Atresia Esofagus: Gejala, Penyebab dan Pengobatan

√ Scientific Base Pass quality & scientific checked by redaction team, read our quality control guidelance for more info

Apa Itu Atresia Esofagus?

Atresia Esofagus merupakan kondisi kelainan lahir di mana kerongongan bayi tidak berkembang dengan baik. Atresia Esofagus menyebabkan kerongkongan bayi bagian atas dan bawah tidak terhubung [1, 2].

Oleh karena itu, Atresia Esofagus membuat bayi yang mengalaminya tidak dapat menyalurkan makanan dari mulut ke perut, bahkan juga dapat membuat kesulitan bernapas [2].

Berapa Banyak Bayi yang Lahir dengan Atresia Esofagus?

Data menunjukkan bahwa, terdapat setidaknya 1 dari setiap 4100 bayi yang lahir dengan kondisi Atresia Esofagus. Kelainan lahir ini umumnya terjadi sendiri namun dapat juga terjadi bersama dengan kelainan lainnya [2].

Jenis Atresia Esofagus

Atresia Esofagus diketahui memiliki beberapa jenis yang berbeda, berdasarkan dengan masalah pada kerongkongan yang terjadi. Adapun jenis-jenis Atresia Esofagus ini antara lain [3]:

  • Atresia Esofagus Tipa A

Atresia Esofagus jenis ini memiliki masalah berupa kerongkongan yang tertutup bagian ujung atas dan bawahnya tertutup sehingga tidak terhubung. Atresia Esofagus jenis ini juga memiliki nama lain berupa Atresia Esofagus Murni maupun Atresia Esofagus Celah Panjang.

  • Atresia Esofagus Tipe B

Atresia Esofagus Tipe B merupakan suatu kondisi di mana bagian bawah kerongkongan tertutup, sedangkan bagian atas kerongkongan menempel pada trakea. Atresia Esofagus Tipe B ini diketahui sebagai salah satu jenis Atresia Esofagus yang jarang terjadi..  

  • Atresia Esofagus Tipe C

Untuk Atresia Esofagus Tipe C umumnya kelainan pada kerongkongannya terletak pada bagian bawahnya yang menempel pada trakea, sedangkan bagian atasnya tertutup. Atresia Esofagus Tipe C ini adalah kebalikan dari Atresia Esofagus Tipe B.

  • Atresia Esofagus Tipe D

Atresia Esofagus Tipe D juga termasuk jenis Atresia Esofagus yang jarang terjadi, di mana kedua ujung esofagusnya terhubung ke trakea.

Penyebab Atresia Esofagus

Penyebab dari Atresia Esofagus sendiri mungkin akan berkaitan dengan faktor-faktor yang meningkatkan risiko berikut ini [2]:

  • Usia Ayah Yang Sudah Tua

Ayah yang memiliki usia tua dapat juga menjadi salah satu faktor yang meningkatkan kelainan Atresia Esofagus pada bayi.

  • Penggunaan Ikon Eksternal Teknologi Reproduksi Yang Dibantu

Wanita yang hamil dengan menggunakan bantuan eksternal teknologi reproduksi yang dibantu dapat meningkatkan risiko bayi mengalami kelainan Atresia Esofagus.

Artinya, wanita yang menggunakan teknologi terbantu untuk hamil lebih berisiko melahirkan anak dengan Atresia Esofagus daripada dengan wanita yang tidak menggunakan bantuan teknologi.

