Kista pada ovarium adalah kantung berisi cairan yang berkembang di dalam indung telur. Sebagian besar wanita pernah mengalami kista, namun kebanyakan tidak menyadarinya. Mayoritas kista ini tidak berbahaya, tidak menunjukkan gejala, dan akan hilang sendiri dalam beberapa bulan. [4]
Namun, kista juga bisa menjadi pertanda kondisi yang lebih serius, seperti kanker rahim, atau bisa menyebabkan masalah jika membesar atau pecah.
Kista yang terjadi pada saat seseorang sedang hamil harus diperiksa dengan akurat untuk menentukan apakah perlu diangkat atau tidak, dan apa dampaknya pada kehamilan.
Daftar isi
Penyebab Kista Pada Ibu Hamil
Kista yang umumnya terjadi pada ibu hamil adalah kista fungsional seperti corpus luteum dan theca-lutein. Sebagian besar kista jenis ini akan hilang dengan sendirinya dalam 14 hingga 16 minggu, namun beberapa bisa terus ada hingga setelah persalinan. [1]
Pada paruh kedua siklus menstruasi, segera setelah ovulasi atau pelepasan sel telur (dikenal dengan masa subur), folikel ovarium yang kosong akan membentuk corpus luteum. Corpus luteum ini bertugas melepaskan estrogen maupun progesterone untuk mempersiapkan rahim jika pembuahan terjadi. [3, 5]
Jika pembuahan sukses dan kehamilan terjadi, corpus luteum akan bekerja melepaskan hormon untuk memberi gizi dan mendukung dinding rahim dan pertumbuhan bayi hingga plasenta menggantikan tugasnya pada sekitar minggu ke 10 hingga 12. [3, 5]
Tetapi, pada sejumlah kecil kehamilan, corpus luteum bisa terisi oleh cairan dan tetap berada di dalam ovarium dan tidak mengempis. Inilah yang kemudian disebut kista corpus luteum dan bisa menimbulkan rasa nyeri. [1, 3, 5]
Kadang-kadang, jenis kista ovarium lainnya yang sudah ada sejak sebelum kehamilan akan tetap ada sepanjang kehamilan.
Gejala-Gejala Kista Pada Ibu Hamil
Meskipun kebanyakan kista tidak menyebabkan nyeri atau gejala-gejala lain, beberapa kista ovarium bisa menimbulkan tanda-tanda sebagai berikut: [3, 2]
- Nyeri, yang bisa timbul di perut bagian bawah atau seputar panggul di bagian kista berada. Nyeri seperti ini bisa terasa menusuk atau tidak, bisa berdenyut, atau datang dan pergi. Kadang-kadang nyeri bisa terasa meningkat atau tiba-tiba muncul dan sangat sakit bila kista pecah. Pada kasus yang jarang, kista bisa menyebabkan ovarium terpelintir (disebut torsion, dan ini sangat menyakitkan.
- Kembung
- Rasa penuh atau tertekan di perut (yang sulit dideteksi oleh ibu hamil)
Bila Kista Pecah Pada Saat Sedang Hamil
Biasanya kista yang pecah, bahkan saat hamil, bukanlah sesuatu yang perlu dikhawatirkan. Cairan dari kista akan menghilang dan kista yang pecah akan sembuh dengan sendirinya. [3]
Tidak semua wanita merasakan nyeri bila kista ovarium pecah. Namun, gejala-gejala berikut kemungkinan akan terjadi:
- Nyeri sedang hingga berat. Pada beberapa kasus, kista ovarium yang pecah bisa terasa menusuk dan tiba-tiba, dan lokasi nyeri berada di perut bawah atau punggung
- Pendarahan dari vagina atau flek
- Mual atau muntah, bersamaan dengan timbulnya nyeri (pada kasus torsion)
- Pusing, disertai nyeri
- Demam, disertai nyeri
Kadang-kadang, yang dibutuhkan saat kista pecah hanyalah minum obat untuk mengatasi nyeri dan istirahat hingga kista sembuh. Tetapi, kebanyakan dokter akan menyarankan pengawasan melalui observasi, USG, dan monitoring sebagai pengobatan yang dipilih bila kista pecah saat terjadi kehamilan.
