Tinjauan Medis : dr. Maria Arlene, Sp.Ak
Terdapat beberapa tipe berbeda dari vaksin. Setiap tipe dirancang untuk mengajarkan sistem imun kita untuk melawan jenis kuman tertentu, dan penyakit yang disebabkan oleh kuman tersebut. Terdapat beberapa... tipe vaksin, seperti vaksin yang tidak aktif, vaksin hidup, vaksin mRNA, vaksin rekombinan, vektor viral. WHO menyatakan dari Desember 2020, lebih dari 200 kandidat vaksin untuk COVID-19 sedang dikembangkan. Dari jumlah tersebut, setidaknya 52 kandidat vaksin telah diujicobakan kepada manusia. Terdapat tiga pendekatan utama untuk mendesain sebuah vaksin. Perbedaan utamanya ada pada apakah vaksin tersebut menggunakan seluruh virus/bakteri (whole), hanya bagian dari kuman yang dapat mencetuskan sistem imun, atau hanya materi genetiknya saja. Setiap jenis vaksin bekerja dengan cara yang berbeda-beda, namun semua tujuannya sama, yaitu mengenalkan sistem imun kita terhadap virus penyebab COVID-19. Read more
Vaksin dibuat dari sejumlah kecil kuman (virus atau bakteri) penyebab penyakit yang telah mati atau dilemahkan sehingga tidak mengakibatkan tubuh kita sakit. Vaksin bekerja dengan menstimulasi sistem kekebalan atau sistem imun tubuh untuk mengenali dan melawan penyebab penyakit[1].
Setelah sistem imun mengenali atau mendeteksi adanya penyebab penyakit, sistem imun tubuh akan menghasilkan antibodi sehingga tubuh mengembangkan imunitas (kekebalan) terhadap jenis penyakit tersebut tanpa mengalaminya terlebih dahulu. Sehingga setelah menerima vaksin, paparan terhadap kuman penyebab penyakit dapat langsung diatasi oleh antibodi yang telah terbentuk[1].
Saat ini telah terdapat beberapa jenis vaksin yang digunakan untuk mengatasi pandemi COVID-19. Menurut WHO hingga 18 Februari 2021, setidaknya tujuh vaksin yang berbeda meliputi tiga platform telah diluncurkan pada berbagai negara[2].
Untuk mengetahui jenis-jenis vaksin COVID 19, berikut informasinya:
Daftar isi
Vaksin Virus Utuh (Whole Virus Vaccine)
Vaksin jenis ini menggunakan bentuk yang telah dilemahkan atau di-nonaktifkan dari virus penyebab COVID-19 untuk merangsang sistem imun tubuh[1, 3].
Vaksin virus utuh dapat dibedakan menjadi dua, yaitu[4, 5]:
Live Attenuated Vaccine (LAV)
Vaksin jenis ini menggunakan bentuk yang dilemahkan dari virus penyebab penyakit, yang mana masih dapat tumbuh dan memperbanyak diri, tapi tidak menyebabkan penyakit.
LAV merangsang sistem imun seperti halnya virus penyebab penyakit yang sebenarnya. Sistem imun merespon dengan mengaktivasi sel-sel imun meliputi sel T killer, sel T helper, dan sel B yang memproduksi antibodi.
Respon imun ini akan berlanjut hingga virus dibersihkan dari tubuh. Respon imun yang berlangsung lama memungkinkan pembentukan sel memori yang akan menjadi kunci imunitas jangka panjang terhadap virus tersebut.
Kelebihan LAV antara lain[4, 5]:
- Teknologi yang telah dikembangkan dengan baik
- Respon imun yang kuat, melibatkan sel B dan sel T
- Relatif mudah untuk diproduksi
Kekurangan LAV, antara lain[4, 5]:
- Tidak cocok untuk orang dengan sistem imun yang terganggu
- Pada kasus yang sangat langka, dapat memicu timbulnya penyakit
- Relatif sensitif terhadap suhu, sehingga suhu penyimpanan perlu diperhatikan
Inactivated Vaccine
Vaksin jenis ini mengandung virus yang materi genetiknya telah dihancurkan dengan panas, zat kimia, atau radiasi sehingga tidak dapat menginfeksi sel dan memperbanyak diri, tapi masih bisa memicu respon imun.
