Daftar isi
Apa Itu DVT Pada Ibu Hamil ?
Kehamilan maupun nifas diketahui membuat wanita lebih berisiko mengembangkan tromboemboli vena yang mencakup emboli paru dan thrombosis vena dalam (DVT) [1].
Meskipun demikian, DVT pada ibu hamil bukan merupakan hal yang umum terjadi. Pembengkakan pada kaki selama kehamilan juga belum tentu DVT, simak selengkapnya berikut ini [2].
Gejala DVT Pada Ibu Hamil
DVT pada ibu hamil tidak selalu menunjukkan gejala. Namun, secara umum gejala yang sering terlihat mencakup pembengkakan dan nyeri yang ekstrim pada salah satu kaki [2, 3].
Adapun kaki yang sering terkena yaitu kaki sebelah kiri, sekitar 90% dari total kasus yang ada. Selain itu, gejala lain mungkin juga akan ditunjukkan yang antara lain [3]:
- Kaki terasa sakit saat berdiri atau bergerak
- Kaki lebih terasa sakit saat menekuk kaki ke arah lutut
- Kulit kaki terasa hangat
- Kulit merah di bagian belakang kaki, biasanya di bawah lutut
- Pembengkakan ringan hingga parah
Penyebab DVT Pada Ibu Hamil
Penyebab utama dari DVT secara umum yaitu adanya kerusakan pada vena akibat pembedahan, cedera maupun peradangan (infeksi) [4].
Selain itu, apapun yang menganggu aliran darah hingga menyebabkan pembekuan darah akan berkaitan dengan DVT [4].
Selama masa kehamilan, pembekuan darah lebih mudah terjadi sehingga ibu hamil akan lebih sedikit kehilangan darah ketika melahirkan. Dan, bayi yang sedang tumbuh juga menekan pembuluh darah di sekitar panggul ibunya, sehingga aliran darah ke kaki jadi berkurang [5].
Faktor Risiko DVT Pada Ibu Hamil
Pembekuan darah pada wanita hamil mungkin jarang terjadi. Bahkan dari setiap 1000 wanita, mungkin hanya satu wanita hamil saja yang mengalami pembekuan darah [5].
Berikut ini merupakan beberapa faktor yang mungkin meningkatkan risiko wanita hamil mengembangkan DVT [5]:
- Mengandung lebih dari satu bayi (kembar)
- Pekerjaan yang cukup melelahkan
- Pengalaman pendarahan setelah melahirkan
- Perawatan kesuburan yang menggunakan hormon
- Memiliki kelainan pembekuan darah bawaan
- Berusia lebih dari 35
- Pernah mengalami pembekuan darah sebelumnya
- Pernah menjalani operasi atau cedera
- Minum pil KB
- Menjalani terapi sulih hormon
- Indeks massa tubuh (BMI) 30 atau lebih tinggi
- Merokok
- Riwayat keluarga dengan DVT
- Perjalanan jarak jauh
- Kondisi medis tertentu, termasuk penyakit jantung, kanker, dan diabetes
Komplikasi DVT Pada Ibu Hamil
DVT pada ibu hamil yang terjadi dalam jangka panjang mungkin berisiko menyebabkan komplikasi berupa pembengkakan permanen pada vena dan retensi cairan [3].
Selain itu, walaupun jarang terjadi namun berkembangnya emboli paru akibat gumpalan terlepas dan bergerak ke paru-paru mungkin akan menjadi salah satu komplikasi [3].
Mengingat, pada waktu hamil gumpalan berisiko tumbuh besar hingga pecah dan masuk ke paru-paru melalui aliran darah [5].
Emboli paru ini merupakan salah satu penyebab paling umum kematian yang terjadi pada ibu hamil [5].
Efek Samping Pada Bayi
DVT pada ibu hamil tidak hanya memberikan dampak negatif bagi ibu, melainkan juga pada bayi yang dikandungnya. Adapun efek samping DVT bagi bayi antara lain [5]:
- Keguguran
- Lahir prematur
- Pembatasan pertumbuhan intrauterin, suatu kondisi yang mengganggu pertumbuhan bayi yang dikandung
- Lahir mati, jika terbentuk gumpalan darah pada plasenta
Kapan Harus Kedokter ?
