7 Efek Samping Kebanyakan Konsumsi Antibiotik

√ Scientific Base Pass quality & scientific checked by redaction team, read our quality control guidelance for more info

Antibiotik merupakan suatu obat yang berfungsi untuk mencegah dan mengobati infeksi bakteri. Masih banyak tenaga kesehatan yang memberikan antibiotic sebagai obat untuk berbagai infeksi. Padahal infeksi bisa disebabkan karena viru dan bakteri. Antibiotik hanya dikhususkan unutk penanganan infeksi bakteri[1].

Antibiotik sudah ada sejak lama. Penggunaannya yang mulanya memberikan manfaat kemudian berpotensi menimbulkan beberapa efek samping. Efek samping ini sudah ada semenjak era pra antibiotic. Track record paparan antibiotic pada jaman dahulu lebih sulit untuk dideteksi.

Meskipun demikian, ia masih bisa ditelusuri melalui kebiasaan dan anecdote yang ada. Misal anecdote kemiripan sifat antibiotic di Yordnia yang mampu mengobati sakit kulit kemudian menjadikannya awal dari pembuatan beberapa antibiotic berikutnya[5].

Beberapa efek samping penggunaan antibiotic yang dapat diidentifikasi yaitu:

1. Resistensi Antibiotik

Pemberian kadar antibiotic dalam jumlah terlalu banyak atau tidak sesuai justru dapat memberikan celah bagi bakteri agar beradaptasi. Sehingga ketika seseorang sakit dan diberikan resep antibiotic, maka ia tidak dapat bekerja optimal. Antibiotik yang seharusnya mampu mengobati infeksi bakteri, kini malah bakteri tersebut kebal terhadap antibiotic. Sehingga infeksi yang kebal antibiotic bisa berkembang menjadi penyakit yang sangat serius dan sulit diobati[1][2].

Resistensi antibiotic sudah dikenal sejak puluhan tahun yang lalu. Penggunaan antibiotic yang tidak tepat sasaran merupakan salah satu penyebabnya. Terkadang masih ada saja tenaga kesehatan yang meresepkan obat antibiotic kepada pasien yang sebetulnya dia tidak membutuhkannya [2].

Atau bahkan si pasien sebetulnya bisa sembuh tanpa diberi obat apapun. Banyaknya antibiotic yang diberikan untuk mengobati gejala penyakit yang tidak menanggapi antibiotic inilah yang akhirnya memicu resistensi antibiotik[2]. Peristiwa penggunaan antibiotic besar-besaran sehingga mengasilkan berbagai infeksi yang sulit diobati ibi sering disebut superbug [5].

Penelitian terbaru menunjukkan bahwa kemampuan adaptif bakteri yang tidak berkesudahan ini lebih bersumber kepada resistensi antibiotic lingkungan. Meskipun Sebagian besar jenis infeksi dapat ditangani oleh antibiotic, namun resistensi antibiotic masih tetap ada. Selama hampir empat miliar tahun evolusi manusia menghasilkan berbagai antibiotic yang mana secara tidak langsung itulah yang menyerangnya [5].

Untuk itu perlu adanya pembelajaran yang tepat dalam memilih pathogen serta membataasi penggunaan antimikroba. Hal ini dilakukan agar tidak terjadi pemberian antibiotic yang tidak terkontrol dan untuk meminimalisir terjadinya resistensi antibiotic yang baru[5].

2. Alergi

Kondisi tubuh setiap orang tentunya berbeda. Perbedaan ini menyebabkan sebagian orang mengalami alergi terhadap antibiotic. Seseorang yang mengalami alergi karena antibiotic biasanya menunjukkan beberapa gajala. Gejala-gejala itu dpat berupa ruam ringan, gatal, kulit melepuh, leher dan wajah membengkak, dan permasalahan pernafasan. Cara terbaik untuk mengatasi efek samping ini yaitu sebaiknya meminimalkan penggunaannya dan memberi tahu dokter mengenai alergi yang dimiliki[1][2].

3. Diare

Ketika seseorang mengkonsumsi antibiotic maka bakteri baik pada tubuh yang berfungsi melindungi diri dari infeksi akan dihancurkan. Selama masa penghancuran itu orang yang mengkonsumsi antibiotic bisa saja mengalami diare karena bakteri C. difficile. Bakteri ini diperoleh dari lingkungan sekitar yang terkontaminasi. Orang yang sudah tua lebih rentan mengalami ini[1][2].

4. Interaksi Obat

Mengkonsumsi antibiotic dapat memicu reaksi terhadap obat lainnya yang saat itu dikonsumsi bersamaan dengannya. Reaksi ini mungkin saja memperparah efek samping yang ditimbulkan dari si antibiotic ataupun obat lain yang sedang dikonsumsi [1].

Pada salah satu penelitian menyebutkan  bahwa penggunaan antibiotic dan pil KB dalam waktu bersamaan akan membuat pil KB tidak dapat berfungsi dengan baik. Namun pada studi lain menyebutkan bahwa hal itu tidak berpengaruh. Justru yang bisa mempengaruhi adalah kondisi masing-masing individu itu sendiri[2].

5. Mengganggu Keseimbangan Flora Vagina

Pada umumnya antibiotic digunakan pada obat-obatan, sedangakan antibakteri digunakan dalam sabun. Penggunaan antibakteri dapat menyebabkan pertumbuhan yang berlebihan dari spesies ragi genus[2].

6. Obesitas

Pada sebuah studi ditemukan bahwa mengkonsumsi antibiotic dalam jangka waktu kurang dari 6 bulan yang kemudian meningkat menjadi 10 hingga 20 bulan, memiliki keterkaitan dengan obesitas yang ditimbulkan. Meskipun demikian, studi tersebut juga menyampaikan bahwa perlu adanya penelitian lebih lanjut terkait tingkat kebermanfaatan dan kerugian yang mungkin ditimbulkan[2].

7. Pertahanan Kekebalan Bayi Terhadap Infeksi

Bayi yang sering terpapar antibiotic menunjukkan kerentanan terhadap infeksi dan penyakit lainnya yang lebih luas. Keberadaan antibiotic menginduksi dysbiosis yang kemudian mengganggu respon imun bayi terhadap pathogen. Perawatan menggunakan antibiotic pada bayi akan memberikan dampak yang tidak sesuai karena microbiota bayi masih berada pada tahap perkembangan yang tidak stabil dan belum matang sampai usia 2-3 tahun[4].

Takaran Aman Konsumsi

Dalam meresepkan antibiotic masih ada saja yang memberikannya secara random dan tidak berdasar. Padahal untuk setiap jenis antibiotic memiliki takaran aman penggunaannya masing-masing. Dalam penentuan dosis aman juga harus mempertimbangkan berat tubuh si pasien. Berikut ini aturan aman dosis yang disarankan untuk antibiotic oral pediatrik[3].

Sedangkan untuk dosis standar pediatric parental antibiotic, yaitu[3]:

  1. Cefazolin: 50-100 mg/kg/hari
  2. Ceftriaxone: 50-100 mg/kg/hari
  3. Cefuroxime: 75-150 mg/kg/hari
  4. Clindamycin: 25-40 mg/kg/hari
  5. Metronidazole: 20-30 mg/kg/hari
fbWhatsappTwitterLinkedIn

Add Comment