Daftar isi
Apa Itu Agrafia ?
Agrafia merupakan suatu kondisi di mana seseorang tidak mampu atau kehilangan kemampuan menulis atau mengeja kata setelah mengalami kerusakan otak [1].
Agrafia ini adalah kondisi yang mungkin terjadi dengan disertasi deficit neurologis lain seperti aleksia, apraksia maupun pengabaian hemispatial [2].
Secara umum, ketika menulis, seseorang mengalami beberapa proses seperti pengetahuan huruf, membentuk kata, koordinasi gerakan untuk menulis huruf hingga terbentuk kata yang berurutan [2].
Kerusakan otak dapat mempengaruhi proses tersebut, sehingga menimbulkan Agrafia yang jenisnya beragam [2].
Jenis Agrafia
Jenis Agrafia beragam bergantung pada bagian atau area otak yang mengalami kerusakan. Adapun sejauh ini, jenis Agrafia dapat dikelompokkan dalam dua kategori besar sebagai berikut [3]:
Agrafia Sentral
Agrafia sentral atau juga disebut sebagai Agrafia tengah merupakan suatu kondisi di mana kemampuan menulis hilang akibat disfungsi dalam bahasa, visual, atau pusat motorik otak.
Orang dengan Agrafia tengah mungkin akan cenderung sering melakukan kesalahan ejaan, atau memiliki sintaksis yang bermasalah. Adapun bentuk spesifik dari Agrafia sentral antara lain [3]:
- Agrafia Dalam
Agrafia dalam merupakan suatu kondisi di mana terjadi kehilangan kemampuan (ortografi) mengingat dan mengeja kata yang disebabkan oleh cedera pada lobus parietal kiri otak.
Dengan kata lain penderita Agrafia dalam ini mungkin akan mengalami kesulitan mengingat ejaan kata sekaligus kesulitan membunyikan kata.
Seseorang yang menderita Agrafia dalam mungkin juga akan sering melakukan kesalahan semantik, seperti menulis pelaut bukan laut.
- Alexia Dengan Agrafia
Agrafia yang menyertai alexia merupakan suatu kondisi yang dapat membuat seseorang kehilangan kemampuan menulis dan membaca.
Seseorang dengan kondisi ini bisa membunyikan kata, namun tidak dapat mengakses ortografis huruf-huruf yang menyusun kata.
- Agrafia Leksikal
Agrafia leksikal merupakan suatu kondisi di mana kemampuan seseorang mengejak kata yang tidak dieja secara fonetis menghilang. Dengan kata lain, seseorang dengan Agrafia leksikal mungkin tidak akan bisa mengeja kata yang tidak beraturan.
- Agrafia Fonologis
Berbeda dengan Agrafia leksikal, Agrafia fonologis merupakan suatu kondisi di mana seseorang kehilangan kemampuan mengucapkan kata.
Seseorang yang menderita Agrafia fonologis ini umumnya akan lebih banyak mengandalkan ejaan yang dihafal.
Agrafia Perifer
Agrafia perifer merupakan suatu kategori kedua, di mana Agrafia mengacu pada hilangnya kemampuan menulis akibat kerusakan otak dan melibatkan hilangnya kemampuan kognitif dalam membentuk kata-kata.
Berikut ini merupakan bentuk-bentuk Agrafia yang masuk dalam kategori Agrafia perifer [3]:
- Agrafia Apraksia
Agrafia apaksia merupakan Agrafia murni, di mana kemampuan menulis seseorang hilang namun tetap bisa bicara dan membaca. Agrafia apraksia ini disebabkan oleh adanya cedera yang menimbulkan lesi atau pendarahan di beberapa area termasuk [3]:
- Lobus frontal
- Lobus parietal
- Lobus temporal otak
- Thalamus
Seseorang yang mengalami Agrafia apraksia ini akan kehilangan akses ke area otak yang berhubungan dengan perencaan gerakan untuk menulis huruf.
- Agrafia Visuospasial
Agrafia visuospasial merupakan suatu kondisi di mana seseorang kehilangan kemampuan untuk menjaga tulisan tangannya tetap horizontal.
Orang dengan Agrafia jenis ini mungkin akan menuliskan “la msomeb doy” ketika ingin menulis “I am someone”. Artinya, ada huruf yang hilang atau huruf yang berbeda karena gorean hurufnya berbeda dari yang diinginkan.
