Asfiksia Neonatorum: Penyebab – Gejala dan Penanganan

√ Scientific Base Pass quality & scientific checked by redaction team, read our quality control guidelance for more info

Tinjauan Medis : dr. Angelia Chandra
Asfiksia Neonatorum adalah keadaan kegawatdaruratan berupa kekurangan oksigen pada bayi baru lahir yang dapat terjadi selama masa persalinan maupun setelah persalinan. Keadaan asfiksia ditentukan menggunakan... skor APGAR yang dinilai saat bayi baru lahir yang terdiri dari komponen usaha bernapas, frekuensi denyut jantung, warna kulit, refleks dan tonus otot. Penyebab asfiksia dapat berupa adanya sumbatan pada jalan napas bayi (lendir, lilitan tali pusat, benda asing), anemia yang menyebabkan transpor oksigen terganggu, kekurangan oksigen pada ibu saat hamil, lepasnya plasenta yang terlalu cepat saat persalinan, tekanan darah ibu yang terlalu tinggi selama hamil, dan infeksi baik pada ibu/bayi. Asfiksia harus segera dikenali dan ditangani dengan baik karena kekurangan oksigen yang berlanjut dapat menyebabkan komplikasi yang menyebabkan cedera permanen pada multipel organ (paling sering pada otak berupa hypoxic-ischemic encephalopathy/HIE) hingga kematian. Selain itu, kontrol selama kehamilan sesuai jadwal juga penting untuk mengetahui keadaan ibu dan janin sehingga apabila terdapat faktor risiko dapat segera ditangani dengan baik. Read more

Apa itu Asfiksia Neonatrum?

Asfiksia neonatorum adalah kondisi bayi yang tak memperoleh oksigen secara memadai baik itu sebelum, selama proses kelahiran, atau setelah lahir [1,2,3,4,5,6,7].

Asfiksia neonatorum dikenal juga dengan istilah asfiksia bayi baru lahir atau asfiksia perinatal  di mana hal ini dapat mengancam nyawa sang bayi dengan menyebabkan gawat janin.

Tinjauan
Asfiksia neonatorum adalah kondisi bayi yang sebelum, selama atau setelah proses persalinan mengalami kekurangan oksigen dan dapat mengalami komplikasi mengancam jiwa jika kondisi sangat parah.

Fakta Tentang Asfiksia Neonatorum

  1. Asfiksia neonatorum adalah kondisi langka yang hanya terjadi pada 2 per 1000 kelahiran khususnya di negara-negara maju [2].
  2. Di Amerika Serikat, asfiksia neonatorum terjadi pada 4 dari tiap 1.000 kelahiran [5].
  3. Risiko asfiksia neonatorum terjadi di negara-negara berkembang 10 kali lebih tinggi [2].
  4. Pada kondisi asfiksia neonatorum yang sangat parah, sebagai akibatnya seorang bayi dapat mengalami ensefalopati hipoksik-iskemik [2].
  5. Menurut laporan Badan Kesehatan Dunia/World Health Organization (WHO) 38% kematian anak balita di seluruh dunia karena asfiksia neonatorum mencapai 4 juta kasus [3].
  6. Menurut laporan Badan Kesehatan Dunia/World Health Organization (WHO), diperkirakan terdapat 900.000 bayi yang per tahunnya meninggal karena mengalami asfiksia neonatorum [1].
  7. Rata-rata angka meninggalnya bayi yang disebabkan oleh asfiksia neonatorum sangat tinggi pada negara-negara berkembang [2].
  8. Di Indonesia, asfiksia menjadi penyebab kematian neonatus paling banyak dengan persentase mencapai 37% [7].

Penyebab Asfiksia Neonatorum

Asfiksia neonatorum dapat disebabkan oleh faktor apapun yang mengganggu penyerapan oksigen oleh bayi selama di dalam kandungan, proses kelahiran, atau setelah proses persalinan [2,3,5,6,7].

Pada kasus asfiksia neonatorum, umumnya penyerapan oksigen oleh bayi sangat kurang pada proses persalinan.

