Algophobia : Penyebab – Gejala – Penanganan

√ Scientific Base Pass quality & scientific checked by redaction team, read our quality control guidelance for more info

Apa Itu Algophobia?

Algophobia adalah sebuah kondisi ketakutan ekstrem atau berlebihan terhadap rasa sakit secara fisik [1,2].

Fobia spesifik ini ditandai dengan rasa panik, khawatir, hingga depresi bahkan ketika hanya membayangkan rasa sakit pada fisiknya [1,2].

Oleh karena itu, biasanya penderita algophobia memiliki sensitivitas lebih tinggi terhadap rasa sakit, terutama pada penderita sindrom nyeri kronis [1,2].

Fakta Tentang Algophobia

Nyeri kronis pada dasarnya merupakan kondisi yang sangat umum dengan prevalensi sekitar 20-50% di seluruh dunia [1].

Nyeri kronis pun menjadi alasan utama dibalik kunjungan dan pemeriksaan diri ke dokter [1].

Namun banyak pula yang belum mengetahui bahwa sekitar 60% lebih penderita nyeri kronis memiliki masalah mental [1].

Beberapa di antaranya mengalami depresi dan/atau gangguan kecemasan di saat yang sama [1].

Penyebab Algophobia

Algophobia sama seperti fobia lainnya di mana penyebab utama belum diketahui jelas.

Namun, tetap terdapat sejumlah faktor yang mampu meningkatkan risiko seseorang mengalami algophobia.

1. Faktor Nyeri Kronis

Para penderita penyakit nyeri kronis memiliki rasa takut, cemas dan panik yang terus meningkat seiring waktu [1].

Menyadarinya atau tidak, seringkali rasa takut tersebut timbul dan berkembang pada penderita nyeri kronis sebagai bentuk proteksi diri mereka terhadap rasa sakit [1].

Ketika memiliki nyeri kronis, penderita kemudian cenderung menghindari segala situasi dan aktivitas yang mampu membuat rasa sakit meningkat atau memburuk [1].

Namun saat penderita merasa takut, tindakan mereka justru melebih-lebihkan ancaman rasa sakit sehingga berisiko mengakibatkan rasa sakit lebih buruk dari yang sebenarnya [1].

Orang dewasa yang lebih tua memiliki risiko lebih tinggi terhadap algophobia sebab rata-rata nyeri kronis harus dihadapi oleh lansia [1].

Berikut ini merupakan jenis kondisi nyeri kronis yang mampu membuat algophobia berkembang dalam diri seseorang [1].

  • Nyeri psikogenik atau rasa sakit yang berkaitan dengan sisi psikologis penderita.
  • Nyeri nosiseptif atau rasa sakit yang disebabkan oleh memar, luka bakar, dan keseleo (cedera pada jaringan tubuh).
  • Nyeri neurogenik atau rasa sakit yang disebabkan oleh gangguan sistem saraf atau kerusakan pada saraf tertentu.
  • Nyeri karena radang, infeksi atau penyakit autoimun.
  • Nyeri yang berkaitan dengan tumor atau kanker.
  • Nyeri muskuloskeletal seperti arthritis atau nyeri punggung.
  • Sakit kepala.

2. Fungsi dan Senyawa Otak

Faktor gangguan fungsi dan senyawa pada otak dapat meningkatkan risiko timbulnya rasa cemas dan takut berlebihan terhadap suatu hal [1,4].

Senyawa pada otak yang berfungsi mengendalikan rasa cemas dan takut juga dapat mengatur bagaimana tubuh menerima dan bereaksi terhadap rasa sakit [1,4].

Ketika terjadi gangguan seperti ketidakseimbangan senyawa, selain ketakutan berlebihan, penderita juga akan mengalami rasa sakit secara berlebihan [1,4].

3. Faktor Genetik

Seperti pada kasus fobia spesifik lainnya, seseorang dengan anggota keluarga beriwayatkan gangguan mental memiliki risiko lebih tinggi menderita gangguan mental serupa [2,3,4].

