Daftar isi
Vaskulitis merupakan sebuah kondisi ketika pembuluh darah mengalami peradangan yang kemudian menyebabkan dinding pembuluh darah menebal atau menyempit [1,2,3].
Tidak hanya menjadi lebih tebal atau sempit, perubahan pembuluh darah juga dapat meliputi munculnya bekas luka serta pelemahan.
Jika salah satu atau lebih hal tersebut terjadi pada dinding pembuluh darah, otomatis organ dan jaringan tubuh ikut terpengaruh dan mengalami kerusakan.
Pembuluh darah yang dindingnya menyempit, menebal, melemah, atau bahkan timbul bekas luka akan menghambat aliran darah yang seharusnya berjalan normal.
Vaskulitis sendiri diketahui terklasifikasi menjadi beberapa jenis kondisi, ada yang menyerang banyak organ tubuh, namun ada pula yang memengaruhi salah satu organ saja (kulit, mata atau otak saja).
Tinjauan Vaskulitis merupakan kondisi menyempit, melemah atau menebalnya dinding pembuluh darah karena terjadi peradangan pada pembuluh darah.
Vaskulitis terdiri dari beberapa jenis kondisi, mulai dari yang paling umum hingga paling jarang dijumpai.
Ada pula jenis-jenis vaskulitis yang bergejala ringan sehingga tanpa pengobatan sekalipun tetap dapat sembuh.
Namun, ada pula jenis vaskulitis dengan gejala yang sangat serius sehingga organ vital pada tubuh dapat terkena dampaknya.
Beberapa jenis vaskulitis diketahui berjangka panjang atau kronis, namun ada juga yang akut atau hanya dalam jangka pendek [1,2,3,4].
Belum diketahui pasti penyebab vaskulitis secara jelas, namun pada beberapa kasus dan jenis kondisinya, faktor genetik diduga kuat menjadi penyebabnya [1].
Sementara itu, sejumlah jenis vaskulitis lainnya berkaitan dengan gangguan imun di mana sistem kekebalan tubuh justru secara keliru menyerang balik pembuluh darah [3,5].
Di bawah ini merupakan deretan kemungkinan pemicu reaksi sistem imun yang salah [1,3,4,7] :
Seperti telah dijelaskan juga sebelumnya, pembuluh darah yang mengalami peradangan akan membuat dinding atau lapisan pembuluh darah menebal, menyempit, terbentuk bekas luka, hingga melemah.
Hal ini kemudian akan mengganggu proses aliran darah sehingga kadar aliran darah berkurang karenanya.
Sebagai akibatnya, organ dan jaringan tubuh terkena dampak buruknya karena tak memperoleh cukup nutrisi dan oksigen yang biasanya dibawa oleh darah secara memadai.
Vaskulitis pada dasarnya dapat terjadi pada siapa saja tanpa memandang usia, jenis kelamin, maupun ras [1].
Namun, terdapat sejumlah faktor risiko yang tetap perlu diketahui dan diwaspadai seperti berikut [1,3,4,7] :
Tinjauan Belum diketahui jelas penyebab vaskulitis, namun faktor genetik dan faktor gangguan autoimun menjadi faktor yang diduga kuat menjadi pemicunya.
Penderita vaskulitis dapat mengalami sejumlah gejala dan berikut adalah gejala-gejala umum yang ditimbulkan oleh kondisi vaskulitis [1,3] :
Menurut jenisnya, gejala vaskulitis pun dapat berbeda-beda yang juga tentunya lebih spesifik.
Kondisi ini ditandai dengan kaki dan tangan yang terasa nyeri akibat radang [4].
Pembuluh darah di kaki dan tangan penderita juga mengalami bekuan darah sehingga rasa nyerinya lebih serius.
Kondisi ini ditandai dengan demam, hipertensi/tekanan darah tinggi, nafsu makan turun, nyeri pada sendi, sakit kepala, kelemahan denyut nadi, gangguan penglihatan, hingga keringat berlebih setiap malam [7].
Kondisi ini ditandai dengan ruam pada mata, ruam pada kulit, dan demam [8].
Pembengkakan pada bagian tangan dan kaki juga dapat terjadi.
Kondisi ini ditandai dengan timbulnya tukak di bagian kelamin dan mulut (mirip dengan jerawat) serta peradangan mata akibat pembuluh vena dan arteri mengalami radang [9].
Kondisi ini ditandai dengan timbulnya ruam kulit, kelelahan, masalah ginjal, darah tinggi, nyeri sendi dan otot, serta nyeri pada perut setiap sehabis makan [10].
Kondisi ini ditandai dengan ruam pada kulit, penurunan berat badan, demam, batuk, gangguan buang air kecil, serta nyeri di bagian otot dan perut [11].
Kondisi ini ditandai dengan buang air kecil berdarah, nyeri sendi dan perut, dan ruam yang timbul di kaki bawah serta bokong [12].