Jika gejala DVT terlihat selama masa kehamilan maka sangat disarankan untuk segera memeriksakan diri kedokter. Pemeriksaan secara dini dapat mencegah komplikasi serius yang membahayakan ibu hamil dan bayi yang dikandung [3].
Cara Mengatasi DVT Pada Ibu Hamil
DVT pada ibu hamil dapat diobati dengan penanganan yang tepat, seperti spesialis hematologi maupun dokter kehamilan [3].
Berikut ini merupakan beberapa metode pengobatan yang mungkin disarankan untuk DVT pada ibu hamil [3, 5]:
- Konsumsi Agen Pengencer Darah
Adapun dalam perawatan DVT, konsumsi obat atau agen pengencer darah heparin berat molekul rendah mungkin akan disuntikan sekali atau dua kali dalam satu hari [3].
Dengan penyuntikan agen pengencer darah tersebut, diharapkan dapat [3]:
- Menghentikan pembentukan gumpalan agar tidak semakin besar
- Membantu melarutkan gumpalan dalam tubuh
- Mengurangi risiko pembekuan lebih lanjut
Selain itu, selama perawatan DVT, ibu hamil mungkin akan menjalani pemeriksaan rutin dengan tes darah. Hal ini bertujuan untuk memastikan gumpalan darah telah larut dan tidak terbentuk gumpalan darah baru [3].
- Menggunakan Stoking Kompresi
Penggunaan stoking kompresi (kaos kaki ketat medis) mungkin akan disarankan oleh dokter. Hal ini akan dapat membantu menghentikan pembengkakan akibat DVT.
Cara Mencegah DVT Pada Ibu Hamil
Hal terpenting untuk mencegah DVT pada ibu hamil adalah dengan mengurangi risiko pembekuan darah, termasuk riwayat kesehatan diri dan keluarga [5].
Adapun berikut ini merupakan hal yang dapat dilakukan untuk mengurangi risiko pembekuan darah [5]:
- Hindari Duduk Diam Terlalu lama
Berikut ini merupakan hal yang dapat dilakukan untuk menghindari duduk terlalu lama, berdasarkan keadaan tertentu [5]:
- Setelah menjalani operasi atau tirah baring, mulailah dengan perlahan dan dengan lembut sesegera mungkin
- Hindari menyilangkan kaki karena dapat menghambat aliran darah
- Ketika melakukan perjalanan jarak jauh, seringlah berdiri an berjalan-jalan kecil
- Jika harus duduk lama di kendaraan maka angkat dan turunkan jari-jari kaki
- Lakukan Perubahan Gaya Hidup
Melakukan perubahan gaya hidup juga akan dapat membantu mengurangi risiko pembekuan darah. Adapun perubahan gaya hidup yang dapat dilakukan antara lain [4, 5]:
- Berhenti merokok, karena meningkatkan risiko DVT
- Ikuti saran dokter tentang apa dan berapa banyak makanan untuk menghindari obesitas
- Lakukan olahraga sebanyak yang disarankan dokter, khususnya jika memiliki rutinitas duduk lama
- Menjaga Tubuh Tetap Terhidrasi
Menjaga tubuh agar tetap terhidrasi dapat dilakukan dengan mengonsumsi air putih sesuai dengan kebutuhan yang disarankan oleh dokter.
- Mengonsumsi Agen Pengencer Darah
Konsumsi agen pengencer darah tidak hanya dapat mengobati DVT, melainkan juga dapat mencegah terbentuknya gumpalan darah baru.
Dokter mungkin akan meresepkan agen pengencer darah ini pada masa kehamilan maupun setelah melahirkan.
Konsumsi agen pengencer ini diketahui tidak akan mempengaruhi plasenta maupun air susu ibu (ASI), sehingga tidak akan menganggu kesehatan bayi.