Tinjauan Medis : dr. Hadian Widyatmojo, SpPK
Anemia defisiensi besi (ADB) Adalah suatu kondisi kekurangan hemoglobin, sel darah merah dan hematokrit yang disebabkan karena kekurangan zat besi di dalam darah. Zat besi merupakan salah satu mineral
Daftar isi
Anemia defisiensi besi merupakan jenis anemia yang terjadi karena tubuh seseorang mengalami kekurangan mineral zat besi [1,3,4,5,6,7].
Bila kadar zat besi di dalam tubuh menurun dan tidak mendapatkan asupan dari makanan maupun suplemen secara cukup, maka jumlah sel darah merah sehat akan berkurang.
Zat besi juga dibutuhkan tubuh untuk memproduksi hemoglobin (Hb). Di mana hemoglobin berfungsi untuk mengangkut atau mendistribusikan oksigen dari paru-paru ke seluruh tubuh.
Bila hemoglobin dalam sel darah merah menurun, maka oksigen yang didistribusikan pun juga mengalami penurunan. Ketika suplai oksigen berkurang, dapat mengakibatkan tubuh cepat lelah dan lemas.
Pada tingkat yang sudah cukup serius, anemia defisiensi besi dapat menyebabkan penderitanya sesak nafas.
Tinjauan Anemia defisiensi besi adalah jenis anemia yang terjadi karena tubuh mengalami kekurangan zat besi sehingga kadar hemoglobin menurun dan menyebabkan tubuh lemas, hingga berisiko sesak nafas.
Anemia defisiensi besi utamanya disebabkan oleh tubuh yang kekurangan mineral zat besi, namun berikut ini beberapa faktor lain yang juga menjadi pemicu tubuh mengalami defisiensi besi [1,2,3,4,5,6,7].
Pada wanita, datang bulan yang terkadang menyebabkan perdarahan berlebih akan membuat tubuh kehilangan banyak darah.
Hal ini dapat menjadi faktor yang memicu anemia defisiensi besi pada wanita.
Faktor kehamilan juga cukup sering menjadi penyebab wanita mengalami anemia defisiensi besi.
Anemia jenis ini terjadi pada masa kehamilan, karena umumnya diet selama hamil rendah zat besi.
Proses persalinan atau melahirkan juga dapat membuat seorang wanita kehilangan banyak darah.
Rupanya, faktor ini pun mampu menyebabkan anemia defisiensi besi pada wanita, khususnya wanita pada usia produktif dan subur.
Wanita yang mengalami endometriosis berisiko lebih tinggi mengalami anemia defisiensi besi. Endometriosis adalah kondisi ketika pertumbuhan jaringan lapisan dalam dinding rahim terjadi di luar rongga rahim
Endometriosis dapat menjadi penyebab penderitanya mengalami kehilangan banyak darah yang tak disadari, karena terjadi pada area panggul atau perut.
Efek pasca operasi ataupun kelainan tertentu yang membuat penyerapan zat besi oleh sistem pencernaan terhambat mampu meningkatkan potensi anemia defisiensi besi.
Operasi usus dan penyakit Celiac adalah kondisi yang akan menyebabkan kekurangan zat besi pada tubuh.
Perdarahan yang terjadi di dalam tubuh karena kondisi medis tertentu seperti polip pada usus, kanker usus, hingga penggunaan obat pereda nyeri yang terlampau sering, dapat menyebabkan anemia defisiensi besi.
Perdarahan terjadi utamanya pada bagian perut dan berhubungan dengan pencernaan.
Baik laki-laki maupun perempuan memiliki risiko sama besar untuk mengalami anemia, berapapun usianya dan apapun etnisnya.
Namun pada kasus anemia defisiensi besi, beberapa orang berikut adalah yang memiliki potensi lebih besar [1,2,4,5] :
Anemia defisiensi besi umumnya menimbulkan gejala awal yang ringan, bahkan penderitanya kemungkinan besar tidak menyadari.
Untuk dapat mengetahui seseorang mengalami anemia defisiensi besi, tes darah perlu dilakukan secara rutin sehingga penanganan pun dapat dilakukan sedini mungkin.
Tinjauan Menstruasi, kehamilan, persalinan, perdarahan internal, endometriosis dan ketidakmampuan penyerapan besi oleh tubuh menjadi penyebab utama kadar zat besi menurun, sehingga menyebabkan anemia defisiensi besi.
Pada anemia defisiensi besi, beberapa gejala yang dapat ditimbulkan adalah [3,4,5,7] :
Anemia defisiensi besi umumnya menimbulkan gejala yang ringan awalnya yang bahkan penderitanya kemungkinan besar tidak menyadari.
Untuk dapat mengetahui seseorang mengalami anemia defisiensi besi, tes darah perlu dilakukan secara rutin sehingga penanganan pun dapat dilakukan sedini mungkin.
Tinjauan Kulit pucat, nafas pendek, pusing, kesemutan, nyeri di bagian dada, sulit konsentrasi, hingga tubuh lelah, letih dan lesu adalah gejala umum anemia defisiensi besi.