Keluhan gejala timbul karena pembuluh darah kapiler pada ginjal, usus, sendi dan kulit mengalami bengkak.
Kondisi ini ditandai dengan batuk darah, mimisan, infeksi sinus, dan juga sumbatan pada hidung [13].
Kondisi ini ditandai dengan timbulnya ruam pada kulit, kesemutan dan rasa kebas di beberapa area tubuh akibat keabnormalan protein pada aliran darah [14].
Tubuh penderita juga akan lemas ditambah dengan sendi yang terasa nyeri.
Kondisi ini ditandai dengan nyeri pada rahang maupun kulit kepala, sakit kepala, hingga gangguan penglihatan [15].
Pada beberapa kasus, giant cell arteritis pun mampu mengakibatkan penderitanya kehilangan penglihatan karena pembuluh darah arteri di kepala yang mengalami pembengkakan.
Kondisi ini ditandai dengan timbulnya bintik-bintik merah pada permukaan kulit [16].
Umumnya, kulit yang diserang bintik ini adalah kulit tungkai bawah.
Kondisi ini ditandai dengan warna kulit yang berubah, nyeri pada saraf, serta keluhan-keluhan yang menyerupai gejala rinitis alergi dan asma [17].
Hanya saja, kondisi sindrom Churg-Strauss sendiri sangat jarang dijumpai.
Tinjauan Gejala vaskulitis tergantung dari jenis kondisinya, namun secara umum gejala meliputi berat badan turun, kebas, ruam kulit, kelelahan, berkeringat setiap malam, pegal-pegal, sakit kepala hingga demam.
Ketika memeriksakan diri ke dokter setelah timbul gejala yang dicurigai sebagai kondisi vaskulitis, untuk memastikannya dokter akan menerapkan sejumlah metode diagnosa.
Berikut ini adalah beberapa metode pemeriksaan yang umumnya dilakukan :
Dokter akan memeriksa fisik pasien lebih dulu, disertai dengan mengecek riwayat medis pasien [1,3,18].
Dokter perlu mengetahui riwayat medis pasien dan keluarga pasien serta riwayat penggunaan obat yang berpotensi menyebabkan gejala vaskulitis.
Jika diperlukan, sejumlah tes penunjang masih perlu pasien tempuh supaya dokter dapat menegakkan diagnosa.
Tes penunjang yang kiranya direkomendasikan dokter adalah tes urine di mana dokter akan menganalisa sampel urine pasien [18].
Dari hasil pemeriksaan tes urine, dokter akan mengetahui apakah terdapat sel-sel darah merah di dalam urine.
Bahkan urine pasien berpotensi mengandung protein yang berlebih.
Tes darah adalah tes penunjang yang juga akan membantu dokter mengidentifikasi tanda-tanda peradangan di dalam tubuh pasien [18].
Hitung darah lengkap adalah metode pemeriksaan darah yang bertujuan mengetahui kadar sel darah merah serta mendeteksi antibodi tertentu.
Pada prosedur pemeriksaan ini, dokter menggunakan selang kateter fleksibel yang menyerupai sedotan [1,3,18].
Alat ini akan dimasukkan ke arteri atau vena besar dan melalui kateter ini dokter akan memasukkan juga cairan khusus melalui suntikan ke kateter tersebut.
Hasil pemeriksaan menggunakan sinar-X dapat memberikan gambaran kondisi pembuluh darah tampak lebih jelas dan detail dengan bantuan cairan tersebut.
Tes pemindaian juga dokter akan terapkan bila diperlukan, yaitu meliputi CT scan, MRI scan, dan PET scan [1,3].
Melalui pemeriksaan ini, dokter akan mengetahui seperti apa dinding pembuluh darah pasien dan mampu mendeteksi adanya gangguan dalam bentuk apapun.
Metode pemeriksaan dengan mengambil sampel jaringan tubuh pasien yang mengalami radang atau infeksi dapat membantu penegakan diagnosa [1,3,18].
Dari hasil biopsi akan semakin dapat dipastikan apakah pasien mengalami vaskulitis.
Tinjauan Pemeriksaan fisik, pemeriksaan riwayat kesehatan, tes urine, tes darah, tes pemindaian dan biopsi adalah metode diagnosa yang diterapkan dokter untuk kasus vaskulitis.
Umumnya, vaskulitis yang terjadi karena reaksi alergi tidak memerlukan pengobatan apapun karena dapat sembuh dengan sendirinya.
Namun biasanya, hasil diagnosa dan tingkat keparahan kondisi pasien adalah faktor penentu pengobatan yang sesuai untuk pasien vaskulitis.
Dokter juga akan menentukan perawatan yang tepat setelah mengetahui organ tubuh mana saja yang terpengaruh.
Metode pengobatan untuk penderita vaskulitis meliputi pemberian obat-obatan serta prosedur operasi, tergantung seperti apa kondisi pasien.
