Sindrom Sarang Kosong : Penyebab, Gejala, dan Penanganan

√ Scientific Base Pass quality & scientific checked by redaction team, read our quality control guidelance for more info

Apa Itu Sindrom Sarang Kosong?

Sindrom sarang kosong atau empty nest syndrome adalah jenis sindrom yang paling rentan dialami oleh orang tua, terutama saat anak-anaknya sudah beranjak besar dan dewasa [1,2,3,4,6].

Sindrom ini bisa dialami oleh siapa saja, namun bagi yang memiliki anak dan anak sudah cukup besar untuk sekolah di luar kota atau negeri maupun anak yang akan menikah, risiko ini semakin tinggi [1,2,3,4,6].

Sindrom sarang kosong tergolong sebagai gangguan kondisi emosional dan psikologis yang banyak wanita rasakan [1,2,3,4,6].

Ada rasa sedih dan stres yang terjadi pada seorang wanita dewasa ketika anak-anak mereka akan meninggalkan rumah untuk mengenyam pendidikan, bekerja, atau berumah tangga [1,2,3,6].

Penyebab Sindrom Sarang Kosong

Penyebab sindrom sarang kosong bisa berbeda-beda antar orang tua, namun biasanya sindrom ini timbul karena beberapa faktor sebagai berikut [1,3,6] :

  • Merasa kehilangan tanggung jawab sebagai orang tua, terutama ketika anak mulai meninggalkan rumah.
  • Merasa cemas akan keamanan anak dan kondisi anak saat sudah meninggalkan rumah, terutama tentang bagaimana anak bisa beradaptasi di tempat baru.
  • Merasa rumah jauh lebih sepi karena kegembiraan yang berkurang; hal ini disebabkan oleh anak-anak yang sudah semakin dewasa dan pada akhirnya meninggalkan rumah.

Gejala Sindrom Sarang Kosong

Para orang tua, khususnya wanita menjadi lebih rentan menderita sindrom sarang kosong walaupun pria juga dapat mengalaminya.

Terdapat beberapa tanda atau gejala utama ketika seseorang mengalami sindrom sarang kosong, yakni :

Tanda utama dari sindrom sarang kosong adalah rasa cemas atau khawatir sang anak akan meninggalkan rumah dan berada di tempat serta lingkungan baru [1,3,6].

Baik itu anak melanjutkan kuliah, bekerja maupun menikah, orang tua sangat wajar untuk merasa khawatir [1,3,6].

Seorang ibu terutama, biasanya terbiasa berada di rumah dan memiliki waktu serta interaksi lebih banyak dengan anaknya [3].

Oleh sebab itu, di saat anak harus pergi dari rumah orang tua patut mencemaskan kondisi sang anak apakah baik-baik saja di tempat yang jauh dari mereka [3].

Karena kecemasan berlebihan, ada kalanya orang tua justru terlalu “kepo” sehingga merasa harus selalu mengecek kondisi anak [3].

  • Stres dalam Pernikahan

Pada beberapa pasangan suami istri, pernikahan mereka seringkali dibuat terlalu fokus pada anak [3].

Membesarkan anak menjadi prioritas utama sehingga pada akhirnya hubungan antara suami istri sendiri menjadi terabaikan [3].

Ketika pada akhirnya anak-anak sudah mulai besar dan dewasa serta memilih untuk meninggalkan rumah, stres pada hubungan pernikahan baru akan terasa [3].

Stres timbul karena jarang adanya komunikasi yang baik antara suami dan istri sehingga ketika anak tidak ada, pasangan menjadi bingung dan canggung [3].

Satu hal menantang untuk dilakukan jika pasangan suami istri ini bisa kemudian mencoba mengenal satu sama lain lagi dari awal dan menciptakan ikatan yang lebih kuat [3].

  • Frustrasi

Selain kecemasan, rasa frustrasi seringkali timbul dan menjadi tanda sindrom sarang kosong pada beberapa orang tua [3,6].