Gejala Algophobia

Ada beberapa tanda khusus pada penderita algophobia dan merupakan siklus kecemasan serta kesakitan, yakni [1] :

  • Menganggap rasa sakit sebagai ancaman besar. Ketika demikian, penderita akan menganggap hal-hal dan aktivitas-aktivitas sekecil dan sesederhana apapun sebagai hal berbahaya. Terlalu berhati-hati seperti ini pun seringkali justru menjadikan kondisi yang sebenarnya tak terlalu mengancam menjadi sebuah situasi yang sangat buruk.
  • Bereaksi berlebihan terhadap rasa sakit dengan terlalu fokus terhadap kesakitan tersebut. Segala aktivitas yang sebenarnya tak berbahaya dan sensasi alami yang tubuh rasakan akan dianggap sebagai suatu hal yang berbahaya bagi tubuh. Penderita akan merasakan sakit lalu berfokus secara intens terhadap kesakitan itu.
  • Menghindari gerakan tubuh serta aktivitas apapun yang diyakini berpotensi menyebabkan rasa nyeri. Hal ini dapat berkaitan erat dengan ketakutan berlebih atau fobia terhadap rasa sakit karena gerakan tubuh (kinesophobia). Penderita menjadi lebih sulit dan membutuhkan waktu lama untuk benar-benar pulih karena kondisi ini dan bahkan mampu memicu pada masalah kesehatan lain, perburukan rasa sakit, hingga disabilitas tubuh.

Selain dari siklus gejala utama tersebut, beberapa gejala fisik dan psikologis lainnya yang menandakan bahwa seseorang mengalami algophobia adalah [1,2,3,4] :

  • Palpitasi jantung atau detak jantung lebih cepat
  • Gangguan pencernaan
  • Pusing
  • Tubuh menggigil
  • Tubuh gemetaran
  • Tubuh kejang
  • Perut mual
  • Tubuh berkeringat secara berlebihan

Gejala-gejala tersebut akan nampak bahkan ketika seseorang hanya memikirkan atau membayangkan suatu aktivitas yang berisiko menimbulkan rasa sakit [2].

Pemeriksaan Algophobia

Pada dasarnya, takut terhadap rasa sakit tentu dirasakan oleh hampir setiap orang [1].

Banyak orang takut merasakan kesakitan secara fisik, oleh karena itu cukup sulit mendiagnosa algophobia dan membedakannya dari ketakutan biasa [1].

Namun, terapis atau ahli kesehatan mental dan jiwa diperlukan dalam hal ini untuk membantu pasien memastikan bahwa gejala yang dialami mengarah pada algophobia [1,2].

DSM-5 (Diagnostic and Statistical Manual 5th Edition) adalah panduan kriteria yang akan digunakan oleh dokter/terapis untuk memastikan kondisi pasien [2,5].

Bila dari gejala yang pasien alami memenuhi kriteria-kriteria DSM-5 berikut, maka dipastikan bahwa pasien menderita fobia [5].

  • Pasien memiliki ketakutan, kecemasan dan kepanikan irasional dan berlebihan yang bersifat intens.
  • Pasien memiliki respon kecemasan yang sangat berlebihan dan tidak proporsional dengan bahaya yang sesungguhnya.
  • Pasien memiliki kecenderungan menghindari rasa sakit dengan menjauhkan diri dari berbagai situasi dan aktivitas yang berisiko menyebabkan rasa sakit.
  • Pasien mengalami hambatan dalam melakukan kegiatannya sehari-hari karena rasa takut terhadap rasa sakit terlalu berlebihan.
  • Pasien mengalami gejala algophobia setidaknya selama 6 bulan atau lebih.
  • Gejala-gejala yang pasien alami bukan disebabkan oleh gangguan mental lain yang memiliki gejala serupa.

Setelah itu, terapis akan meminta pasien membuat daftar gejala yang selama ini terjadi padanya [6].

Selain gejala fisik dan psikologis, pasien juga diminta membuat daftar pemicu, cara mengatasi ketakutan yang dialami, serta hal-hal dan situasi yang membuat rasa cemas memburuk dan membaik [6].

Agar lebih aman, terapis juga perlu tahu apa saja obat-obatan yang sedang dikonsumsi oleh pasien [6].

Hal ini juga termasuk suplemen seperti vitamin sekaligus juga obat-obat herbal [6].

Penanganan Algophobia

Penanganan algophobia adalah seperti penanganan fobia pada umumnya, yakni melalui psikoterapi, pemberian obat-obatan, dan perubahan pola hidup.