Namun, jika ada kekhawatiran akan terjadinya infeksi akibat pecahnya kista ini, atau jika terjadi pendarahan dan rasa nyeri yang tidak tertahankan, maka dokter mungkin akan menyarankan pembedahan. [2, 3]
Pengobatan Kista Pada Ibu Hamil
Pemeriksaan rutin menggunakan USG pada saat kehamilan bisa mendeteksi adanya kista, bahkan yang tidak menimbulkan gejala, yang umumnya adalah kista fungsional yang akan hilang dengan sendirinya. [2]
Kista biasanya tidak menyebabkan komplikasi saat kehamilan, terutama bila ditemukan pada trimester pertama. Jika kista berpotensi membesar atau memburuk kondisinya, maka pembedahan mungkin dibutuhkan untuk mencegah risiko terjadinya keguguran.
Jika kista menyebabkan nyeri namun tidak membahayakan, dokter atau bidan akan meminta pasien untuk beristirahat dan meresepkan obat pereda nyeri yang aman. [5]
Bila ditemukan kista ovarium saat kehamilan, keputusan klinis yang harus diambil bisa jadi cukup sulit. Tindakan yang diambil dokter bisa berbeda:
- Ada dokter yang merekomendasikan pengangkatan kista secara menyeluruh. Gumpalan kista yang diameternya lebih besar dari 6 cm dan tetap ada hingga trimester kedua, harus diangkat.
- Namun ada juga dokter yang akan mengangkat kista bila sudah lebih besar dari 8 cm, dindingnya tebal atau semi padat.
- Ibu hamil yang terdeteksi mengalami kista di trimester pertama dan tidak membutuhkan tindakan darurat, akan diawasi hingga minggu ke-16 kehamilan untuk memberi waktu bagi kista fungsional untuk menghilang sendiri untuk mencegah pengangkatan corpus luteum yang bisa membahayan kehamilan, serta untuk menghindari risiko penggunaan anestesi dan pembedahan di trimester pertama.
Jika pembedahan memang dibutuhkan, maka dokter akan berusaha sebisa mungkin untuk melakukannya dengan laparoskopi (hanya membutuhkan sayatan kecil). Jika ukuran kista besar, pembedahan menggunakan laparoskopi tidak memungkinkan dan harus dilakukan melalui pembedahan biasa. [1, 2, 4]
Munculnya kista ovarium fungsional yang terjadi saat masa ovulasi tidak bisa dicegah. Berita baiknya, sebagian besar kista ovarium yang terjadi saat kehamilan adalah tidak berbahaya.
Tetapi, bila pasien mengalami nyeri atau gejala-gejala tidak wajar lainnya, maka harus segera memberi tahu dokter. Pemeriksaan USG dan MRI adalah cara yang aman dan bisa membedakan antara gumpalan yang jinak dengan yang ganas.
Jika kecurigaan bahwa kista akan tumbuh menjadi ganas, maka pendekatan multidisiplin harus dilakukan, dan pasien harus dirujuk ke spesialis yang berpengalaman menangani kondisi seperti ini agar kehamilan bisa tetap berlangsung dengan aman.
Kemungkinan Kista Muncul Kembali
Dokter atau bidan mungkin akan meminta pasien untuk melakukan pemeriksaan USG ulang untuk memeriksa kista jika gejala masih terus ada. Bila tidak, kecuali perawatan medis dibutuhkan, pasien tidak membutuhkan pemeriksaan lanjutan setelah diagnosa kista corpus luteum. [5]
Jika pasien pernah mengalami kista corpus luteum pada satu kehamilan, maka belum tentu kista akan kembali muncul di kehamilan berikutnya.