Tinjauan Medis : dr. Shinta Pradyasti
COVID-19 adalah penyakit baru saluran pernafasan yang sudah menyebar secara luas dan cepat ke seluruh bagian dunia. Dengan gejala yang paling umum berupa demam, batuk, nyeri otot, nyeri kepala, hingga... sesak nafas. Namun, dari berbagai macam manifestasi klinis COVID-19 yang timbul, telah banyak bukti bahwa terdapat pula gangguan penciuman (anosmia), baik disertai gangguan pengecapan (aguesia) maupun tidak. Secara umum, anosmia/gangguan penciuman hidung didapatkan pada 3-20% populasi, dengan berbagai macam faktor penyebab. Anosmia pasca infeksi virus merupakan penyebab yang paling banyak, terutama virus yang menyebabkan gejala infeksi saluran nafas. Tercatat pada coronavirus yang sudah lalu, diperkirakan anosmia menjadi penyebab pada 10-15% kasus. Sehingga, tidak heran jika pasien terinfeksi COVID-19 juga menunjukkan gejala anosmia. Dari sebuah laporan disebukan bahwa observasi pasien COVID-19 dengan gejala anosmia umumnya muncul di fase akhir infeksi (yaitu minggu ke-2 sampai 3), namun bisa juga muncul pada pasien dengan gejala sedang/ringan pada fase penyembuhan. Sebagian besar kasus anosmia yang diobservasi bersifat sementara diikuti dengan penyembuhan dalam hitungan hari atau minggu, namun masih perlu penelitian lebih lanjut pada anosmia yang menetap. Read more
Karena Covid-19 dan SARS-CoV-2 adalah penyakit dan virus yang masih baru, maka para ahli masih terus mempelajari dan melakukan penelitian untuk mengenali keduanya. Karena itu, informasi-informasi baru mengenai Covid-19 pasti akan terus bermunculan.
Setelah beberapa waktu lalu ada informasi mengenai pengaruh golongan darah terhadap risiko tertular Covid-19, baru-baru ini kembali ada kabar bahwa kehilangan penciuman dan pengecap sebetulnya termasuk gejala terinfeksi Covid-19.
Mengenal Anosmia dan Hyposmia
Dalam istilah medis, berkurangnya kemampuan mendeteksi bau atau aroma melalui hidung disebut hyposmia. Sementara bila kemampuan mencium hilang samasekali, disebut anosmia. [1]
Kehilangan kemampuan mencium termasuk gangguan kesehatan yang harus diperiksa dan diobati oleh dokter spesialis THT (Telinga, Hidung, dan Tenggorokan) atau otolaryngologist. [1]
Gejala anosmia dan hyposmia bisa muncul secara bertahap atau tiba-tiba, termasuk: [1, 2]
- Berkurang atau hilangnya penciuman
- Berkurangnya kemampuan mengecap (karena rasa yang dikecap oleh lidah adalah gabungan dari kerja indra pengecap dan penciuman, sehingga bila salah satunya tidak berfungsi maka rasa akan hilang)
- Hidung mampet
- Radang pada saluran nafas
- Infeksi pada saluran pernafasan
Penyebab paling umum dari hilangnya penciuman secara tiba-tiba adalah hidung yang tersumbat. Peradangan dalam hidung akibat selesma, alergi, atau infeksi saluran nafas bagian atas bisa menyebabkan pembengkakan, yang kemudian menghalangi partikel aroma untuk sampai ke syaraf penciuman (olfactory). [1, 2]
Kondisi ini normal terjadi ketika seseorang sedang mengalami flu, selesma atau infeksi sinus. Penyebab lainnya termasuk: [1, 2, 3]
- Polip atau tumor dalam hidung
- Trauma hidung (misalnya terbentur, terpukul, dsb.) yang menyebabkan rusaknya syaraf penciuman
- Infeksi virus
- Bertambahnya usia, biasanya dimulai pada umur 65 tahun dan dibarengi berkurangnya kemampuan mengingat, tremor, kesulitan berjalan dan berbicara
Hubungan Antara Covid-19 dengan Anosmia dan Hyposmia