Untuk mendeteksi dan mengonfirmasi bahwa pasien benar-benar menderita anemia defisiensi besi, dokter biasanya melakukan sejumlah metode pemeriksaan seperti berikut [1,3,4,5,6,7] :
Pemeriksaan fisik yang dokter lakukan akan meliputi pemeriksaan adanya perdarahan pada tubuh pasien, tes pernafasan, tes detak jantung, tes bagian perut untuk pengecekan ukuran limpa dan hati, serta tes kuku.
Normal tidaknya jumlah sel darah merah dalam tubuh pasien dapat diketahui melalui tes darah.
Di mana tes darah adalah salah satu prosedur pemeriksaan laboratorium atau tes lab. Tes darah juga meliputi pemeriksaan jumlah hematokrit dan hemoglobin.
Tes kadar zat besi juga bagian dari tes lab, yang bertujuan utama mengukur kadar besi dalam darah pasien.
Sementara itu, ada pula pengukuran ferritin yang akan dilakukan oleh dokter untuk mengetahui berapa banyak pengeluaran zat besi oleh tubuh.
Ferritin sendiri merupakan jenis protein yang menjadi penyimpan zat besi di dalam tubuh.
Tak hanya itu, dokter kemungkinan meminta pasien menempuh tes hitung retikulosit supaya jumlah sel darah merah baru dalam tubuh pasien diketahui.
Ada pula pemeriksaan peripheral smear di mana dokter menggunakannya untuk mengetahui apakah sel-sel darah merah di bawah mikroskop tampak pucat dengan ukuran yang lebih kecil.
Pasien wanita yang mengalami perdarahan berlebih saat menstruasi, perlu menempuh USG panggul.
Anemia defisiensi besi dapat terjadi karena kondisi ini, maka USG panggul diperlukan oleh dokter supaya dokter mampu mendeteksi penyebab perdarahan abnormal pasien.
Tes pemindaian ini bertujuan utama agar dokter bisa mendeteksi sumber perdarahan yang terjadi di saluran cerna dalam tubuh pasien.
Ini karena perdarahan pada saluran pencernaan dapat menjadi penyebab anemia defisiensi zat besi.
Pemeriksaan tinja atau feses dapat ditempuh apabila terdapat kecurigaan bahwa anemia defisiensi besi disebabkan oleh saluran pencernaan yang mengalami perdarahan.
Penghitungan Darah Lengkap
Dokter dapat mendiagnosa seseorang mengalami anemia defisiensi zat besi ketika kadar hemoglobin (Hb) dan hematokrit (Ht) berada di bawah normal setelah melakukan tes darah lengkap.
Berikut ini adalah kadar normal yang perlu diketahui :
Kadar hemoglobin yang tidak sampai 11 g/dL pada masa kehamilan adalah tanda bahwa seorang wanita hamil sedang mengalami anemia.
Tinjauan Pemeriksaan darah lengkap, pemeriksaan fisik, USG panggul, tes darah dalam tinja dan endoskopi adalah metode-metode yang umumnya dokter lakukan untuk mendeteksi anemia defisiensi besi.
Metode penanganan untuk penderita anemia defisiensi besi disesuaikan dengan penyebabnya dan berikut merupakan beberapa cara mengatasinya [1,3,4,5,6,7].
Diet untuk penderita anemia defisiensi besi meliputi konsumsi kacang-kacangan, buah kering, sayuran berdaun hijau, dan juga daging merah.
Sereal yang telah diperkaya dengan zat besi, juga dapat dikonsumsi. Sementara itu, konsumsi juga makanan-makanan kaya vitamin C untuk memperlancar proses penyerapan zat besi ke dalam tubuh.
Sebagai alternatif, konsumsi suplemen vitamin C juga dapat dilakukan, setelah mengonsultasikannya dengan dokter sebelum penggunaan.
Penggunaan suplemen zat besi dalam bentuk tablet, dapat mengembalikan kadarnya yang semula terlalu rendah menjadi kadar normal.
Jika memungkinkan, pastikan untuk mengonsumsi suplemen zat besi pada kondisi perut belum terisi apapun.
Penyerapan zat besi jauh lebih maksimal ketika suplemen dikonsumsi dalam kondisi perut kosong.
Namun jika perut menjadi sakit atau tidak nyaman setelahnya, suplemen dapat dikombinasi dengan makanan saat mengonsumsinya.
Untuk dapat mengembalikan kadar zat besi dalam tubuh menjadi normal kembali, setidaknya suplemen perlu digunakan selama beberapa bulan.
Bila anemia defisiensi besi disebabkan oleh faktor kondisi medis tertentu, maka dokter kemungkinan besar akan mengatasi kondisi medis tersebut untuk dapat memulihkan kadar sel darah merah.
Bila suplemen zat besi tak membantu, dokter dapat meresepkan pil kontrasepsi (khususnya bagi wanita dengan perdarahan menstruasi yang parah).
Jika terdapat masalah kesehatan lain yang menyebabkan perdarahan internal terjadi begitu hebat, transfusi darah kemungkinan besar direkomendasikan oleh dokter.
