Bayi lahir ke dunia tentu dengan kemurnian, tanpa adanya riwayat kehidupan yang membuat mereka tertekan dan stres hingga depresi [1].
Namun banyak ahli kesehatan profesional yang meyakini bahwa bayi pun berpotensi mengalami depresi [1].
Setiap orang tua atau bahkan pasangan suami istri yang berencana memiliki anak perlu mengetahui seberapa besar risiko bayi lahir untuk mengalami depresi.
Apakah bayi bisa depresi?
Ya, bisa dan bayi berpotensi mengalami depresi meskipun masih tergolong jarang dan tidak umum; diperkirakan ada sekitar 40 bayi dari seluruh bayi yang mengalami tanda-tanda depresi [2].
Meski demikian, seorang bayi belum bisa bicara dan mengekspresikan dirinya dengan jelas sehingga orang tua perlu memerhatikan perubahan pada perilaku dan reaksinya [1,2].
Bayi masih terlampau kecil untuk mengerti bagaimana cara mengekspresikan harapan, ketakutan dan perasaan mereka menurut seorang psikologi berlisensi bernama Patricia A. Farrel, PhD [1].
Seorang psikolog anak bernama Christina Fiorvanti, PhD pun mengatakan bahwa masa kecil seorang bayi pun dapat mengerikan dan tidak selalu bebas dan senang [1].
Para orang tua yang baru memiliki bayi dapat terus memerhatikan dan mengawasi perilaku serta reaksi si kecil [1].
Menurut Mary Mackrain, Med, IMHP-IV yang merupakan seorang direktur kesehatan ibu dan anak di Pusat Pengembangan Pendidikan, kemampuan anak dalam mengekspresikan emosi dan interaksi dengan orang-orang di sekitarnya termasuk sebagai kesehatan mental sang anak [1].
Jadi ketika seorang bayi digendong oleh salah satu anggota keluarga, entah itu ibu, ayah, paman, bibi, kakek atau neneknya dan si kecil tersenyum, ini menandakan bahwa si kecil merasa nyaman dan tenang sebagai respon terhadap perhatian pengasuhnya [1].
Namun, tidak semua bayi mengekspresikan hal tersebut dan mengeluarkan reaksi yang cukup positif di sekitar anggota keluarga atau pengasuhnya [1].
Daftar isi
Gejala Depresi pada Bayi
Para orang tua perlu lebih sensitif ketika memantau perkembangan si kecil.
Berikut ini adalah beberapa pertanyaan yang dapat orang tua jawab sebagai cara mengenali tanda depresi pada bayi [1] :
- Apakah bayi lebih pendiam atau terus-menerus pendiam?
- Apakah bayi seperti menarik dirinya (salah satu contohnya tatapannya sering kosong)?
- Apakah bayi jarang tersenyum dan cenderung menunjukkan ekspresi sedih?
- Apakah bayi mengekspresikan rentang emosi yang dinamis pada dirinya?
- Apakah orang tua merasa kesulitan untuk berinteraksi dengan si kecil?
Perlu diketahui bahwa bayi sering menangis bukan berarti ia menunjukkan gejala depresi [1].
Menangis terus-menerus bukan suatu tanda depresi pada bayi yang signifikan.
Justru ketika bayi lebih banyak diam, tidak rewel, tidak mudah menangis, dan cenderung menjadi “anak baik”, ini saatnya orang tua perlu curiga bahwa bayi berpotensi sedang depresi [1].
Bukan berarti bayi yang tidak mudah rewel dan cenderung banyak diam sudah pasti mengalami depresi.
Ini merupakan salah satu kemungkinan tanda terbesar saja yang perlu dipastikan lebih jauh, sebab bayi sendiri lahir dengan berbagai kepribadian yang berbeda antara satu bayi dengan bayi lainnya [3].
Namun ketika orang tua merasa bahwa perilaku bayi tidak termasuk normal, anak bisa segera diperiksakan ke psikolog anak dan orang tua pun bisa berkonsultasi langsung dengan ahlinya.
Perilaku tidak normal bisa meliputi gangguan makan dan tidur selama 2 minggu atau lebih [2].
Penyebab / Faktor Risiko Depresi pada Bayi
Banyak orang masih tidak percaya atau bahkan belum begitu mengetahui bahwa bayi dapat mengalami depresi.
Hal ini wajar karena bayi sendiri masih berusia terlalu muda untuk dianggap mengalami tekanan atau trauma tertentu.
Meski penyebab depresi pada bayi sendiri belum jelas diketahui, namun tetap terdapat beberapa faktor atau kondisi yang bisa mendasari bayi depresi, yaitu [1,2,4] :
- Faktor genetik
- Faktor lingkungan
- Faktor kimia otak
- Faktor kesehatan mental orang tua bayi atau pengasuh bayi
Ketika orang tua bayi memiliki riwayat atau kondisi depresi saat mengasuh, maka ada kemungkinan lebih besar untuk bayi mengalami kondisi serupa [5].
Bayi yang diasuh dan dibesarkan dalam sebuah keluarga yang kerap menganiaya pun meningkatkan risiko bayi depresi [5].
Beberapa ahli sempat meyakini bahwa bayi yang lahir prematur berpotensi lebih besar untuk mengalami depresi [1].
Namun rupanya, keyakinan tersebut dipatahkan oleh sebuah hasil studi tahun 2017 yang menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan antara bayi lahir prematur dan bayi lahir normal terkait depresi [6].
Terlepas dari adanya kemungkinan bayi mengalami depresi, hal ini sangat jarang dibandingkan dengan depresi pada anak yang lebih besar [7].
Menurut data CDC (Centers for Disease Control and Prevention), risiko depresi pada anak saat memasuki usia 6 tahun lebih tinggi daripada pada bayi [7].
Data menunjukkan bahwa terdapat 8,4% anak dengan usia antara 6 hingga 17 tahun yang didiagnosa mengalami depresi [7].
Cara Mengatasi Depresi pada Bayi
Orang tua yang memiliki kecurigaan bahwa bayi mereka berperilaku dan bereaksi berbeda dari bayi lain pada umumnya dapat segera membawa dan memeriksakannya ke psikolog anak [1,2,4].
Sementara itu, untuk mengatasi bayi yang memang mengalami gejala depresi, orang tua sendiri perlu menjaga kesehatan mental untuk tetap baik [1].
Orang tua dengan gangguan kecemasan, depresi dan gangguan mental lainnya mampu meningkatkan risiko gangguan perkembangan sosial emosional anak [1].
Oleh sebab itu, bila orang tua sendiri memiliki kondisi depresi atau gangguan mental sejenisnya, segera atasi dengan menjalani terapi [1].
Hal ini dapat dilakukan demi pola asuh lebih baik yang membantu bayi tumbuh besar dengan mental yang sehat.