Komplikasi Atresia Esofagus

Komplikasi yang mungkin dapat disebabkan oleh Atresia Esofagus antara lain [1, 3, 4]:

  • Pneumonisa Aspirasi, tersedak dan kematian (jika bayi dapat menghirup air liur atau cairan lain ke dalam paru-parunya)
  • Gangguan makan
  • Refluks (setelah operasi)
  • Penyempitan kerongkongan akibat jaringan parut yang terbentuk setelah operasi
  • Kebocoran anastomosis esophagus
  • Kebocoran dehiscence anastomosis
  • Aspirasi
  • Disfagia
  • Infeksi saluran pernapasan
  • Esofagitis
  • Kerongkongan Barrett
  • Kanker Kerongkongan
  • Tracheomalacia (dinding tenggorokan lemah dan terkulai, menyebabkan pernapasan berisik dan bernada tinggi)

Perlu juga diketahui bahwa, Atresia Esofagus ini umumnya juga dapat terjadi bersamaan dengan kelainan lain seperti gangguan jantung, ginjal dan bahkan tulang belakang. Komplikasi dapat juga terjadi setelah bayi melakukan operasi [3].

Diagnosa Atresia Esofagus

Diagnosis terhadap Atresia Esofagus ini umumnya dapat terlihat dengan memeriksa jumlah cairan ketuban melalui USG ibu. Jika hasil USG ibu menunjukkan terlalu banyak carian ketuban maka Atresia Esofagus atau penyumbatan saluran pencernaan bayi lain telah terjadi [4].

Diagnosa setelah bayi lahir mungkin dapat dilakukan dengan mengamati ketika bayi menyusu. Jika bayi batuk-batuk atau tersedak bahkan kulitnya kebiruan maka bayi mungkin mengalami Atresia Esofagus [4].

Jika dokter mencurigai Atresia Esofagus maka dokter mungkin akan mencoba memasukkan selang makanan kecil ke dalam perut melalui mulut atau hidung bayi [4].

Jika selang makanan tersebut tidak bisa masuk ke perut maka bayi bisa didiagnosis menderita Atresia Esofagus. Selain itu, X-ray mungkin juga akan dilakukan untuk menunjukkan adanya kantong berisi udara di kerongkongan dan udara di perut maupun usus [4].

X-ray diketahui juga dapat membantu memperlihatkan bahwa selang makanan tidak bisa masuk ke perut melainkan hanya melingkar saja pada kerongkongan [4].

Pengobatan Atresia Esofagus

Jika bayi sudah didiagnosis Atresia Esofagus oleh dokter maka perawatan harus segera dilakukan. Mengingat Atresia Esofagus merupakan salah satu kondisi yang mengancam jiwa [2, 3].

Adapun perawatan yang dilakukan umumnya berupa operasi pembedahan untuk membenarkan masalah yang terjadi pada kerongkongan bayi [3].

Operasi pembedahan ini akan berfokus agar kerongkongan dapat menghubungkan mulut dan perut. Dengan demikian, bayi akan dapat bernapas dan menyusu [2, 3].

Pelaksanaan operasi pembedahan bayi ini akan bergantung pada kondisi bayi. Jika bayi dalam kondisi yang sehat maka operasi mungkin akan dilakukan dalam beberapa hari setelah bayi lahir [3].

Namun, jika bayi memiliki masalah kesehatan lain maupun kelainan lahir lain maka bayi harus menunggu beberapa waktu untuk menjalani operasi pembedahan [3].

Bayi belum bisa melakukan operasi pembedahan umumnya akan dipasangi infus agar nutrisinya tetap terpenuhi hingga operasi dilakukan [3].

Operasi pembedahan mungkin akan melibatkan prosedur-prosedur tertentu dengan dukungan obat-obatan lain, khususnya jika masalah kerongkongan rumit. Selain itu, pengobatan lain mungkin diperlukan jika [2]:

  • Otot-otot kerongkongan tidak bekerja cukup baik untuk memindahkan makanan ke perut
  • Makanan yang di perut kembali bergerak ke kerongkongan

Dengan kata lain, pengobatan Atresia Esofagus ini akan didasarkan pada kondisi dari kelainan kerongkongan yang terjadi, beserta kelainan lain yang mungkin menyertai.

