Penyakit & Kelainan

Anemia : Penyebab – Gejala dan Penanganan

√ Scientific Base Pass quality & scientific checked by advisor, read our quality control guidelance for more info

Tinjauan Medis : dr. Hadian Widyatmojo, SpPK
Anemia adalah suatu kondisi yang ditandai dengan berkurangan jumlah sel darah merah (eritrosit) dalam darah. Kurangnya sel darah merah akan menyebabkan kurangnya suplai nutrisi ke sel organ, akibatnya

Apa Itu Anemia?

Anemia adalah sebuah kondisi ketika tubuh mengalami kekurangan darah karena kadar sel-sel darah merah sehat kurang serta tak berfungsi seperti normalnya [1,2,3,5].

Di dalam setiap tubuh manusia, aliran darah membawa oksigen dan nutrisi lalu menyuplainya ke seluruh jaringan tubuh.

Karena tubuh mendapatkan cukup darah, oksigen dan nutrisi, maka fungsinya dapat bekerja dengan baik.

Dapat dibayangkan apabila tubuh mengalami kekurangan darah, oksigen dan nutrisi yang seharusnya terkirim ke seluruh tubuh pun ikut berkurang.

Inilah kondisi yang disebut dengan anemia dan kerap ditandai dengan tubuh cepat lelah, letih, lesu, dan kulit pucat.

Tinjauan
Anemia adalah kondisi tubuh yang kadar sel darah merah atau hemoglobinnya di bawah normal atau tergolong rendah. Hal ini umumnya ditandai dengan kulit pucat dan tubuh lelah dan lesu.

Fakta Tentang Anemia

  1. Menurut laporan WHO (World Health Organization/Badan Kesehatan Dunia), anemia pada remaja putri memiliki prevalensi tinggi di mana angkanya adalah antara 40-88% secara global [1].
  2. Di Indonesia, persentase kasus anemia gizi besi adalah sebesar 72,3% [1].
  3. Sementara itu, di Indonesia prevalensi anemia pada remaja perempuan mencapai 26,50%, pada balita 47,0%, pada ibu hamil 40,1%, serta pada wanita usia subur 26,9% [1].
  4. Cacingan diketahui sebagai kondisi yang tak mengancam jiwa namun mampu meningkatkan risiko anemia pada penderitanya; dan kasus cacingan di Indonesia sendiri menurut data WHO adalah sekitar 40-60% [1].
  5. Kadar normal hemoglobin pada anak-anak adalah 11-16 g/dL, pada wanita dewasa 12-15 g/dL, dan pada pria 13,5-18 g/dL [2].
  6. Sementara pada wanita hamil, kadar normal Hb tergantung trimester kehamilan, namun umumnya kadar normal adalah di atas 10 g/dL [2].

Jenis-jenis Anemia Menurut Penyebabnya

Anemia terdiri dari beberapa jenis kondisi yang diklasifikasikan menurut penyebabnya [2,3,4,5,6].

Anemia Aplastik

Anemia jenis ini adalah anemia yang terjadi saat sumsum tulang mengalami kerusakan sehingga sel darah merah tak dapat terproduksi secara maksimal.

Penyakit autoimun diketahui dapat menjadi penyebab anemia aplastik.

Namun, beberapa kondisi lain seperti penggunaan antibiotik, penyakit infeksi, obat artritis reumatoid, atau paparan zat kimia berpotensi menjadi penyebab anemia aplastik.

Thalasemia

Mutasi gen adalah penyebab utama dari kondisi thalasemia sehingga produksi hemoglobin (Hb) menjadi terhambat dan tidak optimal.

Seseorang memiliki potensi lebih besar menderita thalasemia ketika salah satu atau kedua orangtuanya mengalami thalasemia.

Anemia Hemolitik

Anemia jenis ini adalah kondisi anemia di mana hancurnya sel-sel darah merah lebih cepat daripada terbentuknya.

Pada kebanyakan kasus, anemia hemolitik adalah jenis kondisi yang terjadi karena faktor keturunan di mana seseorang akan mengalaminya bila kedua orangtuanya menderita penyakit ini.