Sebuah jurnal muncul di medrxiv.org pada akhir bulan Maret 2020. Dalam jurnal yang dibuat oleh beberapa peneliti dari Iran tersebut, dikatakan bahwa berbarengan dengan mewabahnya Covid-19, jumlah pasien yang berobat ke klinik THT dengan keluhan kehilangan daya penciuman (olfactory dysfunction) dan pengecap meningkat tajam. [2]
Selain di Iran, laporan serupa juga muncul di berbagai negara seperti Itali, Perancis, Cina, Korea Selatan hingga Amerika. [3]
Di Jerman, dilaporkan bahwa lebih dari 2 dari 3 pasien positif Covid-19 mengalami anosmia. Di Korea Selatan, dimana tes sudah dilakukan secara lebih menyeluruh, 30% pasien yang hasil tes-nya positif juga mengalami anosmia sebagai gejala paling menonjol sementara gejala lainnya ringan saja. [3]
Pada kebanyakan kasus, anosmia terjadi tanpa keluhan lain yang biasanya dihubungkan dengan Covid-19 – seperti demam dan batuk terus menerus. Namun, setelah dilakukan tes, ternyata mereka yang mengalami gangguan daya penciuman ini positif terinfeksi Covid-19. [3]
Tentu saja ini kemudian membuat para tenaga medis dan orang-orang yang mengalami gejala yang serupa menjadi jauh lebih waspada.
Secara global, kehilangan daya penciuman dan pengecap tidak termasuk gejala terinfeksi Covid-19 dan tidak termasuk kriteria gangguan kesehatan yang perlu ditindaklanjuti dengan tes Covid-19. CDC dan WHO masih belum memasukkan anosmia sebagai salah satu tanda terinfeksi.
Namun, mengingat SARS-CoV-2 adalah virus yang menyerang saluran pernafasan bagian atas, maka anosmia sangat mungkin dihubungkan dengan Covid-19. Kehilangan daya penciuman dan pengecap bisa menjadi petunjuk awal bahwa seseorang telah terinfeksi.
Untuk itu, persatuan dokter spesialis THT di Amerika dan Inggris Raya sudah mengeluarkan pernyataan bahwa anosmia harus diwaspadai sebagai gejala Covid-19 meskipun tidak dibarengi dengan gejala lainnya. [3, 4]
Hal ini dianggap sangat penting karena kebanyakan mereka yang mengalami penurunan atau kehilangan daya penciuman dan pengecap bisa menjadi carrier atau pembawa virus yang berpotensi besar menulari orang lain.
Kapan Harus Waspada?
Beberapa badan kesehatan di berbagai negara sudah mengumumkan bahwa jika seseorang tiba-tiba merasa kehilangan daya penciuman dan pengecap, maka ia harus melapor ke fasilitas kesehatan terdekat. [4]
Dari sana, dokter bisa melakukan pemeriksaan lebih lanjut termasuk riwayat perjalanan dan kontak pasien untuk melihat kemungkinan terjadinya infeksi Covid-19. Dokter juga mungkin menyarankan pasien untuk tetap tinggal di rumah dan melakukan isolasi mandiri. [3, 4]
Jika Anda mengalami anosmia dan tinggal di zona merah, memiliki riwayat kontak dengan ODP, atau masih harus melakukan perjalanan keluar rumah untuk bekerja dan kepentingan lainnya – maka, sebaiknya berinisiatif untuk tidak keluar rumah dulu selama dua minggu.
Langkah-langkah pengamanan di rumah juga harus ditingkatkan, terutama bila tinggal serumah dengan orang-orang yang termasuk kelompok rentan terinfeksi – seperti lansia, dan mereka yang memiliki diabetes, penyakit jantung, asma, serta bronkhitis.
Selalu ingat untuk melakukan hal-hal berikut:
- Cuci tangan dengan air mengalir dan sabun
- Gunakan masker meskipun di dalam rumah
- Pisahkan peralatan makan
- Selalu bersihkan dengan disinfektan permukaan-permukaan yang sering disentuh
- Lakukan etika bersin dan batuk (menggunakan tissue atau ke arah lengan dan bukan telapak tangan)