Hampir 1 dari 4 pria mengalami infertilitas akibat adanya masalah pada sperma. Salah satu faktor yang mempengaruhi fertilitas ialah kualitas sperma. Kualitas sperma mengacu pada kemampuan sperma untuk melakukan fertilisasi[1, 2].
Kemampuan ini dipengaruhi oleh dua faktor yang saling berkaitan, yaitu motilitas sperma dan morfologi sperma, serta oleh kesehatan DNA yang dibawa oleh sperma[1].
Motilitas ialah kemampuan sperma untuk bergerak atau ‘berenang’. Motalitas merupakan faktor penting yang memungkinkan sperma mencapai sel telur di dalam saluran reproduksi wanita[1].
Morfologi berarti struktur atau bentuk sperma. Sperma yang normal memiliki bentuk ideal, yaitu satu ekor panjang, bagian tengah tubuh, dan 1 bagian kepala yang berisi materi genetik[1].
Kualitas sperma berbeda dari kuantitas sperma (jumlah total sperma). Kuantitas sperma menggambarkan kepadatan sperma di dalam cairan semen. Meski demikian, masalah kualitas sperma dan kuantitas sperma dapat disebabkan oleh beberapa faktor yang sama[1].
Penyebab kualitas sperma tidak baik dapat berupa faktor keturunan, pilihan gaya hidup, hingga infeksi tertentu[2].
Berikut berbagai faktor yang dapat menyebabkan kualitas sperma tidak baik:
Daftar isi
1. Faktor Genetik
Faktor genetik dapat mempengaruhi setiap tahap dari fertilitas pria, mulai dari kerusakan DNA dalam sperma, kecacatan genetik dari kromosom Y, dan gangguan genetik seperti sindrom Klinefelter[2].
Kualitas sperma buruk yang disebabkan oleh faktor genetik tidak dapat diobati. Meski demikian, masalah fertilitas pasien dapat dibantu dengan penggunaan teknologi reproduksi, seperti in vitro fertilization (IVF)[2].
2. Usia
Saat pria memasuki usia lanjut, motilitas sperma mengalami penurunan dengan rata-rata sekitar 8% per tahun. Selain itu, pria akan menghasilkan sperma dengan morfologi normal dalam jumlah yang lebih kecil[1].
Penelitian mengindikasikan bahwa morfologi sperma mengalami kemunduran sekitar 2-9% per tahun, mengakibatkan 4-18% penurunan pada morfologi normal selama periode 20 tahun[1].
Sperma dari orang yang berusia lanjut juga memiliki tingkat fragmentasi DNA dan mutasi genetik tambahan yang lebih tinggi. Hal ini dapat mengarah pada skizofrenia, autisme, dan gangguan lainnya[1].
3. Paparan Toksin
Menurut studi, riwayat paparan toksin (zat beracun) dua kali lebih umum terjadi di antara pria infertil dibandingkan dengan pria sehat. Zat beracun yang mempengaruhi kualitas sperma meliputi timbal, pestisida, hidrokarbon, PCB, kadmium, asap diesel, petrokimia, dan larutan[1].
Paparan jangka panjang terhadap zat beracun pada produk rumah tangga yang digunakan sehari-hari dapat menyebabkan dampak merugikan. Sedangkan paparan zat beracun dalam lingkungan industri dapat mengakibatkan kerusakan sperma lebih cepat, misalnya pada produksi plastik, herbisida dan industri agrikultur[1].
4. Penggunaan Obat
Beberapa obat tertentu dapat mempengaruhi kualitas sperma serta produksi sperma. Jenis obat yang mempengaruhi sperma antara lain testosterone, steroid anabolik, SSRI, obat kemoterapi, opiate, dan NSAID[1, 2].
Obat untuk mengatasi artritis rheumatoid dan infeksi kandung kemih juga dapat mempengaruhi motilitas sperma[2].
Dampak negatif yang ditimbulkan dapat bersifat reversibel atau ireversibel, bergantung pada jenis obat, dosis, dan lama penggunaan obat[1].
5. Infeksi
Infeksi yang pernah dialami pasien (sifilis, campak, malaria) diketahui dapat mempengaruhi sistem reproduksi pria, baik secara langsung atau tidak langsung. Terjadinya infeksi dapat mempengaruhi proses produksi sperma sehingga menyebabkan perubahan motilitas, bentuk, dan fungsi sperma[2, 3].
Dalam suatu studi dilaporkan bahwa pasien dengan infeksi kelenjar aksesoris dan HPV (Human Papilloma Virus) telah didiagnosis infertil. Berdasarkan pengamatan terjadi perubahan signifikan pada kualitas sperma. Terutama, sperma mengalami sedikit penurunan motilitas, meski memiliki morfologi normal[3].
6. Gangguan pada Organ Reproduksi
Adanya gangguan pada testis dapat mempengaruhi kemampuan testis untuk memproduksi sperma dalam kuantitas dan kualitas normal. Gangguan organ reproduksi meliputi kondisi yang terjadi pada testis atau kelenjar aksesoris[2].
