7 Penyebab Asma Bronkial

√ Scientific Base Pass quality & scientific checked by redaction team, read our quality control guidelance for more info

Asma bronkial atau yang lebih umum disebut dengan asma merupakan salah satu penyakit global pada sistem pernapasan yang menyerang baik dewasa maupun anak-anak. Bahkan, pada tahun 2019 asma bronkial mempengaruhi sekitar 262 juta orang dan menyebabkan 461 ribu kematian. Selain itu, asma merupakan salah satu penyakit kronis yang paling umum terjadi pada anak-anak. [1]

Asma merupakan keadaan di mana saluran udara inflamasi atau peradangan dan kontraksi atau pengencangan pada otot-otot di sekitar saluran udara sehingga saluran udara menjadi sempit. Kondisi ini menyebabkan beberapa gejala, di antara lain sebagai berikut. [1]

Gejala-gejala tersebut timbul secara intermitten atau berselang dan biasanya akan lebih buruk pada malam hari atau ketika berolahraga. [1] Asma dapat terjadi karena adanya faktor pemicu. Berikut ini adalah beberapa faktor pemicu yang dapat menjadi penyebab asma bronkial.

1. Genetik

Asma diyakini disebabkan oleh beberapa gen di mana beberapa di antara gen tersebut memiliki efek protektif dan beberapa di antaranya berperan dalam patogenesis terjadinya penyakit dengan setiap gen memiliki kecenderungan untuk dipengaruhi oleh faktor lingkungan. [2] Beberapa contoh gen yang diduga berperan dalam patogenesis terjadinya asma antara lain sebagai berikut.

  • A disintegrin and metalloproteinase 33 (ADAM33) yang diekspresikan pada sel otot polos bronkus dan fibroblas paru. Pada tahun 2002 saat pertama kali ditemukan, gen ini sangat terkait degan asma dan hiperresponsif bronkial. [3]
  • Fillagrin merupakan protein yang berperan dalam menjaga sawar kulit yang efektif. Mutasi pada fillagrin berkaitan dengan perkembangan sensitasi alergi, demam, dan asma pada subjek yang memiliki dermatitis atopik. Pada penelitian, ditemukan juga bahwa disfungi sawar kulit menyebabkan respon sistemik terhadap alergi, seperti peningkatan kadar IgE (immunoglobulin E) dan hiperresponsif saluran napas. [3]

Meskipu genetik berpengaruh terhadap terjadinya asma, faktor ini tidak berdiri sendiri, tetapi dipengaruhi juga oleh faktor lingkungan.

2. Alergi

Asma dapat terjadi karena alergi, seperti alergi makanan, bulu binatang, serbuk sari, tungau debu, dll. Peningkatan kadar sel Th2 pada kondisi alergi di saluran udara melepaskan sitokin spesifik dan meningkatkan peradangan eosinofilik dan produksi IgE. [4]

Pelepasan IgE tersebut akan menyebabkan terjadinya pelepasan mediator yang bekerja pada inflamasi atau peradangan, seperti histamin dan leukotrien yang dapat menyebabkan terjadinya bronkospasme (kontraksi otot polos pada saluran udara), edema atau pembengkakan, dan sekresi lendir yang timbul pada gejala asma. [4]

Oleh karena itu, alergi dapat menjadi salah satu penyebab asma bronkial dan bagi yang memiliki alergi disarankan untuk menghindari faktor pemicu alergi untuk menghindari terjadinya asma.

3. Merokok

Orang yang merokok memiliki resiko asma yang lebih besar daripada mereka yang tidak merokok. Hal ini disebabkan karena adanya peningkatan total eosinofil yang teraktivasi dalam submukosa saluran napas perokok. Terjadinya peningkatan ini berbanding lurus dengan lamanya merokok. [5]

4. Infeksi

Infeksi virus dan bakteri kronis atau kolonisasi patogen dapat menyebabkan terjadinya inflamasi pada saluran napas bawah. Selain itu, infeksi dapat juga menyebabkan gangguan pada mucociliary clearance atau pembersihan mukosiliar, dan peningkatan produksi lendir. Kondisi-kondisi ini jika terjadi secara kronis dapat mengarah dan berakhir pada terjadinya asma. [6]

Maka dari itu, apabila sedang dalam kondisi infeksi, sebaiknya berkonsultasi ke dokter supaya mendapat terapi yang tepat dan tidak menimbulkan komplikasi lain.

5. Olahraga

Dalam keadaan normal, manusia bernapas melalui hidung yang memiliki fungsi untuk menghangatkan dan melembabkan udara yang akan masuk ke paru-paru. Sedangkan ketika berolahraga akan cenderung bernapas cepat melalui mulut sehingga udara yang dingin dan kering akan masuk ke paru-paru dan menyebabkan dehidrasi serta iritasi pada saluran napas. Kondisi ini akan menyebabkan terjadinya bronkokontriksi atau mengencangnya otot polos saluran napas dan terjadilah asma. [7]

Pada dasarnya, sesak napas cukup sering terjadi ketika berolahraga atau aktivitas fisik. Namun, apabila sesak tidak membaik setelah beristirahat, maka kemungkinan sesak terjadi karena asma akibat olahraga. Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mengatasi terjadinya asma ketika berolahraga antara lain sebagai berikut. [7]

  • Pastikan kondisi asma yang dimiliki terkontrol
  • Selalu siapkan obat pereda ketika berolahraga
  • Pemanasan sebelum berolahraga
  • Beristirahat apabila terjadi serangan asma
  • Melakukan pendinginan setelah berolahraga

6. Efek obat-obatan

Beberapa obat dapat menyebabkan terjadinya asma. Contoh obat-obatan tersebut antara lain sebagai berikut. [8]

  • Obat antiinflamasi non steroid atau NSAID melalui mekanisme perubahan sensitivitas terhadap leukotrien dan pelepasan abnormal senyawa sitotoksik dari trombosit
  • Golongan penghambat beta adrenergik dengan mekanisme yang belum diketahui secara pasti
  • Opiat
  • Media kontras radiografi dengan menginduksi pelepasan mediator inflamasi dari sel mast

Oleh karena itu, bagi penderita asma sebaiknya berkonsultasi kepada dokter terkait kondisi yang dimiliki apabila sedang menjalani terapi untuk penyakit tertentu.

7. Stres

Tubuh manusia memiliki hypothalamo-pituitary-adrenocortical (HPA axis) yang diperlukan dalam respon adaptasi terhadap stres di mana aktivasi HPA axis akan menyebabkan sekresi glukokortikoid, sekelompok hormon steroid yang mengatur metabolisme substrat energi. [9] Salah satu hormon steroid golongan glukokortikoid adalah kortisol.

Perubahan aktivitas HPA axis yang dipicu oleh stres dapat menyebabkan terjadinya bias kekebalan terhadap respon sel Th2 yang berlebihan yang menyebabkan pasien asma mengalami gejala parah dan berkepanjangan setelah terjadinya paparan pemicu. [10]

Apabila memiliki asma, sebaiknya segera konsultasikan ke dokter untuk mendapatkan penanganan yang tepat dan supaya tidak terjadi komplikasi lebih lanjut.

fbWhatsappTwitterLinkedIn

Add Comment