Jenis vaksin ini dinilai lebih aman dan lebih stabil dibandingkan dengan LAV karena materi genetik virus di dalam vaksin telah rusak dan hanya mengandung protein-protein yang dapat dikenali oleh sistem imun tubuh.
Namun karena virus tidak dapat menginfeksi sel, vaksin jenis ini hanya merangsang respon imun termediasi antibodi, yang mana lebih lemah dan tidak berlangsung selama LAV. Sehingga vaksin sering kali diberikan bersamaan dengan adjuvant (agen yang merangsang sistem imun) dan dosis booster.
Kelebihan vaksin dengan virus yang di-nonaktifkan, antara lain[4, 5]:
- Teknologi yang telah dikembangkan dengan baik
- Cocok untuk orang-orang dengan sistem kekebalan yang terganggu
- Tidak mengandung komponen hidup, sehingga tidak berisiko menimbulkan penyakit
- Relatif mudah untuk diproduksi
Kekurangan dari vaksin dengan virus di-nonaktifkan yaitu dapat memerlukan injeksi booster.
Vaksin yang termasuk dalam jenis ini ialah Sinopharm dan Sinovac. Keduanya menggunakan virus yang di-nonaktifkan sehingga virus tidak dapat menginfeksi ataupun memperbanyak diri, tapi dapat merangsang respon imun.
Vaksin virus utuh diberikan dalam dua dosis melalui injeksi intramuskuler. Jenis vaksin ini dapat memerlukan suntikan booster[5].
Vaksin mRNA (Messenger RNA Vaccine)
Vaksin jenis ini menggunakan mRNA hasil rekayasa genetika yang mengkode bagian protein S COVID-19. Protein S ialah struktur runcing pada permukaan virus COVID-19. Protein S membantu virus memasuki sel tubuh dan memulai infeksi[5, 6].
Setelah diinjeksikan ke dalam tubuh, mRNA akan merangsang produksi antigen (zat yang memicu respon imun) seperti protein S. Adanya antigen akan terdeteksi oleh sistem imun dan merangsang pembentukan antibodi. Sehingga ketika terinfeksi virus COVID-19 di kemudian hari, tubuh telah memiliki antibodi untuk melawan virus tersebut[5, 6].
Setelah mRNA membantu sel memproduksi antigen, mRNA tersebut akan langsung dihancurkan sehingga tidak akan memasuki inti sel. Vaksin COVID-19 yang termasuk jenis ini ialah Pfizer-BioNTech dan Moderna. Vaksin diberikan dalam dua dosis melalui injeksi intramuskuler[5, 6].
Kelebihan vaksin jenis mRNA meliputi[4, 5]:
- Keamanan yang baik (karena tidak mengandung komponen hidup sehingga tidak terdapat risiko vaksin dapat memicu penyakit
- Relatif mudah untuk diproduksi secara massal
- Respon imun meliputi sel B dan sel T
Kekurangan dari vaksin mRNA meliputi[4, 5]:
- Efek samping yang tidak diinginkan (seperti reaksi imun yang tidak diinginkan)
- Perlunya memastikan pengiriman efektif ke dalam tubuh karena RNA bebas dalam tubuh dihancurkan dengan cepat
- Masalah penyimpanan, beberapa vaksin RNA memerlukan penyimpanan dengan suhu sangat dingin
- Fakta bahwa vaksin jenis mRNA belum pernah mendapat izin untuk pemakaian pada manusia
- Dapat memerlukan booster
Vaksin Vector
Vaksin vector berbeda dengan jenis vaksin lain karena tidak mengandung antigen (zat yang memicu respon imun), akan tetapi menggunakan sel tubuh untuk menghasilkan antigen[4].
Pada vaksin jenis ini, materi genetik dari virus COVID-19 dimasukkan ke dalam virus lain yang telah dilemahkan. Virus yang dilemahkan tersebut disebut sebagai virus vector (pembawa materi genetik). Ketika diinjeksikan, virus vector akan mengirimkan materi genetik dari virus COVID-19 yang mengkode protein S[5, 6].
Virus vector akan menginfeksi sel dan memberi instruksi untuk memproduksi protein S dalam jumlah besar. Setelah sel-sel menampilkan protein S pada permukaan sel, sistem imun tubuh akan merespon dengan menghasilkan antibodi dan sel-sel darah putih defensif lainnya. Jika di kemudian hari terinfeksi COVID-19, tubuh sudah memiliki antibodi untuk mengatasinya[4, 6].
