Altitude Sickness; Definisi, Gejala, dan Pencegahan

√ Scientific Base Pass quality & scientific checked by redaction team, read our quality control guidelance for more info

Altitude sickness adalah sekelompok gejala yang bisa menyerang seseorang saat naik ke suatu ketinggian, atau altitude, terlalu cepat.

Tentang Altitude Sickness

Ketika naik ke suatu ketinggian, tekanan udara di sekitar kita akan menurun sehingga kadar oksigen akan berkurang. Manusia pada umumnya masih bisa bernafas cukup nyaman pada ketinggian tertentu, tetapi tubuh perlu melakukan beberapa penyesuaian, dan ini perlu waktu. [1, 2, 3, 4]

Jika seseorang naik ke ketinggian diatas 2,400 meter diatas permukaan laut, maka ia berisiko mengalami gejala-gejala yang tidak nyaman atau bahkan berbahaya akibat perubahan altitude.

Gejala-gejala altitude sickness yang tidak mengancam keselamatan jiwa disebut mountain sickness akut. Pendaki gunung dan pemain ski berisiko terserang kelompok gejala ini. Rasa tidak nyaman yang dialami pada tahap ini akan hilang bila segera turun dari ketinggian. [1, 2, 3, 4]

Untuk gejala-gejala yang sangat ringan, istirahat sebentar sebelum mulai mendaki lagi biasanya sudah cukup untuk menghilangkannya.

Gejala-gejala yang timbul saat berada di ketinggian tidak boleh dianggap enteng, karena beberapa masalah altitude bisa berakhir sebagai penyakit yang fatal. Penyakit-penyakit yang termasuk ke dalam altitude sickness adalah: [1, 2, 3, 4]

  • Salah satu reaksi berbahaya yang bisa timbul di ketinggian adalah suatu kondisi yang disebut high-altitude cerebral edema (HACE), dimana cairan menumpuk di otak, kemudian terjadi pembengkakan dan akhirnya tidak bisa berfungsi dengan normal.
  • Penyakit yang berkaitan dengan HACE adalah HAPE (high-altitude pulmonary edema), yang bisa terjadi dengan atau tanpa gejala yang menandakan terjadinya altitude sickness. HAPE menyebabkan cairan masuk ke paru-paru.
  • Penyakit lain yang disebut high-altitude retinal hemorrhage (HARH) bsa menyebabkan kerusakan pada mata.
  • Koma dan kematian adalah akibat paling fatal dari altitude sickness.

Altitude sickness lebih mungkin terjadi pada orang-orang yang sudah pernah mengalami kondisi ini sebelumnya, mendaki gunung terlalu cepat, berolahraga terlalu keras di hari-hari pertama berada di ketinggian, dan jika sebelumnya lebih banyak berada di dataran rendah.

Faktor genetik juga bisa meningkatkan risiko seseorang terkena altitude sickness, terutama jenis HAPE.

Gejala-Gejala Altitude Sickness

Ketika tubuh melakukan penyesuaian untuk beradaptasi dengan suatu ketinggian, beberapa gejala akan terjadi dan terasa tidak nyaman namun tidak mengkhawatirkan. Gejala-gejala tersebut termasuk: [1, 2, 3, 4]

  • Nafas menjadi lebih cepat (namun tidak sesak)
  • Nafas menjadi lebih pendek saat melakukan aktivitas
  • Nafas berhenti sesaat ketika sedang tidur
  • Sering buang air kecil

Dua gejala terakhir disebabkan oleh rendahnya kadar karbon dioksida, yang memicu terjadinya penyesuaian di otak dan ginjal. [2]

Gejala-gejala yang lebih serius disebabkan oleh rendahnya kadar oksigen dalam darah serta penyesuaian yang dilakukan oleh sistem peredaran darah.

Mountain sickness akut

Gejala-gejala pad kelompok ini biasanya berlangsung selama 8 hingga 36 jam setelah pendakian dan termasuk: [1, 2, 3, 4]

  • Sakit kepala yang tidak hilang bahkan setelah minum obat pereda nyeri
  • Mual atau muntah
  • Pusing atau berkunang-kunang
  • Lemas atau kelelahan
  • Tidak bisa tidur
  • Selera makan hilang

High-altitude cerebral edema (HACE)

Gejala-gejala pada kelompok ini lebih parah namun bisa saja tidak segera disadari karena biasanya mulai terjadi di malam hari. Karena cedera akibat rendahnya kadar oksigen ini mempengaruhi otak dan proses berpikir, oran yang mengalaminya mungkin tidak sadar bahwa gejala-gejala yang dialaminya sudah semakin parah.

Gejala-gejala tersebut termasuk: [1, 2, 4]

  • Sakit kepala yang semakin parah disertai muntah
  • Kesulitan berjalan
  • Kebingungan
  • Kelelahan
  • Halusinasi visual (melihat hal-hal yang tidak nyata)
  • Perubahan kemampuan berpikir
  • Perubahan sikap
  • Koma (pada kasus tahap lanjut)

High-altitude pulmonary edema (HAPE)

Rendahnya konsentrasi oksigen bisa menyebabkan pembuluh darah di paru-paru mengencang sehingga timbul tekanan yang lebih tinggi di arteri paru-paru. Hal ini akan mengakibatkan bocornya cairan dari pembuluh darah ke paru-paru.

