Uroflowmetry : Fungsi – Prosedur – Risiko

√ Scientific Base Pass quality & scientific checked by redaction team, read our quality control guidelance for more info

Apa Itu Uroflowmetry?

Uroflowmetry merupakan salah satu tindakan medis dalam bentuk prosedur skrining untuk mengukur laju aliran urine dan volume urine pasien [1,2,3,6].

Pasien dengan masalah sulit berkemih atau buang air kecil biasanya perlu menjalani uroflowmetry supaya dokter dapat mengidentifikasi penyebabnya [1,2,3].

Tindakan pemeriksaan ini bersifat non-invasif, yang artinya prosedur tidak melibatkan mengiris atau membuka kulit dan bisa dilakukan dari luar tubuh [1].

Fungsi Uroflowmetry

Uroflowmetri memiliki fungsi utama dalam penilaian fungsi sistem kemih atau urologi [1,2,3,5].

Pada proses tindakan ini, dokter menggunakannya sebagai pengukur sumbatan saluran kemih sekaligus tingkat aliran urine [1,2,3,5].

Uroflowmetry juga dokter gunakan sebagai pengidentifikasi adanya gangguan kemih tertentu lainnya dan memastikan penyebab dari kondisi tersebut [1,2,3,5].

Uroflowmetry merupakan tindakan pemeriksaan yang dapat mengidentifikasi penyebab maupun tingkat keparahan kondisi medis tertentu seperti berikut [1,2,3,5] :

  • Inkontinensia urine, yaitu urine yang keluar tanpa sadar dan tak bisa dikendalikan. Biasanya urine keluar dengan frekuensi dan jumlah yang tak begitu banyak, namun bisa cukup mengganggu dan berakibat pada gangguan kesehatan maupun sosial.
  • Sering buang air kecil, yakni hal yang tampak normal namun juga perlu diwaspadai sebagai tanda penyakit tertentu. Buang air kecil yang terlalu seirng dapat menjadi pertanda ginjal tidak berfungsi dengan baik karena terserang infeksi. Selain itu, kehamilan, batu ginjal, diabetes, masalah prostat, dan efek obat tertentu bisa menyebabkan frekuensi buang air kecil meningkat.
  • Retensi urine, yaitu urine yang terakumulasi di kandung kemih karena kemampuan tubuh dalam mengosongkan kandung kemih sedang terganggu.
  • Anyang-anyangan, yaitu sering digambarkan sebagai kondisi sering ingin buang air kecil tapi urine yang keluar justru sangat sedikit. Kondisi ini pun kerap disertai rasa perih atau nyeri setiap buang air kecil.
  • Buang air kecil yang lambat atau buang air kecil yang susah bisa disebabkan oleh berbagai kondisi seperti batu saluran kemih, infeksi saluran kemih, prostat bengkak, efek obat tertentu, gangguan psikologis, gangguan saraf, dan efek operasi. Pada kasus ini, urine membutuhkan waktu yang sangat lama untuk keluar sepenuhnya walaupun keinginan untuk buang air kecil sangat besar.
  • Hipertrofi prostat jinak, yaitu kondisi pembesaran kelenjar prostat sehingga urine tidak bisa keluar secara normal. Tanda utama pada kondisi ini adalah ketidaktuntasan setiap buang air kecil dan bahkan penderita perlu sampai mengejan agar urine keluar.
  • Disfungsi kandung kemih neurogenik, yakni kondisi sistem saraf pusat atau sistem saraf perifer yang mengalami gangguan atau kerusakan yang menyebabkan kandung kemih tidak berfungsi normal. Pada anak, disfungsi ini terjadi karena kelainan genetik sehingga menjadi kondisi bawaah lahir.
  • Infeksi saluran kencing, yaitu kondisi ketika organ sistem kemih terserang infeksi bakteri di mana bakteri melalui uretra menginvasi saluran kemih. Infeksi bisa mengenai ginjal apabila infeksi saluran kemih tidak segera memperoleh penanganan.
  • Sumbatan pada saluran kemih atau obstruksi outlet kandung kemih menyebabkan aliran urine tidak bisa lancar menuju uretra. Kondisi ini lebih rentan dialami oleh lansia di mana aliran urine bahkan tidak hanya bisa berkurang tapi juga berhenti.
  • Kanker prostat, yaitu kanker yang dialami oleh pria di mana sel kanker tumbuh dan bahkan bisa berkembang semakin parah pada kelenjar prostat. Tanda utama kanker prostat sendiri adalah buang air kecil yang bermasalah. Gejala pada tahap awla tidak akan begitu nampak atau terasa, namun semakin berkembang kanker tersebut, buang air kecil akan semakin sulit dan tidak lancar.
  • Kanker kandung kemih, yaitu kanker yang tumbuh dan berkembang pada kandung kemih. Kanker kandung kemih paling sering ditandai dengan buang air kecil berdarah, sering buang air kecil, hingga inkontinensia urine dan peningkatan frekuensi berkemih.