Hal ini menjadi alasan bagi bidan ataupun dokter untuk benar-benar memastikan bahwa ibu dan bayi mendapatkan kadar oksigen memadai.

Berikut ini adalah sejumlah faktor yang mampu meningkatkan risiko asfiksia neonatorum :

  • Jalan pernafasan bayi mengalami sumbatan.
  • Dalam proses persalinan bayi terlilit tali pusar.
  • Sang ibu dan/atau bayi terkena infeksi.
  • Sang ibu mengalami tekanan darah tinggi atau tekanan darah rendah selama bersalin.
  • Sang ibu tak memperoleh oksigen memadai baik sebelum bersalin maupun pada saat proses bersalin.
  • Persalinan memakan waktu yang sangat lama.
  • Proses persalinan berjalan dengan sulit.
  • Sang ibu atau bayi memiliki anemia sehingga darah tak cukup dalam menyuplai oksigen secara memadai.
  • Terlalu cepatnya plasenta lepas dari rahim sehingga oksigen hilang.

Oksigen yang kurang menjadi penyebab utama kerusakan pada jaringan tubuh bayi yang baru lahir hanya dalam beberapa menit saja.

Saat sel-sel pulih dari terjadinya kekurangan oksigen, kerusakan pun dapat langsung terjadi.

Bahkan pelepasan toksin ke dalam tubuh oleh sel-sel ini juga mampu memicu kerusakan.

Faktor Risiko Asfiksia Neonatorum

Selain dari beberapa kondisi yang telah disebutkan, terdapat faktor risiko lain yang perlu diketahui dan diwaspadai, yaitu antara lain [3,5,6] :

  • Bayi prematur.
  • Bayi yang lahir dari ibu penderita preeklampsia atau diabetes mellitus.
  • Berat lahir bayi yang rendah.
  • Faktor usia sang ibu (di bawah 16 tahun atau di atas 40 tahun).
  • Akses perawatan prenatal dan postnatal yang kurang seperti di negara-negara berkembang.

Tahap Asfiksia Neonatorum

Ada dua tahap cedera atau masalah pada tubuh bayi yang dapat terjadi ketika asfiksia neonatorum terjadi, yaitu [5] :

  • Tahap pertama adalah ketika aliran darah terlalu rendah dalam beberapa menit dan sel-sel tubuh bayi tak memperoleh oksigen yang cukup.
  • Tahap kedua adalah ketika cedera reperfusi terjadi, yaitu cedera yang dialami setelah otak memperoleh kadar normal oksigen dan darah; sayangnya cedera reperfusi ini dapat terjadi dalam beberapa hari atau bahkan beberapa minggu.
Tinjauan
- Penyerapan oksigen oleh bayi yang sangat kurang selama persalinan dapat menjadi penyebab asfiksia neonatorum.
- Beberapa faktor yang mampu meningkatkan risiko asfiksia neonatorum adalah bayi prematur, usia ibu terlalu muda atau tua untuk melahirkan, berat lahir bayi terlampau rendah, sang ibu merupakan penderita diabetes atau pre-eklampsia, atau akses perawatan yang kurang di negara berkembang.

Gejala Asfiksia Neonatorum

Walaupun asfiksia neonatorum terjadi pada bayi-bayi yang baru lahir, gejalanya tidak serta-merta langsung dialami oleh mereka.

Sebagai indikator terjadi kekurangan oksigen yang dapat berdampak pada asfiksia neonatorum, biasanya detak jantung janin akan terlalu rendah atau terlalu tinggi.

Dari denyut jantung tersebut, bayi setelah lahir berkemungkinan mengalami langsung beberapa gejala berikut [3,5,6] :

  • Kulit tampak pucat atau bahkan kebiruan.
  • Detak jantung lambat
  • Otot lemah
  • Kesulitan bernafas sehingga dapat menimbulkan gejala seperti hidung melebar atau bernafas dengan perut

Gejala dapat semakin parah ketika bayi tidak memperoleh oksigen secara cukup dalam waktu yang lebih lama.

Karena organ tubuhnya yang juga masih belum sempurna, oksigen yang tak mencukupi dapat menjadi penyebab kerusakan pada organ tubuh bayi.