Gejala-gejala HAPE biasanya muncul di malam hari, termasuk: [1, 2, 4]

  • Dada terasa kencang atau sesak
  • Kelelahan yang amat sangat
  • Tidak mampu menarik nafas panjang, bahkan saat beristirahat
  • Bibir dan kuku jari tangan membiru atau abu-abu
  • Batuk-batuk disertai keluarnya cairan merah muda yang berbusa
  • Demam
  • Nafas berbunyi, seperti suara sedang berkumur

High-altitude retinal hemorrhage (HARH)

Gejala-gejala pada kelompok ini tidak selalu timbul. HARH biasanya terjadi tanpa disadari kecuali bagian mata yang berfungsi menghasilkan penglihatan paling detil (macula) terdampak.

Pandangan yang mengabur adalah gejala utama dari HARH.

Diagnosa

Karena penyakit-penyakit yang timbul akibat perubahan ketinggian bisa mengancam keselamatan jiwa, maka orang yang mendaki gunung atau akan naik ke suatu ketinggian perlu memperhatikan gejala-gejala awal dari kondisi ini.

Jika sakit kepala adalah satu-satunya gejala yang timbul dan tidak hilang setelah minum obat pereda nyeri, maka ini adalah mountain sickness akut dan tidak membutuhkan tes lebih lanjut untuk dipastikan.

Bila gejala-gejala HACE, seperti yang disebutkan diatas, terjadi, maka penderitanya harus segera dibawa turun dan diberi pertolongan medis. Begitu sampai di fasilitas kesehatan yang memadai, ia akan diperiksa menggunakan MRI untuk memastikan apakah terjadi pembengkakan di otak. [1, 2, 3, 4]

HAPE lebih sulit untuk dikenali bila masih pada tahap awal karena biasanya hanya menimbulkan kelelahan. Namun, bila mulai timbul batuk kering, dada berdebar dan sesak nafas bahkan saat istirahat maka harus segera diperiksakan.

Di fasilitas kesehatan, pasien dengan HAPE akan diperiksa menggunakan stetoskop untuk didengar bunyi nafasnya. Selain itu, kadar oksigen dalam darah juga akan diukur. Bila pemeriksaan X-ray dilakukan, maka akan tampak tanda bahwa cairan telah masuk ke satu atau beberapa bagian di paru-paru.

HARH akan didiagnosa menggunakan alat yang disebut ophthalmoscope.

Mengatasi Altitude Sickness

Jika timbul gejala-gejala altitude sickness: [1, 2, 3, 4]

  • Berhenti mendaki dan segera beristirahat
  • Jangan naik lebih tinggi lagi selama 24 hingga 48 jam
  • Jika sakit kepala, minum ibuprofen atau paracetamol
  • Jika mual, minum obat anti-mual, misalnya yang mengandung promethazine
  • Pastikan untuk selalu minum air dalam jumlah yang cukup
  • Jangan merokok, minum, atau berolahraga

Jika mendaki bersama teman, beritahu ia bila gejala-gejala mulai terasa, meskipun ringan saja.

Bila tubuh sudah dirasa benar-benar pulih, maka pendakian bisa dilanjutkan. Bila tidak membaik dalam waktu lebih dari 24 jam, segera turun setidaknya sejauh 500 meter.

Dalam waktu 2 hingga 3 hari tubuh seharusnya sudah beradaptasi dengan ketinggian yang baru dan gejala-gejala akan hilang, namun bila masih terus memburuk segera turun dan periksakan diri ke fasilitas kesehatan.

Mencegah Terjadinya Altitude Sickness

Cara terbaik untuk menurunkan risiko terkena altitude sickness adalah dengan aklimatisasi. Ini artinya, tubuh harus diberi waktu untuk beradaptasi dengan perubahan ketinggian dan tekanan udara yang terjadi saat mendaki.

Lakukan pendakian secara bertahap. Bergerak perlahan akan membantu paru-paru mendapatkan lebih banyak udara melalui nafas yang panjang dan memberi kesempatan bagi sel darah merah untuk membawa oksigen ke bagian-bagian tubuh yang berbeda.

Beberapa panduan dasar aklimatisasi adalah: [1, 2]

  • Awali pendakian dibawah 10,000 kaki. Jika harus menyetir ke ketinggian yang lebih dari itu, berhenti dulu di suatu tempat yang lebih rendah selama satu hari sebelum naik lebih tinggi.
  • Jika berjalan, hiking, atau mendaki diatas 10,000 kaki, usahakan naik hanya 1,000 kaki per hari. Untuk setiap 3,000 kaki yang didaki, istirahat setidaknya satu hari pada ketinggian tersebut.
  • Jika harus mendaki lebih dari 1,000 kaki dalam sehari, pastikan untuk turun sedikit ketika tiba waktunya untuk tidur.
  • Minum 3 hingga 4 liter air setiap hari dan pastikan 70% asupan kalori berasal dari karbohidrat.
  • Jangan merokok, mengonsumsi tembakau, alkohol, atau obat-obatan semacam pil tidur.
  • Kenali gejala-gejala awal altitude sickness. Segera turun bila mulai terjadi.
fbWhatsappTwitterLinkedIn

Add Comment