Tinjauan Medis : dr. Maria Arlene, Sp.Ak
Bedah kraniofasial adalah istilah yang digunakan untuk mendeskripsikan beberapa prosedur pembedahan untuk mengoreksi masalah pada area kepala, wajah, dan leher. Tujuan dari pembedahan kraniofasial adalah... merekonstruksi tulang dan jaringan yang rusak dan memperbaiki tampilan dari wajah dan leher yang kurang baik. Kondisi paling umum yang membutuhkan pembedahan kraniofasial adalah bibir dan langit-langit mulut yang sumbing. Pembedahan area kraniofasial tentu dapat menimbulkan rasa nyeri, namun hal ini dapat dikendalikan dengan pemberian obat-obatan. Pembengkakan juga akan berkurang seiring berjalannya waktu. Konsultasikan kepada dokter tentang prosedur yang akan dilakukan, hasil yang diharapkan, dan komplikasi yang mungkin terjadi. Read more
Daftar isi
Fungsi Bedah Kraniofasial
Bedah kraniofasial adalah prosedur pembedahan yang digunakan untuk memperbaiki masalah pada kepala, tengkorak, wajah, rahang, dan leher.
Operasi kraniofasial sering dilakukan pada pasien yang sangat muda, sehingga persetujuan dan konsultasi orang tua adalah bagian penting dari proses pengobatan.[1,2]
Beberapa fungsi dari bedah kraniofasial adalah:[1,2]
- Menciptakan lebih banyak ruang di dalam tengkorak agar memungkinkan otak tumbuh
- Memberikan perlindungan yang lebih baik untuk mata yang menonjol
- Membuat pernapasan dan/atau makan lebih mudah.
- Merekonstruksi tulang dan jaringan yang rusak
- Memperbaiki tampilan area wajah dan kepala yang rusak.
Bagi anak-anak dengan kelainan kraniofasial, pembedahan dini dapat meminimalkan dampak kondisi ini pada pertumbuhan, perkembangan, dan fungsi dan karena operasi kraniofasial sering dilakukan pada pasien yang sangat muda, persetujuan dan konsultasi orang tua adalah bagian penting dari proses pengobatan.[1]
Dokter akan merekomendasikan operasi kraniofasial pada pasien yang mengalami trauma atau penyakit tertentu dan pasien yang lahir dengan kelainan pada tulang, otot, dan jaringan lain di tengkorak dan wajah.
Kondisi medis yang menyebabkan pasien perlu melakukan operasi kraniofasial, seperti:[1]
- Craniosynostosis, cacat lahir dimana ubun-ubun bayi menutup sebelum otak bayi terbentuk sempurna sehingga menyebabkan bentuk kepala yang abnormal.[3]
- Sindrom Pierre Robin, cacat lahir bawaan langka yang ditandai dengan rahang yang tidak berkembang dan lidah bergeser ke belakang.[4]
- Sindrom Treacher Collins, suatu kondisi yang mempengaruhi perkembangan tulang dan jaringan lain di wajah.[5]
- Sindrom Crouzon, kelainan genetik yang ditandai dengan fusi dini tulang tengkorak tertentu (craniosynostosis). Fusi awal ini mencegah tengkorak tumbuh normal dan memengaruhi bentuk kepala dan wajah.[6]
- Trauma kraniofasial, cedera wajah atau tengkorak yang merujuk pada cedera kulit, tulang dan gigi serta bagian mulut, leher dan sinus.[7]
- Cacat rahang
- Tumor wajah dan rahang
Persiapan Bedah Kraniofasial
Pasien dari bedah kraniofasial sebagai besar adalah anak-anak, sehingga sebagai orang yang lebih dewasa perlu untuk menjelaskan kepada mereka mengenai alasan melakukan prosedur.