Agrafia jenis ini diketahui berhubungan dengan adanya kerusakan yang terjadi pada otak sebelah kanan.
- Agrafia Reiteratif
Agrafia reiterative merupakan suatu gangguan menulis yang menyebabkan seseorang mengulang huruf atau kata yang dituliskan.
- Agrafia Diseksekutif
Agrafia diseksekutif merupakan suatu kondisi yang memiliki kesamaan dengan aphasia dan Agrafia apraksia. Aphasia dalam hal ini adalah suatu kondisi di mana hilangnya kemampuan menggunakan bahasa dalam berbicara.
Agrafia diseksekutif ini diketahui memiliki hubungan dengna penyakit Parkinson atau kerusakan pada lobus frontal otak.
- Agrafia Musik
Agrafia music merupakan jenis Agrafia yang jarang terjadi, di mana cedera otak membuat seseorang menjadi kehilangan kemampuan untuk menulis musik.
Seseorang dengan Agrafia jenis ini, mungkin dapat menulis kata setelah operasi, namun kemampuannya menulis melodi dan ritme tidak dapat pulih.
Gejala Agrafia
Berikut ini merupakan gejala yang mungkin muncul pada orang dengan Agrafia [3]:
- Tidak bisa menulis kata-kata yang bisa dimengerti
- Sering melakukan kesalahan ejaan dalam menulis
- Kesulitan mengingat ejaan kata
- Kesulitan membuyikan kata
- Tidak bisa mengeja kata yang tidak beraturan
- Tidak bisa menggambar bentuk huruf
- Mengulang kata atau huruf
Penyebab Agrafia
Agrafia umumnya disebabkan oleh penyakit atau cedera yang mempengaruhi area otak yang berhubungan dengan proses penulisan. Adapun bagian otak yang dimaksud dapat meliputi [3]:
- Area di sisi otak yang dominan (sisi yang berlawanan dengan tangan dominan)
- Lobus parietal
- Lobus frontal
- Lobus temporal
Secara spesifik berikut merupakan beberapa penyebab paling umum Agrafia [3]:
Stroke merupakan salah penyakit yang mungkin dapat menyebabkan seseorang mengalami Agrafia. Mengingat, stroke dapat mengganggu suplai darah ke area bahasa atau penulisan.
Jika aliran darah ke area otak yang berhubungan dengan proses penulisan terganggu, maka seseorang mungkin akan mengalami kehilangan kemampuan menulis atau disebut juga dengan Agrafia.
Hal ini dibuktikan oleh beberapa penelitian yang menyebutkan bahwa, stroke seringkali menjadi penyebab seseorang mengalami gangguan bahasa atau penulisan.
- Cedera Otak Traumatis
Agrafia dapat juga disebabkan oleh cedera otak traumatis. Cedera otak traumatis menurut CDC dapat berupa benturan, pukulan atau sentakan ke kepala yang mengganggu dan mempengaruhi fungsi otak.
Jika cedera otak traumatis mempengaruhi area otak yang berhubungan dengan proses penulisan atau bahasa, maka Agrafia dapat terjadi.
Oleh karena itu, orang yang mengalami cedera otak traumatis setelah jatuh, kecelakaan maupun olahraga dapat mengalami Agrafia sementara ataupun permanen jika area bahasa terpengaruh.
Agrafia yang memburuk dapat menjadi pertanda awal dari demensia. Selain itu, demensia seperti Alzheimer, diketahui tidak hanya mengakibatkan seseorang kehilangan kemampuan berkomunikasi tertulis, namun juga membaca dan berbicara.
Hal ini dapat terjadi seiring dengan perkembangan kondisi penyakit tersebut, khususnya jika terjadi karena atrofi (penyusutan) area otak yang berhubungan dengan proses bahasa.