Dokter dapat meresepkan beberapa jenis obat dengan dosis yang juga akan disesuaikan dengan kebutuhan kondisi pasien, yaitu :
Obat golongan kortikosteroid yang biasanya diresepkan antara lain adalah methylprednisone atau prednisone, namun tidak untuk penggunaan jangka panjang [3,5,18].
Osteoporosis dan diabetes adalah efek samping dari penggunaan obat kortikosteroid jangka panjang, maka dokter biasanya memberikan dosis rendah apabila pasien perlu mengonsumsi jangka panjang.
Dokter kemungkinan juga akan meresepkan obat golongan imunosupresan selain kortikosteroid [1,3,18].
Obat ini bertujuan utama sebagai penekan respon sistem imun yang menimbulkan gangguan pembuluh darah hingga terjadi kerusakan.
Obat yang diresepkan antara lain adalah azathioprine atau cyclophosphamide.
Namun terkadang, beberapa pasien vaskulitis juga perlu menggunakan rituximab.
Apabila aneurisma terjadi pada pasien akibat vaskulitis, maka prosedur bedah akan direkomendasikan oleh dokter [4].
Penyempitan arteri yang umumnya dapat menghambat peredaran darah juga perlu diatasi dengan langkah operasi.
Tindakan bedah bertujuan untuk mengembalikan kondisi pembuluh darah dan melancarkan kembali aliran darah ke seluruh tubuh.
Tinjauan Vaskulitis umumnya ditangani melalui pemberian obat-obatan dan prosedur bedah bila memang diperlukan.
Tingkat keparahan gejala dan jenis vaskulitis merupakan faktor yang menentukan seberapa besar risiko komplikasi pasien.
Terlebih ketika gejala semakin berkembang namun tidak segera mendapatkan perawatan, beberapa komplikasi mampu mengancam jiwa pasien [1,18].
Tinjauan Infeksi, kehilangan penglihatan, aneurisma, hingga kerusakan organ serius dapat menjadi komplikasi berbahaya bagi penderita vaskulitis.
1. Shraddha Jatwani & Amandeep Goyal. Vasculitis. National Center for Biotechnology Information; 2020.
2. Richard A Watts & David G I Scott. Epidemiology of the vasculitides. Seminars in Respiratory and Critical Care Medicine; 2004.
3. Takahiro Okazaki, MD, PhD, Shoshi Shinagawa, MD, & Hidenori Mikage, MD. Vasculitis syndrome—diagnosis and therapy. Journal of General and Family Medicine; 2017.
4. Perttu ET Arkkila. Thromboangiitis obliterans (Buerger's disease). Orphanet Journal of Rare Diseases; 2006.
5. Cornelia M. Weyand, M.D., Ph.D. & Jörg J. Goronzy, M.D., Ph.D. Immune Mechanisms in Medium and Large Vessel Vasculitis. HHS Public Access; 2014.
6. Tanaz A. Kermani, MD,2 Kenneth J. Warrington, MD, & Shreyasee Amin, MD, MPH. Malignancy Risk in Vasculitis. Therapeutic Advances in Musculoskeletal Disease; 2011.
7. Brad Trinidad; Natalya Surmachevska & Vasimahmed Lala. Takayasu Arteritis. National Center for Biotechnology Information; 2020.
8. Janelle R Cox, MD & Robert E Sallis, MD. Recognition of Kawasaki Disease. The Permanente Journal; 2009.
9. Abdullah Adil; Amandeep Goyal; Pankaj Bansal; & Jessilin M. Quint. Behcet Disease. National Center for Biotechnology Information; 2020.
10. Monica Stanton & Vivekanand Tiwari. Polyarteritis Nodosa. National Center for Biotechnology Information; 2020.
11. Vardhmaan Jain & Vivekanand Tiwari. Microscopic Polyangiitis. National Center for Biotechnology Information; 2019.
12. Porsha Roache-Robinson & David T. Hotwagner. Henoch Schonlein Purpura (Anaphylactoid Purpura, HSP). National Center for Biotechnology Information; 2020.
13. Priyatha Garlapati & Ahmad Qurie. Granulomatosis with Polyangiitis (GPA, Wegener Granulomatosis). National Center for Biotechnology Information; 2020.
14. Jenish Bhandari; Mashal Awais; & Narothama R. Aeddula. Cryoglobulinemia. National Center for Biotechnology Information; 2020.
15. Anne Winkler, MD & David True, DO. Giant Cell Arteritis: 2018 Review. Missouri Medicine; 2018.
16. Dana Baigrie; Pankaj Bansal; Amandeep Goyal; & Jonathan S. Crane. Leukocytoclastic Vasculitis (Hypersensitivity Vasculitis). National Center for Biotechnology Information; 2020.
17. Rebanta K. Chakraborty & Narothama R. Aeddula. Churg Strauss Syndrome (Allergic Granulomatosis). National Center for Biotechnology Information; 2020.
18. E Suresh. Diagnostic approach to patients with suspected vasculitis. Postgraduate Medical Journal; 2006.