Hanya saja, risiko anemia hemolitik sangat tinggi pula pada bayi baru lahir sebagai kelainan bawaan akibat penggunaan obat tertentu (penisilin, antimalaria, dan paracetamol), penyakit autoimun, infeksi virus, infeksi bakteri, dan/atau kanker darah.

Anemia Sel Sabit

Anemia jenis ini adalah kondisi anemia yang diwarisi oleh seseorang dari orangtuanya yang memiliki kondisi sama.

Anemia sel sabit adalah jenis anemia yang terjadi karena bentuk defektif/cacat dari hemoglobin di dalam tubuhnya.

Oleh sebab itu, sel-sel darah merah kemudian terbentuk secara tidak utuh dan berupa sabit.

Anemia yang Berkaitan dengan Penyakit Sumsum Tulang

Myelofibrosis dan leukemia adalah dua contoh kondisi yang berkaitan dengan sumsum tulang dan mampu meningkatkan risiko penderitanya mengalami anemia.

Karena hal ini, produksi sel darah merah pada sumsum tulang ikut terpengaruh dan memicu kekurangan darah dalam tubuh.

Anemia Akibat Perdarahan

Perdarahan berat karena penggunaan obat anti-inflamasi nonsteroid, kanker usus, radang lambung, gangguan haid, kecelakaan/cedera, wasir, atau infeksi cacing tambang (pengisap darah dari dinding usus) dapat menjadi penyebab anemia.

Perdarahan yang terjadi terus-menerus atau bahkan perdarahan yang terjadi seketika mampu menyebabkan tubuh penderita kehilangan banyak darah.

Anemia Defisiensi Besi

Anemia jenis ini adalah salah satu yang paling umum dan banyak diderita di mana penyebab utamanya adalah ketika tubuh kekurangan mineral zat besi.

Zat besi adalah mineral penting yang dibutuhkan sumsum tulang dalam proses produksi hemoglobin.

Maka ketika asupan atau kadar mineral ini tidak memadai, produksi sel-sel darah merah tidak akan maksimal.

Anemia Karena Peradangan atau Infeksi

Penyakit radang dan infeksi seperti HIV AIDS, penyakit ginjal, rheumatoid arthritis, hingga penyakit Crohn dapat menjadi penyebab anemia.

Ini karena penyakit-penyakit ini mampu menjadi penghambat utama proses produksi sel-sel darah merah sehingga tubuh tak memiliki kadar sel darah merah yang cukup.

Anemia Selama Kehamilan

Para ibu hamil sangat rentan mengalami anemia karena kadar hemoglobin yang tergolong sangat rendah daripada sebelum hamil.

Padahal, kebutuhan tubuh akan hemoglobin selama kehamilan meningkat.

Dalam hal ini, jika ibu hamil tak mendapat cukup nutrisi (folat, vitamin B12, dan zat besi) secara cukup, maka anemia bisa berbahaya pada kondisi janin serta sang ibu.

Tinjauan
Anemia diklasifikasikan menjadi beberapa jenis kondisi menurut penyebabnya, yaitu meliputi anemia sel sabit, anemia aplastik, thalasemia, anemia selama kehamilan, anemia karena infeksi/radang, anemia akibat perdarahan, anemia defisiensi besi, anemia hemolitik, dan anemia yang berkaitan dengan penyakit sumsum tulang. 

Faktor Risiko Anemia

Selain mengenali jenis-jenis anemia menurut penyebabnya, penting untuk memahami apa saja faktor yang mampu meningkatkan risiko anemia [6].

  • Faktor usia, di mana lansia dengan usia di atas 65 tahun serta bayi berusia 6 bulan hingga 2 tahun memiliki risiko anemia yang lebih tinggi daripada usia di bawah itu.
  • Faktor riwayat kesehatan keluarga; anggota keluarga (khususnya orangtua) dengan kondisi anemia dapat menurunkannya pada sang anak, terutama dalam hal anemia sel sabit.
  • Gangguan pencernaan, seperti halnya penyakit Celiac dapat meningkatkan potensi seseorang terkena anemia.
  • Diet rendah asam folat, vitamin B12 dan zat besi.
  • Menstruasi yang tidak berjalan normal seperti volume darah yang keluar terlalu banyak mampu menyebabkan tubuh wanita yang mengalaminya kehilangan sangat banyak darah.

