Somniphobia : Penyebab, Gejala dan Penanganan

√ Scientific Base Pass quality & scientific checked by redaction team, read our quality control guidelance for more info

Apa Itu Somniphobia?

Somniphobia merupakan salah satu jenis fobia spesifik ketika seseorang mengalami rasa takut berlebihan dan irasional akan jatuh tertidur [1,4,5,6].

Fobia ini juga dikenal dengan istilah lain, seperti kecemasan tidur, clinophobia, atau hypnophobia yang intinya penderita takut tertidur [1,4,5,6].

Somniphobia memberikan efek yang hampir sama dengan fobia spesifik lainnya, yakni terhambat dan terganggunya rutinitas sehari-hari [1,4,5,6].

Tinjauan
Somniphobia adalah rasa takut tidur yang berlebihan disertai kecemasan intens yang mampu berakibat pada gangguan kesehatan dan aktivitas sehari-hari nantinya jika dibiarkan.

Penyebab Somniphobia

Fobia pada dasarnya dialami oleh seseorang karena adanya sejumlah faktor risiko.

Belum diketahui pasti dan jelas apa penyebab fobia spesifik dapat terjadi, namun beberapa faktor berikut kerap dikaitkan terutama dengan somniphobia :

  • Faktor Genetik

Seseorang yang memiliki anggota keluarga dengan riwayat gangguan mental, fobia, gangguan kecemasan atau depresi berpeluang lebih besar mengalami kondisi serupa [1,2,3].

  • Pengalaman Traumatis

Somniphobia dapat pula disebabkan oleh pengalaman tak menyenangkan di masa lalu [1,2,3].

Takut tertidur dapat dikarenakan adanya sesuatu yang buruk terjadi ketika mereka sedang terlelap [1].

Salah satu contohnya adalah mendengar atau melihat orang di sekitarnya meninggal sewaktu tidur [1].

Atau, bisa jadi penderita somniphobia pernah mengalami kejadian penyerangan saat ia tidur dan sebagainya.

  • Buku atau Film Horor

Somniphobia dapat terjadi pada siapapun, namun pada anak-anak, mereka akan takut untuk tertidur bila membaca buku atau menonton film horor [1].

Efek menyeramkan dari buku atau film tersebut akan membuat anak takut dihantui oleh makhluk-makhluk mengerikan [1].

Tak hanya pada anak, orang dewasa sekalipun kemungkinan ada yang mengalami hal serupa [1].

  • Parasomnia

Penderita somniphobia dengan riwayat parasomnia dapat mengalami ketakutan berlebih untuk terlelap karena khawatir dapat melakukan hal-hal berbahaya [4].

Parasomnia sendiri adalah gangguan tidur di mana seseorang mengalami gejala tak wajar pada perilaku, gerakan tubuh, mimpi, hingga persepsi baik saat akan tidur, sedang tidur, maupun bangun tidur [4].

Oleh karena itu, somniphobia dapat dialami penderita parasomnia karena takut akan berperilaku yang merugikan dirinya sendiri maupun orang di sekitarnya [4].

  • Mimpi Buruk

Gangguan mimpi buruk bisa jadi penyebab lain dari somniphobia. Jika mimpi buruk terjadi terlampau sering dan seperti nyata, maka hal ini akan membuat seseorang takut untuk tidur [1,4,5].

Adegan dalam mimpi yang terekam akan kembali muncul dalam benak berulang kali sehingga memejamkan mata untuk terlelap menjadi lebih sulit [1,4,5].

Ketakutan untuk tidur lebih besar daripada biasanya karena cemas terhadap mimpi buruk yang dapat terulang [1,4,5].

Penyebab lain dari somniphobia kemungkinan besar adalah sleep paralysis atau kelumpuhan tidur [1,4,5].

Hal seperti ini dapat begitu mengerikan ketika mengalaminya karena terjaga dengan tubuh yang sama sekali tak bisa digerakkan [1,4,5].