Berbagai virus telah dikembangkan sebagai vector. Gen-gen penyebab penyakit dan gen-gen yang memungkinkan virus untuk memperbanyak diri dihilangkan dari virus vector. Sehingga virus tidak lagi dapat membahayakan[4].
Vaksin virus vector tidak akan menyebabkan kita terinfeksi oleh virus COVID-19 ataupun oleh virus yang dipakai sebagai vector (pembawa). Materi genetik yang dibawa juga tidak akan menjadi bagian dari DNA tubuh[6].
Vaksin COVID-19 yang termasuk jenis ini antara lain Oxford-AstraZeneca, Sputnik V (Gamaleya Research Institute), dan The Janssen/Johnson & Johnson COVID-19 vaccine. Vaksin diberikan dalam dua dosis melalui injeksi intramuskuler[5, 6].
Kelebihan vaksin virus vector antara lain[4, 5]:
- Teknologi yang sudah dikembangkan dengan baik
- Dapat merangsang respon imun kuat karena melibatkan sel B dan sel T
Kekurangan dari vaksin vector antara lain[4, 5]:
- Efektivitasnya dapat mengalami penurunan jika diberikan pada orang yang pernah terpapar jenis virus yang digunakan sebagai vector
- Vaksin vector relatif kompleks untuk diproduksi dibandingkan dengan jenis vaksin lain
Vaksin Sub-unit Protein
Vaksin sub-unit protein mengandung bagian virus yang dapat merangsang sistem imun saja. Vaksin jenis ini dikembangkan dengan teori bahwa dengan tidak menggunakan patogen (penyebab penyakit) secara utuh, risiko efek samping dapat diminimalisir[5, 6].
Vaksin COVID-19 jenis ini mengandung protein S yang tidak berbahaya. Setelah sistem imun mengenali protein S, tubuh akan menghasilkan antibodi. Antibodi ini dapat melawan infeksi virus COVID-19[6].
Karena tidak menginfeksi sel, vaksin jenis ini utamanya hanya menstimulasi respon imun termediasi antibodi. Respon imun ini lebih lemah dibandingkan jenis vaksin lain. Sehingga untuk mengatasinya vaksin sub-unit terkadang diberikan bersamaan dengan dosis booster dan adjuvant[4].
Vaksin COVID-19 yang termasuk dalam jenis ini ialah Novavax. Vaksin perlu diberikan dalam dua dosis melalui injeksi intramuskuler[5].
Kelebihan dari jenis vaksin sub-unit protein antara lain[4, 5]:
- Teknologinya telah dikembangkan dengan baik
- Cocok bagi orang yang memiliki sistem kekebalan yang terganggu
- Tidak mengandung komponen hidup sehingga tidak berisiko timbul penyakit yang dipicu vaksin
- Relatif stabil
Sementara kekurangan vaksin jenis ini antara lain[4, 5]:
- Relatif kompleks untuk diproduksi
- Dapat memerlukan suntikan booster dan adjuvant
- Memerlukan waktu lebih untuk menentukan kombinasi antigen terbaik
Setelah vaksinasi COVID-19, tubuh dapat mengalami beberapa efek samping. Namun hal ini merupakan tanda-tanda normal bahwa tubuh sedang membangun sistem perlindungan[2, 7].
Efek samping dari vaksinasi COVID-19 meliputi kelelahan atau menggigil. Efek samping ini dapat mengganggu aktivitas sehari-hari, namun akan menghilang dengan sendirinya setelah beberapa hari[7].
Biasanya tubuh memerlukan waktu hingga dua minggu setelah vaksinasi untuk membangun imunitas terhadap virus COVID-19. Hal ini berarti, kita masih dapat terkena COVID-19 sebelum atau setelah vaksinasi dan jatuh sakit karena imunitas tubuh belum terbentuk sempurna[7].
Menurut Centers for Disease Control and Prevention, para ahli masih mempelajari seberapa baik vaksin mencegah penyebaran virus penyebab COVID-19 serta berapa lama vaksin COVID-19 dapat memberikan perlindungan[7].
Oleh karena itu, meskipun telah menerima vaksin COVID-19 dianjurkan untuk tetap berhati-hati di tempat umum dan mematuhi protokol kesehatan, mengenakan masker, menjaga jarak, menghindari kerumunan, serta sering mencuci tangan[7].