Pencegahan Atresia Esofagus

Pencegahan terhadap Atresia Esofagus merupakan hal yang tidak bisa atau belum ditemukan caranya. Adapun yang bisa dilakukan adalah dengan mengidentifikasi diri jika termasuk dalam orang-orang dengan risiko tinggi memiliki bayi dengan Atresia Esofagus termasuk [3]:

  • Usia ayah yang sudah tua ketika pembuahan bayi
  • Wanita yang menjalani perawatan kesuburan atau bantuan teknologi untuk hamil seperti inseminasi intrauterin dan fertilisasi in vitro

Orang-orang dengan faktor risiko yang tinggi sebagaimana disebutkan diatas jika ingin hamil sebaiknya melakukan konsultasi dengan dokter. Selain itu, untuk mengurangi risiko bayi lahir dengan kelainan lahir ibu hamil disarankan untuk [3]:

  • Mengonsumsi Makanan Sehat

Tanyakan pada dokter makanan apa yang boleh dan tidak boleh dikonsumsi ketika dalam masa kehamilan. Tanyakan juga terkait dengan jumlah makanan yang dikonsumsi sesuai dengan kondisi diri.

Selain itu, perlu juga memiliki beberapa pilihan makanan dengan kandungan gizi serupa agar tidak mengalami kebosanan ketika mengonsumsinya secara teratur setiap hari.

  • Melakukan Olahraga

Untuk olahraga sendiri, sebenarnya akan bergantung pada kebiasaan wanita sebelum hamil. Jika wanita itu sebelum hamil memang sudah secara teratur olahraga maka olahraga ringan ketika hamil mungkin bisa dilakukan tanpa ada masalah yang mungkin ditimbulkan [5].

Tanyakan pada dokter untuk mengetahui olahraga apa yang cocok untuk dilakukan pada masa kehamilan. Khususnya yang bermanfaat untuk menjaga pertumbuhan janin agar tetap sehat.

Sedangkan jika wanita sebelum hamil tidak pernah olahraga atau jarang olahraga maka sebaiknya tidak langsung melakukan olahraga ketika hamil karena risiko tertentu mungkin dapat terjadi [5].

Untuk kondisi ini, sebaiknya ibu hamil melakukan konsultasi pada dokter agar dapat memulai olahraga dalam tingkatan yang ringan dan sesuai dengan kondisinya [5].

  • Istirahat Yang Cukup

Ibu hamil sebaiknya juga menjaga tubuhnya agar mendapatkan waktu istirahat yang cukup. Mengingat, jumlah waktu tidur ketika hamil dapat mempengaruhi ibu dan bayinya. Bahkan kurang tidur selama kehamilan dikaitkan dengan komplikasi tertentu termasuk preklamsia dan kelahiran prematur [6].

  • Melakukan Konsultasi Dengan Dokter Secara Teratur

Hal yang tidak kalah penting dalam menjaga kehamilan, agar kondisi baik ibu dan bayi tetap sehat adalah dengan rajin-rajin melakukan konsultasi dengan dokter untuk perawatan prenatal [7].

Dengan melakukan konsultasi dengan dokter secara rutin ibu hamil akan dapat mengetahui kondisi dari perkembangan janinnya secara teratur, termasuk jika ada masalah tertentu [7].

Dan jika dokter menemukan adanya kemungkinan masalah, mungkin dokter akan dapat memberikan solusi untuk masalah tersebut [7].

Oleh karena itu, penting bagi ibu hamil untuk selalu memberitahukan perkembangan maupun masalah yang mungkin dirasakan selama kehamilannya pada dokternya.  Bahkan konsultasi prenatal dengan dokter sebaiknya dilakukan sejak sebelum hamil [7].

Untuk wanita yang sedang program kehamilan sebaiknya juga menanyakan kiat-kiat agar dapat hamil secara sehat. Hal ini akan sangat membantu proses kehamilan nantinya.

fbWhatsappTwitterLinkedIn

Add Comment