Gejala Anemia

Gejala pada penderita anemia tergantung dari faktor penyebabnya, namun pada umumnya tanda-tanda seseorang mengalami anemia antara lain adalah [2,3,4,5,6] :

  • Pusing
  • Kepala terasa ringan
  • Tubuh kelelahan dan jauh lebih mudah lelah bahkan saat tidak melakukan aktivitas yang terlalu berat.
  • Sakit kepala
  • Sulit untuk berkonsentrasi
  • Konstipasi atau sembelit
  • Tangan dan kaki cenderung dingin
  • Kulit tampak lebih pucat

Sementara itu, pada gejala anemia yang sudah lebih berat, beberapa tanda inilah yang sering terjadi :

  • Nafas pendek
  • Detak jantung tidak teratur
  • Timbul rasa nyeri pada dada
  • Lidah memerah, terasa nyeri, dan mengilap apabila anemia menyebabkan peradangan
  • Kehilangan kesadaran atau pingsan
  • Kuku rapuh
  • Serangan jantung (hal ini umumnya terjadi ketika kadar oksigen darah sudah terlampau rendah dan serangan jantung dapat terjadi pada penderita anemia kronis)

Jika pasien menderita anemia, maka hasil pemeriksaan fisik pada umumnya akan menunjukkan sejumlah kondisi, seperti :

  • Jaundice (kulit dan bagian putih bola mata menguning)
  • Tekanan darah tinggi atau rendah
  • Pembesaran limpa atau hati
  • Pembengkakan kelenjar getah bening
  • Murmur jantung atau suara jantung seperti bergetar karena peredaran darah yang abnormal
  • Peningkatan detak jantung
Tinjauan
- Gejala utama dan umum dari anemia adalah kepala pusing, kulit pucat, tubuh gampang lelah, sembelit, tangan dan kaki dingin, serta sulit fokus.
- Pada kondisi yang lebih serius, penderita dapat mengalami kuku rapuh, sesak nafas, detak jantung tak beraturan, nyeri dada, pingsan, hingga serangan jantung.

Pemeriksaan Anemia

Untuk mendeteksi sekaligus mengonfirmasi bahwa gejala-gejala yang dialami pasien benar-benar mengarah pada anemia, dokter akan melakukan sejumlah metode pemeriksaan seperti berikut [2,3,4,5,6] :

  • Pemeriksaan Fisik dan Riwayat Kesehatan

Pemeriksaan fisik selalu diterapkan pertama kali oleh dokter bersama dengan pertanyaan-pertanyaan seputar riwayat kesehatan pasien dan keluarga pasien.

Dokter perlu tahu riwayat kesehatan keluarga pasien untuk mendeteksi adanya riwayat anemia sel sabit dan juga kelainan genetik lainnya bila ada.

Tes ini adalah tes lanjutan usai pemeriksaan fisik dan riwayat kesehatan dengan tujuan mengecek kondisi pasien secara lebih detil.

Tes darah pun berguna bagi dokter dalam menunjukkan ukuran serta jumlah sel-sel darah merah dalam tubuh pasien, termasuk juga kadar trombosit dan sel darah putih.

Pemeriksaan darah juga umumnya dapat mengetahui kadar zat besi dalam darah, vitamin B12, dan asam folat.

Dokter dapat mendeteksi adanya kondisi defisiensi salah satu nutrisi tersebut ketika menerapkan metode tes ini.

  • Tes Tinja

Tes ini perlu dilakukan apabila dokter ingin mengetahui apakah feses/tinja yang bercampur dengan darah (berkaitan dengan kondisi wasir).

Jika hasil pemeriksaan positif, dokter dapat mengartikan bahwa terdapat masalah pada saluran pencernaan hingga rektum pasien.

