kantung steril sementara darah akan kembali ke tubuh pendonor bersama larutan saline.
  6. Proses ini berlangsung selama 1 hingga 2 jam.

Setelah donor

Efek yang dirasakan pendonor setelah pengambilan plasma, secara umum, mirip dengan yang dirasakan setelah donor darah; misalnya pusing atau berkunang-kunang. Pendonor akan diminta tinggal sebentar di UDD sambil makan makanan kecil dan jus yang disediakan petugas. [2, 6]

Risiko yang Mungkin Terjadi

Transfusi plasma adalah prosedur yang aman dan bisa ditoleransi oleh sebagian besar pasien. Efek samping paling umum adalah reaksi alergi ringan. Sementara efek samping yang serius namun jarang terjadi termasuk masalah dengan jantung atau paru-paru, atau infeksi. [3, 6]

Semua plasma yang telah didonasikan aka melewati skrining untuk memastikan kecocokan golongan darah dan juga bebas dari infeksi seperti hepatitis B dan C, HIV, serta infeksi lainnya yang tidak terlalu umum.

SARS-CoV-2 tidak ditularkan melalui darah, dan tidak ada risiko transmisi dari donor yang telah sembuh. [3, 6]

fbWhatsappTwitterLinkedIn

Add Comment