Jika episode seperti ini berulang kali terjadi, tentu kondisi ini menjadikan rasa takut untuk tidur terus meningkat, terutama bila setiap kelumpuhan tidur timbul juga halusinasi seperti mimpi buruk [1,4,5].

  • Ketakutan Terhadap Kematian

Ketakutan terhadap kematian akan membuat orang enggan untuk tidur. Ini karena mereka takut tak lagi bisa bangun karena terpikir akan mati saat sudah dalam kondisi lelap [1].

  • Gangguan Kecemasan

Risiko para pemilik riwayat gangguan kecemasan lebih tinggi dalam mengalami somniphobia maupun jenis fobia lainnya [1,2,3,4,5,6].

Karena selalu terbayang skenario buruk di dalam benak setiap malam dan setiap hendak tidur, pada akhirnya rasa takut yang menghantui lebih besar [1,2,3,4,5,6].

Gangguan stres pasca trauma termasuk kondisi gangguan mental yang dialami oleh seseorang karena pengalaman sebagai saksi dari terjadinya kejadian buruk [1,4,5,6].

Mereka yang juga mengalami sendiri kejadian tak menyenangkan berpotensi besar menderita gangguan stres pasca trauma yang juga dikaitkan dengan berulang kalinya mendapat mimpi buruk [1,4,5,6].

Tak hanya itu, risiko somniphobia pun semakin tinggi dengan stres pasca trauma ini [1,4,5,6].

Tinjauan
Beberapa faktor yang mampu menyebabkan somniphobia adalah genetik, PTSD, pengalaman traumatis, parasomnia, gangguan kecemasan, sleep paralysis, mimpi buruk, dan buku atau film horor.

Gejala Somniphobia

Seperti pada kondisi fobia spesifik lain, somniphobia dapat menyebabkan sejumlah gejala perilaku, gejala fisik, dan gejala psikologis.

Berikut ini adalah sejumlah gejala fisik yang terjadi ketika sudah saatnya untuk tidur atau bahkan ketika membayangkan situasi akan tidur [1,2,3,4,5,6].

  • Gangguan pencernaan
  • Mual
  • Dada terasa sesak
  • Tubuh berkeringat
  • Tubuh menggigil
  • Detak jantung lebih cepat
  • Gangguan pernafasan
  • Pada anak dengan kondisi somniphobia, anak akan menjadi lebih rewel, sering menangis, menolak untuk tidur, tidak ingin berpisah dengan orang tua atau pengasuhnya.

Selain gejala fisik, beberapa gejala psikologis dan perilaku ini pun nampak dari penderita somniphobia [1,2,3,4,5,6].

  • Memikirkan tidur saja akan menyebabkan rasa cemas dan takut yang berlebihan.
  • Setiap mendekati waktu tidur, stres akan meningkat.
  • Seranngan panik setiap kali akan tidur.
  • Menghindari tidur dan akan berusaha tetap terjaga selama mungkin.
  • Mengalami penurunan daya ingat dan konsentrasi.
  • Suasana hati mudah berubah dengan cepat (mood swing).
  • Mudah tersinggung dan mudah marah.
  • Karena ketakutan dan kecemasan berlebih disertai kurang tidur, performa harian ketika beraktivitas akan menurun.

Meskipun penderita somniphobia sekalinya dapat tertidur, istirahatnya tidak akan terlalu nyaman dan panjang [1].

Mereka akan mudah dan sering terbangun sekalipun sudah bisa terlelap sehingga kualitas tidur pun tetap tergolong buruk [1].

Bahkan ketika terbangun, biasanya penderita somniphobia akan sulit untuk tertidur kembali [1].

Sebagai distraksi dan memudahkan diri untuk terlelap, umumnya penderita somniphobia akan menyalakan televisi atau musik [1].

Namun, ada pula yang justru menggunakan alkohol untuk bisa merasa lebih tenang, menghilangkan rasa takut, dan mempercepat tidur [1].