Melalui tes tinja, dokter dapat mendeteksi adanya penyakit-penyakit serius seperti kolitis ulseratif dan kanker usus.

Kedua penyakit pencernaan tersebut biasanya adalah penyebab buang air besar berdarah.

  • Tes Lanjutan Lainnya

Setelah tes-tes tersebut dilaksanakan dan hasilnya telah keluar, maka dokter akan mempertimbangkan perlu tidaknya pasien menempuh tes lanjutan lainnya.

Jika dirasa hasil diagnosa dari tes-tes sebelumnya belum terlalu meyakinkan, maka rontgen dada dan CT scan perut kemungkinan besar akan direkomendasikan oleh dokter.

Tinjauan
Pemeriksaan fisik dan riwayat kesehatan umumnya dilakukan lebih dulu oleh dokter yang kemudian dilanjutkan dengan tes pemindaian, tes darah lengkap, serta tes tinja untuk mengonfirmasi kondisi anemia pada tubuh pasien.

Pengobatan Anemia

Metode penanganan anemia disesuaikan dengan penyebabnya serta riwayat medis lain yang kemungkinan dimiliki oleh pasien [2,4,6].

  • Thalasemia : Pada kasus jenis anemia seperti thalasemia ini, transfusi darah perlu dilakukan rutin oleh pasien. Hal ini biasanya diimbangi dengan konsumsi suplemen asam folat; namun jika sudah cukup serius, operasi cangkok sumsum tulang dan pengangkatan limpa kemungkinan direkomendasikan dokter.
  • Anemia Sel Sabit : Pada kondisi jenis anemia ini, dokter umumnya memberikan suplemen asam folat dan zat besi. Namun jika perlu, dokter akan meminta pasien menempuh kemoterapi dan cangkok sumsum tulang. Pada beberapa kasus, dokter meresepkan antibiotik dan obat pereda rasa sakit.
  • Anemia Karena Peradangan/Infeksi : Pada kondisi ini, biasanya dokter akan meminta pasien menempuh transfusi darah atau juga memberikan penanganan dalam bentuk suntik hormon eritropoietin yang merangsang produksi sel darah merah agar lebih optimal.
  • Anemia Akibat Perdarahan : Perdarahan harus dihentikan lebih dulu dan untuk mengatasi kekurangan darah dalam tubuh pasien, transfusi darah dan konsumsi suplemen zat besi adalah penanganan terbaik pada umumnya.
  • Anemia Hemolitik : Pengobatan terbaik bagi penderita anemia jenis ini adalah dengan mengonsumsi imunosupresan atau obat untuk infeksi. Namun jika sudah cukup serius, operasi pengangkatan limpa adalah yang paling sering direkomendasikan oleh dokter.
  • Anemia Aplastik : Pengobatan anemia jenis ini umumnya adalah melalui transfusi darah, namun prosedur transplantasi sumsum tulang perlu dilakukan pada kondisi tertentu, seperti ketika sumsum tulang tak lagi mampu memroduksi sel darah merah sehat.
  • Anemia Selama Kehamilan : Penting untuk mengonsumsi makanan-makanan kaya vitamin B12, zat besi serta asam folat, namun biasanya dokter pun memberikan suplemen nutrisi tersebut untuk membantu menormalkan kembali kadar sel darah merah pada ibu hamil.
  • Anemia Defisiensi Besi : Jika anemia terjadi karena kekurangan mineral zat besi, maka dokter akan merekomendasikan makanan-makanan sumber zat besi tinggi serta memberikan suplemen zat besi. Namun jika kasus anemia jenis ini sudah terlampau serius, pasien perlu menempuh transfusi darah.
Tinjauan
Penanganan anemia biasanya disesuaikan dengan jenis atau penyebabnya, namun secara umum penderita anemia perlu menempuh transfusi darah, diet sehat, dan mengonsumsi obat resep dokter. Bila tergolong parah, operasi transplantasi sumsum tulang akan direkomendasikan oleh dokter.