Ketika anak masih kecil, orang tua khususnya para ibu akan sangat memerhatikan dan mengatur sedetail mungkin pemenuhan kebutuhan anak [3,6].

Namun saat anak beranjak dewasa dan bahkan memutuskan untuk meninggalkan rumah, rasa frustrasi bisa muncul karena berkurangnya kontrol terhadap anak [3,6].

Anak telah memiliki kehidupan dan privasinya sendiri yang seringkali menjadi celah bagi orang tua merasa ditinggalkan dan tidak tahu-menahu lagi tentang segala hal mengenai anaknya sedetail mungkin [3,6]

Pola asuh anak seperti itu seringkali disebut dengan pola asuh helikopter atau helicopter parenting style di mana orang tua seringkali terlalu ikut campur tentang segala kegiatan dan jadwal sang anak [3,5].

Sekalipun niat dan tujuan para orang tua dalam mengawasi anak ini baik, anak yang sudah dewasa akan merasa tidak memiliki ruang sendiri (privasi) [3,6].

Pengawasan dan pemberian arahan terlalu berlebihan hanya akan menjadi penghambat bagi anak untuk belajar hal baru, mengambil keputusan sendiri, dan mengelola hidupnya secara mandiri [3].

  • Kehilangan Tujuan

Orang tua dengan sindrom sarang kosong biasanya ditandai dengan kehidupannya yang mulai hampa saat anak jauh darinya [3,6].

Sekalipun mungkin masih memiliki pasangan, kerabat, teman dan aktivitas yang bisa dikerjakan, rasa hampa dan kehilangan tujuan dapat dirasakan terutama oleh seorang ibu [3,6].

Para orang tua perlu melalui masa penyesuaian agar terbiasa dengan ketidakhadiran anak di rumah [3,6].

Selama masa adaptasi ini pun para orang tua dengan sindrom sarang kosong dapat mencari tujuan hidup baru, terutama yang berhubungan dengan kesenangan diri (hobi) [3,6].

  • Stres Emosional

Stres emosional dapat terjadi pada siapa saja, termasuk orang tua, khususnya sang ibu yang anaknya sudah cukup dewasa untuk meninggalkan rumah dan mencoba mandiri [1,3,6].

Sindrom sarang kosong seringkali juga ditandai dengan stres emosional karena melihat anak yang semakin dewasa, takut diri sendiri yang juga semakin tua, dan cemas akan kondisi pernikahan [1,3,6].

Pada kasus di mana orang tua tidak memiliki banyak waktu untuk anak saat anak masih kecil, stres emosional bisa timbul sebagai bentuk penyesalan saat anak beranjak dewasa [1,3,6].

Stres emosional juga dapat muncul karena rasa frustrasi terhadap diri sendiri yang tanpa disadari sudah ada pada fase membiarkan anak hidup mandiri jauh dari orang tua [1,3,6].

Kapan sebaiknya mencari pertolongan untuk kondisi sindrom sarang kosong?

Sebenarnya tidak ada yang salah dengan stres emosional, sebab penderita sindrom sarang kosong bisa merasakan sepenuhnya apa yang ingin dirasakan [6].

Namun ketika perasaan stres dan sedih terlalu berkepanjangan dan tak ada tanda-tanda membaik, maka hal ini perlu dibantu oleh tenaga profesional dalam hal kesehatan mental [6].

Gejala-gejala depresi yang bisa mencapai 2-3 minggu lebih perlu segera ditangani secara tepat [6].

Bicarakan hal ini dengan pasangan agar pasangan pun dapat mendukung agar penderita memperoleh penanganan dari ahlinya [6].

Penanganan Sindrom Sarang Kosong

Para orang tua dengan sindrom sarang kosong sebenarnya tetap dapat menangani kondisi ini secara benar.

Terdapat beberapa cara sehat yang dapat diupayakan agar gejala sindrom sarang kosong mereda dan hilang.

  • Menerima Perubahan

Untuk mencurahkan segala hal yang dirasakan saat anak mulai meninggalkan rumah, memiliki jurnal dan mencatat segalanya di sana akan sangat membantu [2,6].