Tinjauan
Gejala fisik, psikologis dan perilaku somniphobia umumnya meliputi tubuh gemetaran, sesak nafas, mual, berkeringat, pusing, menghindari tidur terus-menerus, cemas dan takut berlebihan, bahkan hingga serangan panik.

Pemeriksaan Somniphobia

Apabila gejala-gejala somniphobia mulai dirasakan, pastikan untuk memeriksakannya segera.

Mengunjungi dokter ahli kesehatan mental akan membantu memberikan diagnosa yang lebih akurat.

Evaluasi psikologis perlu ditempuh oleh pasien dalam hal ini untuk mengetahui jenis kondisi yang diderita.

Dengan panduan kriteria diagnostik DSM-5 (Diagnostic and Statistical Manual 5th Edition), kondisi fobia spesifik dapat terdiagnosa [1].

Berikut ini adalah kriteria pasien dengan gangguan mental, khususnya fobia spesifik menurut DSM-5 [1,7].

  • Pasien memiliki rasa takut berlebihan, intens, dan irasional.
  • Reaksi pasien lebih dari seharusnya karena seperti berada dalam situasi yang paling berbahaya ketika dihadapkan pada waktu tidur atau pemikiran tentang tidur.
  • Pasien cenderung menghindari tidur secara terus-menerus.
  • Pasien mengalami masalah di sekolah, pekerjaan hingga dalam hubungan dengan orang lain karena kurangnya kualitas tidur, kecemasan dan ketakutan persisten, serta kondisi fisik sekaligus emosional yang negatif.
  • Pasien setidaknya mengalami gejala yang mengarah pada somniphobia ini selama 6 bulan.
  • Gejala-gejala yang terjadi tidak disebabkan oleh gangguan mental lain yang memiliki gejala serupa.

Psikolog atau psikiater pun perlu mengetahui kondisi apa saja yang mampu memicu gejala pasien dan bagaimana cara pasien dalam menghadapi rasa cemas dan ketakutannya [8].

Pasien juga dapat menginformasikan kepada terapis mengenai hal apa saja yang mampu memperburuk gejala maupun yang membuatnya lebih baik [8].

Jika terdapat masalah-masalah yang selama ini menjadi beban pikiran, dapat pula dibagikan dengan terapis agar terapis dapat mengetahui apa yang bisa dilakukan untuk menangani kondisi pasien [8].

Informasi tentang riwayat pengobatan juga perlu pasien sampaikan untuk terapis dapat mengetahui apakah pengobatan yang diterima pasien memberikan efek tertentu [8].

Tinjauan
Pemeriksaan atau evaluasi psikologis perlu dilakukan berdasarkan kriteria DSM-5; pasien yang memenuhi kriteria tersebut akan didiagnosa dengan somniphobia.

Penanganan Somniphobia

Penanganan somniphobia menggunakan metode-metode penanganan yang biasa dipakai untuk pasien fobia spesifik lainnya.

Psikoterapi, penggunaan obat-obatan serta perubahan gaya hidup adalah penanganan umum yang diberikan kepada pasien.

  • Terapi Perilaku Kognitif

Terapi perilaku kognitif adalah sebuah metode penanganan untuk gangguan mental tertentu, termasuk fobia spesifik dengan mengubah reaksi, perilaku dan pikiran negatif pasien tentang tidur menjadi lebih positif [1,4,5,6].

Terapis membantu pasien dalam memahami dan mengidentifikasi akar masalah penyebab ketakutan dan kecemasan berlebih terhadap tidur [1,4,5,6].

Dengan mengetahuinya, kondisi ini diharapkan lebih mudah penanganannya [1].

Terapis umumnya akan menentukan waktu tidur untuk pasien yang meliputi waktu tidur sekaligus waktu bangun yang harus diikuti oleh pasien [1].

