Penyakit saraf merujuk pada kondisi gangguan medis yang menyerang jaringan saraf manusia. Gangguan ini dapat bersifat sementara atau dapat juga bersifat permanen. Jaringan saraf atau yang dalam istilah medis disebut dengan nerve system adalah serabut atau urat yang menghubungkan komponen-komponen dalam tubuh. Jaringan ini berfungsi untuk menghantarkan sinyal-sinyal elektris yang dikirimkan otak, pada berbagai bagian tubuh. Jaringan ini membentuk suatu sistem yang sangat penting dalam menunjang aktivitas otak dan pengendalian tubuh.[1]
Dengan beragamnya sistem saraf yang ada, penyakit saraf sendiri dapat di spesifikasi kembali ke dalam beberapa kategori. Kategori pertama adalah gangguan pada sistem saraf yang terhubung melalui tulang belakang.[2][3] Sedangkan kategori kedua adalah sistem saraf yang langsung terhubung ke otak. Terdapat beberapa gejala berkenaan dengan kategori yang kedua tersebut, yang di antaranya sebagai berikut:
Daftar isi
1. Mati rasa pada bagian tubuh tertentu
Sebagai salah satu gejala yang paling sering ditemukan pada penderita kondisi gangguan saraf, mati rasa pada beberapa bagian tubuh tertentu dapat menjadi pertanda awal adanya gangguan syaraf ringan (Ing.: early symptom). Terkadang mati rasa juga dapat terlebih dahulu di awali dengan rasa kebas. Frekuensi dari mati rasa sendiri bergantung pada sejauh mana gangguan pada saraf telah terjadi, mulai dari sesekali atau bahkan hingga terus berlanjut (permanen).[3][4][5]
2. Sering kesemutan
Kesemutan biasanya terjadi sebagai pertanda bahwa terdapat adanya gangguan sirkulasi darah kebagian tubuh tertentu, namun tidak pada kasus ini.[1] Kesemutan yang berkaitan dengan keberadaan gangguan saraf tidak memiliki relevansi terhadap sirkulasi darah, melainkan sebagai gejala awal terhambatnya sinyal dari otak yang diberikan melalui jaringan saraf. Selain itu, frekuensi kesemutan yang di alami pada kasus ini pun lebih sering daripada kesemutan yang biasa terjadi pada umumnya.[2]
3. Sakit kepala
Sangat sering terjadi pada kondisi gangguan saraf yang terhubung dengan otak, munculnya gejala sakit kepala. Tidak hanya itu, terkadang sakit kepala ini juga diiringi beberapa gejala lainnya seperti pusing dan pandangan berkunang-kunang.[1][5]
Pada kasus yang lebih akut, ketiga gejala ini dapat berkomplikasi dan menyebabkan penderita mengalami hilangnya kesadaran. Apabila gejala yang di alami sudah masuk pada tahap ini, disarankan untuk segera berkonsultasi dengan tenaga medis profesional agar mendapat tindakan terbaik.[4]
4. Kesulitan dalam berbicara
Kemampuan berbicara merupakan aktivitas kognitif yang murni melibatkan penggunaan otak secara penuh. Apabila terjadi adanya kesulitan berbicara, baik muncul secara tiba-tiba atau sedikit demi sedikit, besar kemungkinan terjadi adanya gangguan pada otak sebagai organ yang memproses produksi kebahasaan.[3]
Pada kasus fase awal, gejala ini dapat muncul sebagai suatu early symptom. Namun di beberapa kasus, kesulitan berbicara juga dapat muncul sebagai dampak kerusakan permanen pada sistem saraf otak. [5]
5. Kelumpuhan pada anggota badan
Pada fase yang lebih akut, kerusakan saraf pada otak dapat menyebabkan kelumpuhan pada anggota badan, baik yang bersifat sementara atau berkelanjutan. Pada umumnya, kerusakan yang menunjukkan gejala ini merupakan akibat dari adanya trauma pada bagian-bagian vital seperti wajah atau kepala secara keseluruhan. Apabila telah terjadi gejala seperti ini, diperlukan tindakan medis yang lebih serius dan terukur.[2][4][5]
6. Gerakan tubuh di luar kesadaran
Kerusakan pada jaringan saraf yang disebabkan trauma pada organ-organ vital juga dapat ditunjukkan dengan munculnya gerakan-gerakan tubuh di luar keinginan dari sang penderita.[3] Gerakan-gerakan ini dapat muncul baik ketika dalam kondisi sadar (seperti epilepsi), maupun dalam kondisi hilang kesadaran (kejang-kejang).
Pada kasus-kasus yang lebih langka, gejala-gejala yang muncul dapat menjadi lebih ekstrim, seperti tertawa yang tidak terkontrol, anggota badan yang tak kunjung berhenti bergerak, dan lain-lain.[5]
7. Rasa tidak nyaman pada areal tertentu
Kerusakan jaringan yang disebabkan trauma juga dapat berkomplikasi dengan kondisi medis lain seperti pendarahan, luka terbuka ataupun tertutup, hingga luka cidera organ dalam. Berbagai komplikasi ini dapat menyebabkan rasa tidak nyaman pada area yang bersangkutan, mulai dari rasa nyeri yang mengganggu, sakit yang menusuk, linu dan hingga perih. Rasa tidak nyaman ini terbilang beragam, baik yang di alami secara terus menerus ataupun yang dirasakan hanya apabila mendapat sentuhan.[1][3]
8. Sensitivitas berlebih
Pada beberapa kasus, kerusakan jaringan saraf juga dapat menunjukkan gejala adanya penambahan tingkat sensitivitas yang di alami penderitanya. Hal ini tidak hanya dapat terjadi pada beberapa anggota tubuh tertentu saja, tetapi juga dapat di alami oleh indera-indera yang ada. Penambahan sensitivitas yang muncul dapat berbeda-beda, tergantung dengan respons yang diberikan berdasarkan rangsangan (dalam bahasa medis stimuli) yang diterima.[2]
Cara Mengatasi Penyakit Saraf
Gangguan pada saraf biasa terjadi imbas dari suatu kondisi. Tidak hanya trauma, gangguan ini juga dapat disebabkan oleh hal lainnya seperti komplikasi dari penyakit yang lebih akut, efek penggunaan obat-obatan, atau berbagai tindakan medikasi.[2]
Apabila gangguan saraf dikarenakan penggunaan obat-obatan tertentu ataupun karena tindakan medis, cara termudah dalam mengatasinya adalah dengan berhenti mengonsumsi/melakukan hal-hal yang menjadi sumber terjadinya gangguan.[3]
Namun apabila disebabkan oleh trauma atau komplikasi dari penyakit yang lebih serius, beberapa metode dapat dipilih untuk mengatasi gangguan pada saraf. Hal-hal seperti operasi pembedahan; mengonsumsi obat-obatan represif seperti anti-depressant, neuropatik, hingga pereda nyeri, terapi fisik, okupasi, serta wicara; dan lain-lain, dapat juga dipilih. Disarankan agar terlebih dahulu berkonsultasi dengan tenaga medis profesional dalam memilih cara terbaik mengatasi gangguan saraf.[1][2][4]
By: Sir Lord Artaz Gang