Umumnya, anak-anak akan memberikan banyak pertanyaan, cobalah untuk menjawab sejujurnya. Apabila orang tua mengalami kesulitan, libatkan dokter untuk membantu menjawab atau menjelaskan pada anak-anak.[8]
Selain itu, terus dampingi anak-anak selama di rumah sakit. Tempat yang asing seringkali membuat mereka ketakutan, coba alihkan ketakutan mereka dengan melakukan aktivitas yang mereka senangi.[8]
Sekali seminggu selama 6 minggu sebelum prosedur, pasien mungkin akan menerima suntikan eritropoietin untuk meningkatkan jumlah sel darah merah.
Pasien juga akan diberikan suplemen zat besi untuk membantu tubuhnya memproduksi sel darah merah. Terapi darah ini akan mengurangi kebutuhan transfusi darah selama operasi dan akan membantu pasien sembuh dan pulih lebih cepat setelah operasi.[9]
Untuk pasien di atas 12 bulan:[9]
Setelah tengah malam sebelum operasi, wajib untuk berhenti mengonsumsi makanan dan minuman seperti susu formula, jus, atau permen. Pasien diperbolehkan mengonsumi air putih dalam jumlah sedikit.
Untuk pasien di bawah 12 bulan:[9]
Bayi diperbolehkan mengonsumsi susu formula 6 jam sebelum operasi dan diperbolehkan mengonsumsi ASI 4 jam sebelum operasi.
Prosedur Bedah Kraniofasial
Sebelum memasuki ruang operasi, apabila pasien merasa ketakutan dan menangis, dokter akan memberikan obat khusus untuk membuat pasien tenang. Orang tua hanya diperbolehkan mendampingi sampai pasien mengantuk.[9]
Ketika pasien sudah tertidur, tim medis akan memasang selang infus di pembuluh darah pasien untuk memasukkan anestesi umum sehingga selama prosedur pasien tetap tertidur dan tidak merasakan apapun.[9]
Selanjutnya, dokter akan melakukan pembedahan sesuai kebutuhan pasien. Luka bekas operasi di tubuh pasien dapat ditutup dengan jahitan biasa atau jahitan larut. Bergantung dari prosedur yang dilakukan.[9]
Setelah selesai melakukan prosedur bedah kraniofasial, pasien akan dipindahkan ke ruang perawatan intensif. Tanda-tanda vital seperti saturasi oksigen, kecepatan denyut jantung, dan tekanan darah terus dipantau oleh tim medis.[9]
Mata dan wajah pasien akan membengkak dan mungkin saja hal ini membuat pasien menangis. Namun efek ini tidak perlu dikhawatirkan karena merupakan hal yang normal.
Biasanya setelah seminggu pasca operasi, bengkak di mata atau wajah akan berangsur-angsur mengecil. Jika diperlukan dokter akan memberikan obat pereda sakit selama 4 atau 6 jam sekali.[9]
Ketika pasien sudah diperbolehkan kembali ke rumah, suster akan melepaskan perban dan memberitahu cara-cara membersihkan bekas luka pasca operasi. Aktivitas pasien juga perlu dibatasi saat di rumah untuk mempercepat proses pemulihan.[9]
Segera hubungi dokter jika pasien mengalami salah satu gejala infeksi seperti berikut:[9]
- Demam lebih dari 38,5°C
- Sulit bernapas
- Terjadi perubahan warna kulit (pucat, biru atau abu-abu)
- Keluar darah atau nanah dari bekas luka operasi
- Kemerahan atau bengkak di area bekas operasi
- Adanya perubahan yang tidak biasa pada tampilan tengkorak
Risiko Bedah Kraniofasial
Seperti tindakan medis lainnya, beda kraniofasial juga memiliki risiko-risiko yang mungkin dialami pasien pasca prosedur. Risiko tersebut meliputi:[10,11]
- Reaksi alergi terhadap anestesi seperti sesak nafas dan pembekuan darah
- Infeksi
- Disfungsi saraf kranial atau kerusakan di otak bagi pasien yang menjalani bedah kraniofasial di kepala
- Timbul jaringan parut