Terapis akan membantu pasien meningkatkan pola tidur yang semula buruk menjadi jauh lebih baik bersama dengan penanganan gejala kecemasan [1].

Terapi eksposur atau pemaparan adalah metode penanganan di mana terapis mengekspos pasien kepada hal yang paling membuatnya takut dan cemas [1,2,3,4,5,6].

Dalam hal ini, terapis menggunakan teknik relaksasi ketika mengajak pasien berdiskusi tentang rasa takut yang dihadapi pasien selama ini [1,4,5,6].

Pasien akan diajak secara perlahan membayangkan bagaimana jika ia tidur di malam hari dengan harapan hal ini membuat rasa cemas berkurang [1,4,5,6].

Penggunaan gambar dan video seringkali terapis lakukan, yakni dengan menunjukkan gambar atau video orang-orang yang sedang tertidur nyenyak dan nyaman [1,4,5,6].

Ketika rasa takut dan cemas berhasil sedikit demi sedikit dikurangi, terapis akan mendukung pasien untuk belajar tidur siang (tentu dengan pendampingan di awal) [1].

Jika memang diperlukan, pasien dapat melatih diri untuk tidur barang sejenak bersama dengan terapis di ruangan yang sama; terapis akan terus terjaga selama pasien tidur [1].

  • Obat-obatan

Pemberian obat-obatan seperti beta blockers, antidepresan, dan benzodiazepine juga dilakukan oleh terapis untuk mengurangi gejala kecemasan dan tekanan darah tinggi pasien [1,2,4,5,6].

Penggunaan obat-obat ini pun dapat pasien lakukan bersama dengan penempuhan psikoterapi.

  • Tidur Jangka Pendek

Dokter kemungkinan akan merekomendasikan pula tidur jangka pendek kepada pasien [1].

Pasien akan dituntun perlahan untuk bisa memperoleh tidur yang baik walau hanya sebentar [1].

Metode ini pun akan dilakukan bersamaan dengan terapi penanganan fobia lainnya [1].

  • Perubahan Pola Hidup

Selama pemulihan, pasien juga perlu memperbaiki pola hidupnya yang bisa dimulai dari perubahan pola diet dan olahraga [9,10,11,12,13].

Mengonsumsi makanan sehat bernutrisi tinggi, rajin berolahraga (setidaknya 3 kali seminggu), meditasi, melatih pernafasan dan mengurangi kafein dapat membantu menjaga kesehatan mental [9,10,11,12,13].

Tinjauan
Psikoterapi (terapi perilaku kognitif dan terapi eksposur), obat-obatan anticemas, dan perubahan pola hidup dapat menangani somniphobia.

Komplikasi Somniphobia

Ketika gejala somniphobia tidak segera mendapat penanganan yang tepat, kondisi akan memburuk dan menyebabkan sejumlah komplikasi berbahaya, seperti [14] :

  • Penurunan kualitas tidur
  • Melemahnya daya tahan tubuh
  • Lebih mudah terjangkit penyakit
  • Tidak fokus selama beraktivitas
  • Tubuh lebih cepat lelah

Pencegahan Somniphobia

Karena somniphobia memiliki kaitan dengan sejumlah kondisi gangguan mental, jika memiliki salah satunya, maka penderita diharapkan menangani secepat mungkin.

Penanganan gangguan mental tertentu secara dini akan membantu meminimalisir risiko somniphobia.

Namun pada dasarnya, sulit untuk mencegah agar somniphobia sama sekali tidak terjadi, terutama jika hal ini berhubungan dengan faktor genetik.

Deteksi gejala dan penanganan dini akan membantu pasien dalam menurunkan risiko komplikasi berbahaya di kemudian hari.

Tinjauan
Hingga kini belum ada cara mencegah agar fobia spesifik tidak terjadi; namun bila beberapa kondisi gangguan kesehatan mental terkait somniphobia dialami, segera tangani untuk meminimalisir risiko somniphobia.
fbWhatsappTwitterLinkedIn

Add Comment