Dengan kata lain, para penderita gejala atau kondisi medis tersebut biasanya perlu menempuh pemeriksaan berupa uroflowmetry untuk mengetahui penyebab pasti dan tingkat keparahannya [1].

Persiapan dan Prosedur Uroflowmetry

Pasien dengan masalah buang air kecil dan gejala serupa yang perlu menempuh uroflowmetry perlu melakukan beberapa persiapan sebelum memasuki prosedur uroflowmetry itu sendiri.

Beberapa hal akan dokter beritahukan dan perlu diperhatikan oleh pasien antara lain adalah [1,3,6] :

  • Penjelasan mengenai uroflowmetry; pasien dalam hal ini diberi kesempatan untuk bertanya secara detail mengenai fungsi, biaya, dan efek samping pemeriksaan. Atau jika terdapat hal lain dapat pula dikonsultasikan sebelum benar-benar memutuskan menjalani uroflowmetry.
  • Dokter biasanya meminta pasien memberi sampel urine yang menjadi cara agar pasien tetap nyaman ketika harus menempuh uroflowmetry.
  • Pasien perlu menginformasikan kepada dokter mengenai obat apa saja yang sedang dikonsumsi, termasuk suplemen, vitamin dan herbal.
  • Dokter biasanya akan meminta pasien berhenti sementara untuk mengonsumsi obat maupun vitamin tersebut beberapa hari sebelum menjalani uroflowmetry karena dikhawatirkan obat tersebut mampu menyebabkan gangguan kandung kemih.
  • Pasien wajib memberi tahu dokter mengenai kondisi yang sedang hamil atau sedang dalam program kehamilan.
  • Beberapa jam sebelum tes, pasien perlu menjaga kandung kemih dalam kondisi penuh dan tidak berkemih lebih dulu.
  • Beberapa jam sebelum tes pun diharapkan pasien minum banyak air putih (sekitar 4 gelas atau tanyakan detail kepada dokter berapa banyak air minum yang bisa diasup). Namun saat kandung kemih penuh, hindari ke toilet untuk berkemih.

Pada proses uroflowmetry, pasien tidak diharuskan untuk berpuasa sebelumnya [6].

Bahkan dokter juga tidak perlu memberi anestesi atau obat bius.

Namun, kemungkinan akan ada persiapan lainnya yang dokter akan lakukan dan minta pasien ikuti tergantung kondisi yang mendasari gejala pada kandung kemih.

Prosedur uroflowmetry berbeda dari tes urine yang biasanya ditempuh dengan cara menampung urine dalam wadah khusus pada waktu buang air kecil [1,2,3,6].

Pemeriksaan uroflowmetry menggunakan alat berbentuk corong dan sudah terhubung dengan alat untuk mengukur laju urine [1,2,3,6].

Berikut ini adalah langkah-langkah dalam uroflowmetry yang akan pasien jalani ketika persiapan telah dilakukan dengan baik [1,2,3,6].