Komplikasi Anemia

Jika anemia tidak ditangani secepatnya dengan tepat sesuai penyebabnya, maka beberapa kondisi komplikasi berikut ini dapat terjadi [2,6] :

  • Gangguan Kehamilan : Pada kasus anemia selama kehamilan, kekurangan folat yang berkepanjangan bersama dengan nutrisi lainnya dapat menyebabkan komplikasi kehamilan, seperti misalnya kelahiran bayi yang prematur atau kelahiran bayi berbobot tubuh rendah.
  • Kelelahan Parah : Tubuh yang mengalami kekurangan darah yang sangat banyak berpotensi mengakibatkan kelelahan parah sehingga penderitanya tak dapat melakukan aktivitas harian secara normal karena mudah lelah.
  • Hipertensi Pulmonal : Komplikasi lainnya dari kondisi anemia adalah gangguan pada paru-paru berupa hipertensi pulmonal, yaitu jenis hipertensi yang menyerang pembuluh arteri paru-paru.
  • Masalah Jantung : Aritmia atau gangguan irama jantung menjadi bentuk komplikasi dari anemia pada bagian jantung yang cukup umum selain gagal jantung.
  • Risiko Infeksi : Pada penderita anemia, risiko mengalami infeksi berulang pun lebih besar.
  • Kematian : Beberapa jenis anemia seperti halnya anemia sel sabit dapat mengakibatkan kematian, terutama bila mengalami kehilangan sangat banyak darah.

Pencegahan Anemia

Anemia selain karena kondisi bawaan lahir dan genetik dapat dicegah melalui beberapa upaya seperti berikut [2,6] :

  • Menambah asupan makanan-makanan yang berkandungan zat besi tinggi, seperti halnya buah kering, sayuran berdaun hijau gelap, sereal yang telah diperkaya zat besi, kacang-kacangan, dan juga daging merah (daging sapi misalnya).
  • Menambah asupan vitamin C karena vitamin C adalah nutrisi yang dibutuhkan untuk penyerapan zat besi secara lebih maksimal. Brokoli, jeruk, stroberi, melon, tomat dan paprika adalah sumber vitamin C terbaik.
  • Menambah asupan vitamin B12, yakni dengan mengonsumsi produk olahan susu, daging, produk olahan kedelai, serta sereal yang telah diperkaya vitamin B12.
  • Menambah asupan asam folat dengan mengonsumsi produk gandum, kacang, sayuran hijau, dan berbagai macam buah-buahan.
  • Mengonsultasikan asupan nutrisi harian dengan dokter ahli gizi agar tidak mengalami kekurangan maupun kelebihan nutrisi tertentu.
  • Mengonsultasikan dengan dokter sebelum melakukan program kehamilan apabila anggota keluarga memiliki kelainan genetik seperti thalasemia atau anemia sel sabit sehingga risiko anak mengalaminya di kemudian hari dapat diminimalisir.
Tinjauan
Pemenuhan gizi, khususnya vitamin B12, zat besi, asam folat dan vitamin C dari sumber makanan maupun suplemen dapat menegah anemia. Seseorang dengan anggota keluarga yang memiliki riwayat anemia sel sabit atau thalasemia sebaiknya berkonsultasi dengan dokter ketika merencanakan kehamilan.

1) Nur Ia Kaimudin. Hariati Lestari, & Jusniar Rusli Afa. 2017. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kesehatan Masyarakat. Skrining dan Determinan Kejadian Anemia pada Remaja Putri SMA NEGERI 3 Kendari Tahun 2017.
2) Jake Turner; Meghana Parsi; & Madhu Badireddy. 2020. National Center for Biotechnology Information. Anemia.
3) Camila M. Chaparro & Parminder S. Suchdev. 2019. HHS Public Access. Anemia epidemiology, pathophysiology, and etiology in low- and middle-income countries.
4) Terri D. Johnson-Wimbley & David Y. Graham. 2011. PubMed Central US National Library of Medicine National Institutes of Health. Diagnosis and management of iron deficiency anemia in the 21st century.
5) Anonim. 2016. American Association for Clinical Chemistry. Anemia.
6) Anonim. National Heart, Lung, and Blood Institute. Iron-Deficiency Anemia.

Share