  • Terapi Perilaku Kognitif

Terapi ini dibutuhkan oleh pasien-pasien dengan gangguan kecemasan, fobia dan depresi [1,2].

Terapis pada prosedur terapi ini akan membantu pasien mengidentifikasi masalah yang menyebabkan ketakutan berlebih dalam diri pasien [1,2,6].

Pasien juga akan dibimbing serta diajar memahami akar permasalahan yang menimbulkan reaksi berlebih tersebut [1,2,6].

Melalui terapi perilaku kognitif, terapis akan membantu pasien dalam mengubah reaksi, pikiran, dan perilaku negatif terhadap rasa sakit berubah menjadi lebih positif [1,2,6].

Dengan begitu, gejala akan mereda secara bertahap dan pasien memiliki kemampuan mengendalikan gejala secara lebih baik [1,2,6].

Terapi eksposur adalah jenis psikoterapi selain terapi perilaku kognitif yang banyak digunakan sebagai terapi fobia [1,2,3,4,6].

Terapis membantu pasien mengidentifikasi rasa takut dan cemas lalu meningkatkan kemampuan pasien dalam mengendalikan gejala-gejala yang terjadi [1,2,6].

Secara bertahap, terapis akan mengekspos pasien pada situasi dan hal-hal yang menjadi sumber ketakutan [1,2,6].

Berawal dari gambar atau video, terapis akan membuat pasien terbiasa dengan situasi yang dianggap berbahaya baginya karena mampu memicu rasa sakit [1,2,6].

  • Obat-obatan

Obat antidepresan dan anticemas kemungkinan besar harus terapis atau dokter resepkan [2,4].

Obat-obat ini diberikan untuk membantu meredakan gejala kecemasan dan serangan panik [2,4].

Obat-obatan juga diberikan bersamaan dengan psikoterapi yang sedang pasien jalani.

  • Perubahan Pola Hidup

Perubahan pola hidup juga sangat dianjurkan untuk pemulihan gejala algophobia lebih optimal [1,2].

Beberapa hal yang perlu pasien lakukan adalah berolahraga rutin, sebab olahraga membantu melepaskan hormon endorfin yang juga akan menurunkan risiko timbulnya gejala kecemasan dan serangan panik [7].

Olahraga juga adalah aktivitas yang membantu proses peningkatan senyawa dalam otak yang akan memperbaiki suasana hati [1,7].

Dengan demikian, pasien dapat mengendalikan rasa sakit jauh lebih efektif [1].

Bagi pasien yang merupakan seorang pengonsumsi kafein, pastikan supaya membatasi asupannya [2,8].

Kafein mampu meningkatkan risiko mudah cemas dan gelisah yang ditandai pula dengan detak jantung lebih cepat [8].

Perubahan pola hidup lainnya yang bisa diterapkan adalah rutin bermeditasi, melakukan Yoga, dan melatih pernafasan supaya tidak mudah bereaksi negatif serta jauh lebih rileks [2,9].

Komplikasi Algophobia

Algophobia dapat menimbulkan berbagai risiko komplikasi seperti fobia lainnya.

Salah satunya adalah penghindaran terus-menerus dari sumber ketakutan.

Hal ini kemudian mampu berkembang lebih buruk karena berakibat pada penurunan kualitas hidup, isolasi diri, hingga keinginan maupun aksi bunuh diri [3,4,10].

Pencegahan Algophobia

Belum diketahui bagaimana cara mencegah algophobia, namun beberapa hal berikut dapat pasien lakukan untuk menurunkan risiko nyeri kronis dan kecemasan akan rasa sakit [1].

  • Memiliki kebiasaan dan pola hidup sehat supaya kondisi mental tetap baik dan stabil.
  • Mencari orang yang terpercaya untuk menjadi tempat berbagi keluh-kesah dan menjadi tempat sandaran saat kondisi mental serta emosional sedang tidak baik-baik saja.
  • Mengonsultasikan kondisi negatif yang sedang dialami dengan psikiater atau psikolog.

Ketika gejala terdeteksi dini sebagai kondisi algophobia, akan lebih dini juga penanganan didapat oleh pasien sehingga prognosis algophobia tergolong baik [1].

fbWhatsappTwitterLinkedIn

Add Comment