Gagal fungsi pada ginjal, otak, jantung dan/atau paru-paru dapat terjadi saat seorang bayi baru lahir tidak mendapat oksigen yang memadai.

Tinjauan
Detak jantung bayi yang terlalu rendah, ditambah kelemahan otot, kulit pucat atau cenderung kebiruan, hingga kesulitan bernafas merupakan gejala dari asfiksia neonatorum.

Pemeriksaan Asfiksia Neonatorum

Penting untuk diketahui bahwa setiap bayi yang baru lahir dalam waktu 1-5 menit, dokter atau bidan akan memberi skor Apgar [4].

Ada lima hal yang dipertimbangkan dan menentukan penilaian/skor Apgar dari tim medis, yaitu :

  • Kontraksi otot
  • Kondisi denyut nadi
  • Respon terhadap rangsangan
  • Pernafasan
  • Kondisi umum menyeluruh pada bayi

Setiap faktor memiliki penilaian 0 sampai 2 di mana jika skor dari tiap faktor semakin rendah, hal ini menunjukkan risiko bayi mengalami asfiksia neonatorum semakin tinggi.

Bila skor Apgar pada bayi yang baru lahir antara 1-5 menit atau keseluruhan skor bahkan tak mencapai angka 7, ini tanda oksigen pada bayi sangat rendah.

Dokter kemudian biasanya melakukan pemeriksaan darah lebih dulu untuk mengetahui kadar asam dalam tubuh bayi.

Jika kadarnya tinggi, hal ini menandakan adanya oksigenasi yang buruk dan dokter perlu memeriksa kondisi bayi secara menyeluruh.

Pemeriksaan darah untuk mengecek kondisi hati, jantung, dan ginjal pun umumnya dilakukan.

Tinjauan
Penilaian skor Apgar menjadi pemeriksaan utama yang dilakukan oleh dokter pada bayi untuk mendeteksi asfiksia neonatorum. Dari 5 variabel, masing-masing memiliki skor 0-2 di mana bila secara keseluruhan tak mencapai angka 7 ini menandakan bayi kekurangan oksigen.

Penanganan Asfiksia Neonatorum

Dalam menangani asfiksia neonatorum, ada beberapa metode yang dokter dapat lakukan baik sebelum persalinan berlangsung atau sesudahnya [2,3,5,6].

  • Pemberian Oksigen Tambahan

Pada ibu hamil sebelum persalinan akan diberikan oksigen tambahan yang bertujuan agar oksigenasi bayi dapat meningkat sebelum kelahirannya.

Cara ini akan dapat menyelamatkan bayi serta ibunya.

Untuk mencegah persalinan yang memakan waktu lama atau menghindari kesulitan pada proses ini, dokter akan sangat merekomendasikan prosedur bedah caesar.

Hal ini mampu menurunkan risiko gangguan kesehatan pada ibu dan bayi.

Bantuan pernafasan berupa ventilator akan membantu bayi untuk bernafas dengan lebih baik.

Jika masih memungkinkan, dokter segera memasangnya pada bayi yang baru lahir dengan kondisi positif asfiksia neonatorum.

  • Resusitasi Neonatus

Metode menghangatkan bayi, kemudian mengeringkannya atau memberikan rangsang taktil adalah salah satu cara memberikan pertolongan bagi bayi dengan gejala asfiksia neonatorum.

Bayi yang mendapatkan kehangatan cukup maka akan terhindar dari gejala dan komplikasi yang lebih buruk.

  • Pemantauan Tekanan Darah dan Asupan Cairan

Pemantauan terhadap tekanan darah bayi tetap dilakukan oleh dokter.

Tak hanya itu, dokter juga akan mengawasi kecukupan asupan cairan pada bayi di mana kedua cara ini adalah sebagai cara memastikan apakah bayi memperoleh oksigen memadai.

Nutrisi intravena pun menjadi salah satu hal yang diterapkan oleh dokter dalam memulihkan pencernaan bayi.

  • Perawatan Pencegah Kejang

Asfiksia neonatorum pun dapat mengakibatkan bayi mengalami kejang sehingga dokter perlu menghindarkan risiko kejang dengan beberapa metode penanganan.