- Lesi Yang Kurang Umum
Lesi yang kurang umum atau area jaringan abnormal dalam otak dapat menjadi penyebab Agrafia, khususnya jika mengganggu fungsi bahasa dan proses menulis pada otak. Munculnya lesi di otak berkaitan dengan beberapa penyebab, termasuk [3]:
tumor
- Aneurisma
- Kelainan vena
- Kondisi seperti multiple sclerosis dan stroke
Diagnosis Agrafia
Diagnosis Agrafia mungkin akan dilakukan dengan tiga metode untuk membantu melihat kerusakan area otak yang berhubungan dengan proses bahasa dan menulis. Tiga metode tersebut antara lain [3]:
- Pemindaian computed tomography (CT)
- Pencitraan resonansi magnetik resolusi tinggi (MRI)
- Teknologi emisi positron (PET)
Namun, jika tidak terlihat dengan tes tersebut, maka dokter mungkin akan memberikan beberapa tes, termasuk [3]:
- Tes membaca
- Tes menulis
- Tes Berbicara
Hal ini dimaksudkan agar dokter dapat mengetahui fungsi bahasa mana yang mengalami gangguan, sehingga dapat diketahui juga kemungkinan area yang mengalami cedera [3].
Pengobatan Agrafia
Secara umum, perawatan dalam bentuk terapi wicara dan bahasa (SLT) dan terapi okupasi merupakan pengobatan utama untuk agrafia sentral dan perifer [2].
Perawatan Agrafia perifer lebih luas daripada Agrafia sentral dan tergantung pada jenis atau bentuk agrafia [2].
Penderita Agrafia disarankan menjalani perawatan dengan membaca teks secara berulang-ulang hingga dapat membaca seluruh kata, huruf per hurufnya [3].
Selain itu, latihan membaca ini ternyata juga dapat dilakukan sekaligus dengan latihan ejaan interaktif. Dalam hal ini, perangkat ejaan akan digunakan untuk membantu memperbaiki kesalahan ejaan [3].
Selain itu, terapi untuk Agrafia mungkin juga akan termasuk latihan penglihatan kata, perangkat mnemonik dan anagram. Tidak hanya itu, latihan menulis kalimat disertasi mengeja dan membaca lisan juga dapat mengatasi gejala Agrafia [3].
Mengingat, kesadaran huruf yang mewakili bunyi (grafem) dengan bunyi kata (fonem) akan memiliki hubungan yang kuat ketika latihan tersebut dilakukan [3].
Pengobatan Agrafia akan sangat bergantung pada jenis Agrafia yang dialami. Mengingat, pengobatan dan perawatan Agrafia akan bervariasi bergantung pada lokasi dan penyebab Agrafia [2].
Secara khusus, pengobatan yang mungkin akan disarankan untuk masing-masing pasien Agrafia antara lain [2]:
- Pengobatan Untuk Pasien Dengan Mikrografia Penyakit Parkison
Jika pasien mengalam mikrografia yang disebabkan oleh penyakit Parkinson, maka pengobatan multimodal mungkin akan dilakukan.
Adapun pengobatan multimodal yang dimaksud dapat mencakup beberapa terapi termasuk [2]:
- Stimulasi otak dalam
- Obat Penyakit Parkinson
- Terapi okupasi
- Perangkat ortotik
Perangkat ortotik dalam hal ini berfungsi untuk mengatasi gangguan menulis dengan lebih optimal.
- Pengobatan Untuk Pasien Tumor Dengan Agrafia Sentral
Gejala Agrafia umumnya dapat diatasi dengan mengatasi penyebab yang mendasari maupun faktor risiko yang berpotensi mengembangkan Agrafia.
Jika pasien tumor juga memiliki kondisi yang mengarah pada Agrafia sentral, maka pengobatan dan perawatannya mungkin akan mencakup beberapa metode termasuk [3]:
- Kemoterapi
- Radiasi
- Operasi pembedahan yang sesuai
- Pengobatan Untuk Pasien Agrafia Sentral Karena Stroke
Jika Agrafia sentral disebabkan oleh stroke, maka terapi bicara dan bahasa (SLT) mungkin akan sangat bermanfaat. Dengan demikian, kemampuan menulis seseorang akan meningkat.
Pencegahan Agrafia
Agrafia dapat disebabkan oleh cedera otak traumatis dan penyakit tertentu seperti stroke, demensia maupun lesi. Oleh karena itu, pencegahan terhadap penyebab tersebut adalah hal yang penting dilakukan untuk mencegah Agrafia terjadi [2, 3].
Cedera otak traumatis mungkin dapat dicegah dengan menggunakan alat pelindung ketika berkendara maupun berolahraga. Melakukan gaya hidup sehat juga akan sangat membantu mencegah penyakit seperti stroke.