Transfusi darah adalah cara dokter dalam menggantikan darah yang telah banyak hilang serta zat besi yang berkurang.
Pada penderita anemia defisiensi besi, penting untuk memperhatikan pantangan berikut agar tubuh kembali pulih [3] :
Asupan makanan dan minuman tersebut dapat membuat tubuh kurang maksimal dalam menyerap zat besi.
Maka selama menderita anemia defisiensi besi, penting untuk mengonsumsi makanan dan minuman yang tinggi zat besi.
Kebanyakan kasus anemia defisiensi besi tidaklah sampai menyebabkan komplikasi berbahaya.
Namun bila gejala tidak diatasi, dapat berkembang menjadi penyakit yang serius. Berikut ini adalah sejumlah komplikasi yang perlu diwaspadai [3,4,7]:
Pasokan oksigen ke jantung akan berkurang ketika Hb rendah. Kurangnya oksigen akan membuat jantung harus bekerja ekstra untuk memompa darah ke seluruh tubuh.
Bila kondisi ini terus dibiarkan, maka bisa berisiko gagal jantung, pembesaran jantung, murmur jantung atau aritmia.
Wanita hamil dengan kondisi anemia defisiensi besi, lebih berpotensi mengalami kelahiran prematur. Bayi juga berisiko lahir dengan berat yang rendah.
Jika tubuh dalam keadaan lemas dan lemah karena faktor dari anemia, maka infeksi penyakit akan lebih mudah menyerang tubuh.
Anak yang menderita anemia defisiensi besi, akan menyebabkan tumbuh kembangnya cenderung melambat dibandingkan anak yang kondisi tubuhnya sehat.
Anak-anak penderita anemia defisiensi besi juga memiliki risiko lebih mudah sakit.
Tinjauan Berbagai komplikasi dapat terjadi bila anemia defisiensi diabaikan. Gejala pun akan terus memburuk. Gangguan kehamilan, infeksi, gangguan jantung, serta keterlambatan tumbuh kembang anak menjadi komplikasi yang wajib diwaspadai.
Anemia defisiensi besi dapat dicegah dengan mengonsumsi makanan yang kaya akan vitamin C serta mineral zat besi [4,5,6,7].
Bahkan ibu hamil yang sudah melahirkan serta dalam proses menyusui, dapat mengonsumsi makanan-makanan kaya zat besi agar sang bayi mendapatkan cukup zat besi dari ASI.
Pada waktu MPASI (makanan pendamping ASI), para ibu juga sebaiknya memberikan makanan dengan kandungan zat besi kepada anak.
Berikut ini adalah sumber makanan kaya zat besi yang bisa dikonsumsi :
Selain memenuhi kebutuhan zat besi dari makanan-makanan tersebut, penting juga untuk mengonsumsi makanan-makanan kaya vitamin C berikut ini, agar penyerapan zat besi lebih maksimal:
Tentunya asupan sumber zat besi tersebut dapat disesuaikan dengan kondisi tubuh, sebab buah nanas dan beberapa makanan tertentu lainnya tidak dianjurkan bagi ibu hamil.
Tinjauan Pencegahan anemia defisiensi besi utamanya dapat dilakukan dengan memenuhi kebutuhan tubuh akan zat besi. Para ibu hamil, ibu menyusui, dan juga bayi yang sudah memasuki masa MPASI perlu memperoleh asupan mineral zat besi yang cukup, untuk meminimalisir risiko anemia defisiensi besi.
1) Dr. dr. Harapan Parlindungan Ringoringo, Sp.A(K). 2009. Sari Pediatri. Insidens Defisiensi Besi dan Anemia Defisiensi
Besi pada Bayi Berusia 0-12 Bulan di Banjarbaru, Kalimantan Selatan: studi kohort prospektif.
2) Anonim. 2018. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Kenali Masalah Gizi yang Ancam Remaja di Indonesia.
3) Anonim. 2018. National Health Service. Iron deficiency anaemia.
4) Anonim. National Heart, Lung, and Blood Institute. Iron-Deficiency Anemia.
5) Matthew J. Warner & Muhammad T. Kamran. 2019. National Center for Biotechnology Information. Anemia, Iron Deficiency.
6) Terri D. Johnson-Wimbley & David Y. Graham. 2011. PubMed Central US National Library of Medicine National Institutes of Health. Diagnosis and management of iron deficiency anemia in the 21st century.
7) Kristine Jimenez, MD, Stefanie Kulnigg-Dabsch, MD, & Christoph Gasche, MD. 2015. Gastroenterology & Hepatology The Independent Peer-Reviewed Journal. Management of Iron Deficiency Anemia.
8) Anonim. 2015. World Health Organization. The Global Prevalence of Anaemia in 2011.
9) Lukman Dwi Priyanto. 2018. Jurnal Berkala Epidemiologi Volume 6 Nomor 2 (2018) 139-146. Hubungan Umur, Tingkat Pendidikan dan Aktivitas Fisik Santriwati Husada dengan Anemia.