Pemberian magnesium, obat anti-inflamasi, allopurinal (obat penurun kadar asam dalam tubuh), hingga vitamin tertentu akan dilakukan.

Penanganan dapat berhasil dan efektif ketika asfiksia yang dialami bayi belum terlalu lama.

Namun jika asfiksia terjadi cukup lama, ada kemungkinan berbagai upaya penanganan tidak membuahkan hasil.

Bahkan bayi yang dapat diselamatkan bukan berarti ia tidak mengalami masalah kesehatan apapun.

Tetap ada risiko pada bayi yang dapat bertahan hidup untuk mengalami cacat jangka panjang.

Bila terdapat organ di dalam tubuhnya yang sudah sempat terkena dampak asfiksia, cacat jangka panjang seperti kerusakan otak, paru, ginjal dan jantung dapat terjadi walau anak selamat.

Tinjauan
Persalinan dengan operasi caesar, pemberian oksigen tambahan bagi sang bayi, pemasangan ventilator bagi bayi, resusitasi neonatus, pemantauan tekanan darah dan asupan cairan, serta perawatan pencegahan kejang adalah bentuk penanganan yang diberikan kepada penderita asfiksia neonatorum.

Komplikasi Asfiksia Neonatorum

Bayi yang positif terdiagnosa asfiksia neonatorum dapat mengalami komplikasi sebagai hasil dari perkembangan gejala yang memburuk, yaitu seperti [3,5] :

  • ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder) : Gangguan mental pada anak yang ditandai dengan perilaku hiperaktif, impulsif serta sulit memusatkan perhatian.
  • Cerebral Palsy : Kondisi kelainan motorik yang umumnya terjadi pada masa balita di mana otak lumpuh dan menyebabkan gangguan koordinasi dan gerakan tubuh.
  • Gangguan penglihatan
  • Gangguan pendengaran
  • Pertumbuhan fisik dan mental yang kemungkinan besar lebih lambat dari anak-anak seusianya.

Bayi yang mengalami asfiksia neonatorum ringan hingga sedang berpotensi untuk pulih total jauh lebih besar.

Namun bila sel-sel tubuh bayi tak memperoleh oksigen dalam waktu cukup lama, sebagai risiko komplikasinya ia dapat mengalami cedera atau gangguan organ permanen.

Cedera permanen pada organ-organ vital seperti pencernaan, ginjal, paru, otak dan jantung tak dapat terhindarkan bila oksigen yang dibutuhkan tubuh bayi tak segera mencukupi.

Hipotermia terapeutik atau body cooling merupakan metode pendinginan tubuh bagi bayi yang lahir tepat waktu atak tidak jauh dari hari perkiraan lahir maka dapat sangat menolong.

Namun pada kasus bayi yang lahir bahkan 5 minggu lebih awal tak dapat mendinginkan tubuh sehingga sebagai akibat terparahnya, gagal organ dan kematian bisa terjadi.

Tinjauan
Gangguan pada organ paru, jantung, ginjal, otak dan pencernaan adalah bentuk komplikasi yang perlu diwaspadai. Gangguan penglihatan, gangguan pendengaran, cerebral palsy, ADHD, serta tumbuh kembang anak yang lambat adalah komplikasi-komplikasi lain yang juga perlu dikenali dan dicegah.

Pencegahan Asfiksia Neonatorum

Pengecekan kondisi kehamilan secara rutin ke dokter adalah salah satu cara menjaga kondisi ibu dan janin tetap sehat, normal dan baik [5].

Diagnosa dini dan penanganan yang tepat akan mampu membantu memenuhi kebutuhan oksigen yang kurang pada janin.

Penanganan dini pun perlu dokter lakukan supaya komplikasi cacat jangka panjang pada bayi bisa diminimalisir.

Tinjauan
Selama hamil, pengecekan kondisi kehamilan secara rutin dapat dilakukan. Diagnosa dan penanganan dini dapat meminimalisir risiko asfiksia neonatorum.
fbWhatsappTwitterLinkedIn

Add Comment