Menuliskan apa saja yang dirasakan sekaligus apa yang membuat orang tua bersyukur di sebuah jurnal akan membantu beradaptasi setelah kepergian anak [2,6].

Lama-kelamaan diri sendiri akan dipenuhi perasaan dan pikiran positif; orang tua kemudian mampu menerima perubahan setelah anak meninggalkan rumah [2,6].

  • Menyibukkan Diri

Meski rumah terasa lebih sepi, bukan berarti orang tua dapat merasa kesepian [3,6].

Mencari hal-hal yang menyenangkan dilakukan seperti hobi bisa dilakukan [3,6].

Hobi dan aktivitas menyenangkan yang dilakukan rutin akan membantu menghilangkan kesedihan, kecemasan, dan frustrasi secara perlahan [3,6].

Olahraga, meditasi, permainan di luar ruangan, serta bertemu dengan kerabat atau teman lama juga mampu membantu agar emosi negatif berubah perlahan menjadi positif [6].

  • Merencanakan Liburan atau Jalan-jalan

Jika merasa frustrasi selama di rumah karena suasana yang berbeda setelah anak meninggalkan rumah, coba untuk menyegarkan diri dengan merencanakan sebuah perjalanan liburan [6].

Berada di rumah setelah anak keluar dari rumah mungkin akan terasa berat, oleh sebab itu pergi liburan sejenak bisa membuat perasaan jauh lebih baik [6].

Ketika berlibur dan mengunjungi beberapa tempat, lingkungan yang baru dapat menyegarkan hati sekaligus pikiran [6].

  • Menjaga Hubungan dengan Anak

Sekalipun terpisah cukup jauh dari anak, para orang tua tetap dapat menghubungi anak secara rutin [2,3,6].

Dengan kecanggihan teknologi zaman sekarang, baik itu melalui surel, telepon, pesan, atau bahkan panggilan video semua sangat mungkin dilakukan [2,6].

Bahkan jika memungkinkan, orang tua bisa berkunjung ke tempat baru sang anak [6].

Namun, pastikan agar menjaga kontak dengan anak tidak dilakukan secara berlebihan; hal ini justru memicu ketergantungan kepada anak secara emosional [6].

  • Membangun Hubungan Lebih Romantis Bersama Pasangan

Ketika anak-anak meninggalkan rumah, bagi orang tua sang anak yang masih memiliki pasangan tak ada salahnya untuk membangun kembali romantisme dalam hubungan [3,6].

Seringkali untuk para pasangan suami istri hal ini adalah tantangan besar karena selama ini fokus terletak lebih besar pada anak [3,6].

Saat anak sudah keluar dari rumah demi menjalani hidup barunya, orang tua dapat menggunakan kesempatan ini untuk menghabiskan waktu berdua [3,6].

Kencan atau liburan bersama dapat membentuk ikatan yang jauh lebih kuat dan erat [3,6].

Bahaya Sindrom Sarang Kosong

Sindrom sarang kosong bukan sekadar kecemasan dan kesedihan biasa, kondisi ini dapat mengalami kondisi lebih buruk apabila perasaan dan stres emosional tidak segera ditangani.

Beberapa kondisi yang tergolong sebagai bahaya dari sindrom sarang kosong adalah [6] :

  • Kesedihan berkepanjangan
  • Rasa bersalah terus-menerus
  • Rasa cemas terus-menerus
  • Isolasi sosial (mengisolasi diri) dan enggan berinteraksi dengan orang lain
  • Rasa bosan terus-menerus
  • Stres berkepanjangan
  • Kehilangan tujuan dalam segala hal di mana hal ini mampu memengaruhi kualitas hidup secara negatif
  • Depresi
  • Rasa tidak aman secara terus-menerus

Tidak hanya seorang ibu, seorang ayah atau bahkan kedua orang tua berpotensi mengalami sindrom sarang kosong berikut bahaya komplikasinya jika tak segera mencari penanganannya.

fbWhatsappTwitterLinkedIn

Add Comment