  • Pasien dapat segera menuju ruang pemeriksaan; biasanya, petugas medis atau dokter akan menuntun pasien menuju area tersebut.
  • Dokter kemudian akan memberi tahu tentang cara penggunaan peralatan uroflowmetry, khususnya corong atau toilet khusus yang pasien akan gunakan.
  • Pasien bisa menekan tombol yang terdapat pada alat tes ketika sudah benar-benar siap. Sebaiknya, pasien tidak merasa tegang atau canggung ketika menempuh proses uroflowmetry ini.
  • Saat sudah siap dan telah menekan tombol mulai, berhitunglah 5 detik sebelum buang air kecil.
  • Proses buang air kecil di corong yang telah tersedia ini bisa dilakukan seperti saat buang air kecil biasanya. Lalu, alat ukur yang terhubung dengan corong akan merekam informasi yang meliputi laju keluarnya aliran urine, durasi dalam pengosongan kandung kemih, dan jumlah urine pasien.
  • Pasien sebaiknya tidak mengejan atau memaksakan supaya urine keluar banyak atau cepat tanpa instruksi dari dokter. Pasien mengejan justru akan berpengaruh pada kecepatan dan tingkat laju aliran urine yang keluar sehingga tidak alami.
  • Pasien dapat melakukan prosedur uroflowmetry dari awal sampai akhir dengan tenang tanpa mendorong laju urine sama sekali.
  • Setelah selesai pun pasien bisa menghitung 5 detik sebelum menekan tombol lagi pada alat tes.
  • Hasil rekaman alat ukur segera mengeluarkan hasil pengukuran atau pemeriksaan yang kemudian dokter akan segera cek. Hasil pemeriksaan adalah dalam bentuk grafik.
  • Setelah hasil pemeriksaan keluar, pasien belum boleh pulang, sebab dokter perlu mendiskusikan dan menerangkan hasil pemeriksaan tadi.
  • Jika dokter merasa dari hasil uroflowmetry kondisi pasien masih belum terlalu jelas, dokte akan meminta pasien menjalani rangkaian tes penunjang di beberapa hari selanjutnya.

Hasil Uroflowmetry

Hasil uroflowmetry akan dokter dasarkan pada usia pasien dan jenis kelaminnya [1].

Dalam diskusi bersama pasien, dokter akan menjelaskan mengenai rata-rata laju aliran urine dan puncak laju aliran urine [1].

Sementara itu, dokter akan menentukan tingkat keparahan kondisi tubuh pasien dari volume urine (banyaknya urine yang keluar saat tes) dan pola berkemih pasien [1].

Pada wanita, rata-rata laju urine dari hasil tes uroflowmetry normal adalah 10-21 ml per detik, sedangkan pada pria adalah 15-18 ml per detik [1,4].

Bila hasil lebih rendah dari normalnya, hal ini bisa menandakan adanya beberapa gangguan kesehatan, seperti sumbatan saluran kemih, melemahnya kandung kemih, hingga pembesaran prostat [1].

Sementara jika hasil menunjukkan angka lebih dari normal, hal ini menjadi pertanda inkontinensia urine [1].

Sistoskopi dan sistometri adalah tes sistem kemih lanjutan yang pasien perlu tempuh apabila dokter merasa bahwa itu diperlukan untuk memperjelas kondisi kesehatan pasien [5,7].

Risiko Uroflowmetry

Karena bukan tindakan invasif, uroflowmetry umumnya aman dan tidak menimbulkan efek samping pada pasien [3].

Bahkan selama prosedur berlangsung, pasien akan dijaga untuk dapat berkemih secara alami secara nyaman.

Risiko uroflowmetry bukan pada rasa sakit atau komplikasi pada tubuh pasien, melainkan adanya kemungkinan ketidakakuratan pada hasil.

Beberapa faktor mampu menjadi peningkat risiko hasil uroflowmetry tidak akurat, terutama bila pasien melakukan gerakan sekecil apapun pada saat berkemih dalam prosedur ini.

Mengejan, penggunaan obat tertentu, hingga mengosongkan kandung kemih sebelum menempuh uroflowmetry mampu memengaruhi hasilnya.

Oleh sebab itu, penting untuk memerhatikan anjuran serta instruksi dokter, berkonsultasi sebelum menempuh tindakan pemeriksaan, dan mengikuti langkah persiapan dengan benar.

fbWhatsappTwitterLinkedIn

Add Comment