Gangguan sensorik yang dialami oleh anak adalah ketika anak tidak mampu merespon dan menerima dengan normal informasi yang diterima oleh indera mereka [1,6,9,10,11].
Ketika anak mengalami gangguan sensorik, maka mereka akan terlalu sensitif pada indera peraba, indera pengecap, indera penciuman, indera pendengaran dan indera penglihatannya [1,6,9,10,11].
Para orang tua dapat mengamati apakah anak mengalami gangguan sensorik sejak dini.
Daftar isi
Pengertian Fungsi Sensorik
Ketika manusia memperoleh rangsangan dari luar tubuh, maka biasanya rangsangan ini akan dilanjutkan dan dikirim ke otak oleh saraf sensorik [1,2].
Demikian fungsi utama saraf sensorik dan otak nantinya akan merespon sesuai dengan rangsangan yang tubuh terima [1,2].
Kelima panca indera dapat bekerja sempurna berkat fungsi saraf sensorik itu sendiri sehingga manusia mampu mendengar, melihat, merasakan berbagai macam rasa, dan mencium bebauan [1,2].
Namun untuk indera peraba, ini tergolong sebagai sistem somatosensorik untuk mengenal sentuhan [3,4].
Apa perbedaan sistem sensorik dan somatosensorik?
Sistem sensorik juga dikenal dengan istilah sistem panca indera, mulai dari telinga yang menjadi pendeteksi suara dan mata yang mendeteksi warna serta cahaya [2].
Sementara itu saraf sensorik juga ada pada sistem somatosensorik yang berfungsi merasakan berbagai macam rasa [2,3,4].
Sistem somatosensorik berfokus pada sentuhan kasar dan halus, tekanan, getaran, dan sejumlah gerakan tubuh [3,4].
Berikut ini merupakan sederet fungsi saraf sensorik pada sistem somatosensorik yang perlu diketahui [1,3,4] :
- Sentuhan : Kulit kita memiliki beragam jenis reseptor sentuhan, mulai dari pendeteksi getaran, sentuhan biasa, tekstur benda, hingga tekanan.
- Nyeri : Reseptor nyeri ini juga disebut dengan istilah nosiseptor, yakni pelindung tubuh dengan cara menjadi pengirim sinyal nyeri yang tubuh rasakan menuju otak. Ambil contoh saat kita berjalan dan kaki tersandung sesuatu secara tak sengaja, reseptor nyeri mengirim sinyal ke otak bahwa kaki terluka karena tersandung dan otak akan memberi instruksi pada kaki untuk menghindari sumber penyebab rasa sakit tersebut.
- Propriosepsi : Reseptor sentuhan ini membantu kita merasakan keberadaan diri sendiri (seluruh anggota tubuh yang kita miliki) dan membuat posisi anggota tubuh berada sesuai dengan situasi dan kondisi lingkungan.
- Suhu : Reseptor satu ini memiliki fungsi utama menjadi pendeteksi suhu lingkungan pada kulit, termasuk perubahan yang terjadi. Berkat adanya saraf sensorik ini (terutama jika dalam kondisi normal), di mana pun kita berada kulit akan dengan lebih mudah menyesuaikan suhu lingkungan.
Penyebab Gangguan Sensorik pada Anak
Belum diketahui jelas hingga kini faktor yang mampu menyebabkan masalah pada fungsi saraf sensorik anak [1].
Namun beberapa ahli kesehatan meyakini bahwa adanya gangguan sensorik yang dialami anak merupakan tanda adanya penyakit tertentu [1].
Menurut sebuah hasil studi tahun 2006, terdapat anak kembar yang mengalami hipersensitivitas terhadap suara dan cahaya yang berkaitan dengan faktor genetik [5].
Jika salah satu bayi ini memiliki sensitivitas terhadap cahaya dan suara lebih tinggi dari normalnya, maka bayi kembarannya memiliki risiko besar mengalaminya kondisi serupa [5].
Dari hasil studi yang sama tersebut, diketahui bahwa ada anak-anak yang mengalami rasa mudah takut dan cemas cenderung memiliki masalah sensorik [5].
Selain terkait genetik, bayi lahir prematur atau bayi lahir dengan komplikasi tertentu memiliki risiko lebih tinggi mengalami gangguan sensorik [1,5].
Gejala Gangguan Sensorik pada Anak
Gangguan sensorik pada anak dapat diwaspadai dengan mengenali gejala-gejala yang terjadi menurut masing-masing panca indera sebagai berikut :
Gejala Gangguan Sensorik Keseimbangan/Vestibular
- Anak tidak bisa naik dan turun eskalator [1,6]
- Anak enggan main seluncuran
- Anak takut bermain ayunan
- Anak takut terhadap ketinggian
Gejala Gangguan Sensorik Penciuman
- Anak cenderung sulit menyukai makanan karena adanya bau tertentu yang baginya tidak terlalu menyenangkan [1,6]
- Anak sulit membedakan berbagai macam bau
Gejala Gangguan Sensorik Peraba
- Anak tidak terlalu suka dengan mainan berbulu [1,6]
- Anak cenderung berjalan dengan berjinjit
- Anak tak suka jika ada orang yang menyentuhnya
- Anak tidak suka menyisir rambut dan tidak suka juga jika ada orang yang menyisirkan
Gejala Gangguan Sensorik Proprioseptif
- Anak tak mampu mengendalikan kekuatan dalam dirinya sendiri setiap beraktivitas [1,6]
- Anak sangat suka menabrakkan dirinya ke orang lain
- Anak terlalu sering menggeratakkan gigi
Gejala Gangguan Sensorik Pendengaran
- Anak mudah mengalihkan perhatian jika mendengar suara yang menjadi kesukaannya [1,6]
- Anak mudah terkejut dan menangis saat mendengar suara keras tiba-tiba
- Anak mudah takut terhadap suara-suara mesin yang mungkin aneh dan bising baginya (seperti alat pengering tangan, penyedot debu atau pengering rambut)
- Anak sering menutup telinganya
Gejala Gangguan Sensorik Pengecap
- Anak suka memasukkan benda asing ke dalam mulut [1,6]
- Anak susah makan karena terlalu suka memilih-milih
- Anak tak mampu mengisap, mengunyah dan menelan
Gejala Gangguan Sensorik Penglihatan
- Anak lebih merasa senang dan nyaman berada di tempat dengan tingkat pencahayaan rendah [1,6]
- Anak tak mampu membedakan ukuran, bentuk dan warna benda
- Anak tak mampu menulis dengan lurus di atas kertas kosong
- Anak mudah merasa silau saat terpapar cahaya (sekalipun tingkat cahaya tidak terlalu terang)
- Anak sering menutup matanya
Pemeriksaan Gangguan Sensorik pada Anak
Cukup sulit untuk mendiagnosis gangguan sensorik pada anak sebab tidak ada kriteria khusus dan pasti untuk kondisi ini [1,6].
Untuk memastikan bahwa anak mengalami gangguan sensorik, justru biasanya dokter akan mengamati cara anak dalam berinteraksi dengan orang lain serta perilakunya [1,6].
Perilaku dan cara interaksi anak yang berbeda dari anak seusianya bisa menjadi tanda yang mengarah pada gangguan sensorik [1,6].
Tanda dari pengamatan perilaku dan interaksi anak tersebut yakni sebagai berikut [1] :
- Anak tampak lebih ceroboh di mana hal ini kemudian berubah menjadi ketidakmampuan anak untuk bergerak atau berdiri sama sekali seiring pertumbuhannya.
- Anak memiliki perilaku yang tak biasa dan justru menghambat kegiatan sehari-hari.
- Anak memiliki reaksi, perilaku dan gejala-gejala lain yang semakin sulit untuk dikendalikan dan diatasi.
Jika terjadi beberapa hal tersebut, maka cukup menjadi tanda bahwa anak mengalami gangguan sensorik pada tumbuh kembangnya [1].
Agar anak bisa memperbaiki perilakunya serta meningkatkan kemampuan belajar serta reaksinya, orang tua memerlukan bantuan seorang terapis profesional [1,6].
Penanganan Gangguan Sensorik pada Anak
Dalam menangani gangguan sensorik yang dialami oleh anak-anak, beberapa metode perawatan dalam bentuk terapi berikut sangat diperlukan.
- Diet Sensorik
Diet sensorik merupakan suatu terapi untuk mengintegrasi sensorik anak di bawah pengawasan ahlinya [7].
Setiap anak penderita gangguan sensorik memiliki ciri tersendiri terkait kebutuhan sensorinya, maka diet ini didesain unik bagi mereka [7].
Diet ini meliputi aktivitas fisik, diet dengan menu harian yang disediakan dengan pendekatan sensori individual, dan penyediaan barang tertentu sesuai kebutuhan kondisi pasien [7].
Program diet ini biasanya dilakukan anak di tempat yang tenang, dan anak juga akan diberi selimut maupun aromaterapi agar fungsi sensoriknya dapat terlatih [7].
- Terapi Fisik
Terapi fisik menjadi bagian dari diet sensorik juga sebab terapi ini meliputi rangkaian aktivitas fisik untuk meningkatkan kemampuan sensorik pasien [1,8].
Seperti aktivitas olahraga dasar, terapi fisik yang anak perlu lakukan meliputi lari di tempat atau melakukan jumping jacks [1].
- Terapi Okupasi
Terapis profesional pada prosedur terapi okupasi akan membantu anak belajar melakukan bermacam-macam kegiatan yang biasanya tidak mereka lakukan [1,8].
Anak akan dibimbing dalam melatih diri melakukan berbagai hal yang dulunya mereka hindari karena masalah sensorik [1,8].
Bagaimana prognosis gangguan sensorik pada anak?
Prognosis gangguan sensorik pada anak tergolong baik, namun seberapa baik prognosis tentu tergantung dari seberapa cepat penanganan dan terapi yang diperoleh anak.
Tak seperti kasus autisme, kemungkinan anak dalam mengatasi gangguan sensorik pada dasarnya lebih besar [9,10].
Ketika gangguan sensorik terjadi karena cedera, maka ada risiko kondisi bisa semakin buruk [9,10].
Begitu pula saat anak terus tumbuh namun gejala gangguan sensorik tak segera ditangani, maka penanganan yang terlambat menjadi kurang efektif dan efisien nantinya [9,10].
Komplikasi Gangguan Sensorik pada Anak
Risiko komplikasi tergolong tinggi apabila kondisi gangguan sensorik tidak segera mendapat perawatan.
Anak tumbuh kembang dengan gangguan sensorik yang tidak coba ditangani akan membuat performa anak dalam kehidupan sehari-hari sangat kurang [9,11].
Kemampuan motorik mereka cenderung bermasalah dan hal ini nampak dari sisi kecerobohan mereka dalam melakukan berbagai kegiatan [9,11].
Hal ini pun dapat memengaruhi interaksi sosialnya dengan orang lain semakin anak tumbuh dewasa.
Pencegahan Gangguan Sensorik pada Anak
Belum diketahui secara pasti bagaimana cara agar gangguan sensorik pada anak tidak terjadi sama sekali.
Namun untuk meminimalisir risiko komplikasi atau gejala memburuk, anak perlu menjalani terapi secepatnya.