Berikut beberapa gangguan organ reproduksi yang dapat mempengaruhi produksi sperma[2]:
- Kerusakan testis akibat cedera
- Kanker testis
- Prostatitis: peradangan kelenjar prostat
- Impotensi
7. Konsumsi Alkohol
Konsumsi alkohol yang dilakukan dengan sering (5 minuman per minggu) dapat menurunkan kadar testosteron dan kualitas sperma secara signifikan[2].
Paparan sperma terhadap alkohol mengakibatkan kerusakan pada motilitas dan morfologi sperma. Alkohol diduga mempengaruhi produksi GnRH, FSH, LH, dan testosterone. [4]
Selain itu, alkohol juga menyebabkan gangguan fungsi sel Leydig dan sel Sertoli. Akibatnya, terjadi gangguan pada produksi, perkembangan morfologi, dan pematangan spermatozoa[4].
Peningkatan konsumsi alkohol diduga berkaitan dengan penurunan spermatogenesis (pembentukan sperma). Spermatogenic arrest (gangguan pembentukan sperma) sebagian atau seluruhnya serta sindrom Sertoli cell-only lebih umum di antara pengkonsumsi alkohol berat dibandingkan orang yang tidak mengkonsumsi[4].
Konsumsi alkohol kronis ditemukan mengakibatkan dampak merugikan pada kualitas semen dan kadar hormon reproduksi pria[4].
8. Suhu Panas
Testis yang terpapar suhu terlalu panas berkaitan dengan rendahnya kuantitas sperma. Penyebabnya meliputi mandi dengan air terlalu panas atau sauna, serta mengenakan celana ketat. Melakukan olahraga secara berlebihan juga dapat mengakibatkan dampak yang sama[2].
Hal lain yang dapat mengarah pada terjadinya stress panas testis ialah duduk dalam waktu lama, paparan panas radian, varikokel, dan kriptorkismus[4].
Peningkatan suhu skrotum (kantung testis) mengarah pada spermatogenic arrest, kematian sel apoptosis, stress okstidatif, dan kerusakan DNA sperma[4].
9. Merokok
Merokok dikenal sebagai faktor risiko potensial untuk penurunan fertilitas pria. Merokok dapat menyebabkan penurunan jumlah sperma hingga 17,5% dan penurunan motilitas sperma hingga 16,6%[2, 4].
Merokok berkaitan dengan leucocytospermia, suatu sumber endogen utama dari ROS (reactive oxygen species)[4].
Terlebih lagi, rokok tembakau mengandung ROS pada tingkat yang melebihi pertahanan antioksidan endogen. Peningkatan kadar ROS dalam semen pada orang yang merokok memaparkan sperma terhadap stress oksidatif, sehingga mengganggu fungsi sperma dan menurunkan fertilitas pria[4].
Rokok tembakau juga berpotensi mengakibatkan peningkatan kerusakan DNA, aneuploidi, dan mutasi pada sperma. Suatu studi menunjukkan bahwa penurunan kualitas semen di antara pria perokok berkaitan dengan peningkatan tingkat fragmentasi DNA dan penurunan ekspresi checkpoint kinase 1 (Chk1)[4].
Tanpa aktivasi Chk1 untuk merespon kerusakan DNA, maka akan terjadi penurunan perbaikan sperma yang mengarah pada peningkatan apoptosis sperma[4].
10. Aktivitas Ekstrim
Melakukan aktivitas seperti bersepeda atau menunggang kuda dapat menyebabkan peningkatan suhu testis dan risiko inflamasi testis. Kondisi ini dapat diredakan dengan menghindari melakukan aktivitas tersebut[2].
11. Berat Badan
Studi menunjukkan bahwa pria obesitas lebih cenderung menghasilkan sperma abnormal dibandingkan pria dengan berat badan normal[2].
Berat badan berlebihan (BMI lebih dari 30) diketahui menyebabkan penurunan kualitas sperma dan perubahan hormon yang dapat mempengaruhi fertilitas secara langsung[2, 4].
Pria obesitas memiliki persentase lebih tinggi sperma dengan fragmentasi DNA, morfologi abnormal, dan potensial membran mitokondria rendah[4].
Namun, berat badan di bawah normal (BMI kurang dari 18,5) juga dapat menimbulkan efek negatif[2].
12. Stres
Berbagai bentuk stres dapat berdampak merugikan terhadap potensi reproduktif pria. Respon stress klasik mengaktivasi sistem saraf simpatik dan melibatkan aksi hipotalamus-hipofisis-adrenal (HHA)[4].
Respon stress oleh aksi HHA dan hormon GnRH (gonadotrophin-inhibitory hormone) mengakibatkan penurunan kadar testosteron, yang mana kemudian menyebabkan penekanan proses spermatogenesis dan penurunan kualitas sperma[4, 5].
Dara pra-klinis menunjukkan bahwa stress akut dapat mengakibatkan gangguan fungsi testis. Stress yang ditimbulkan oleh pekerjaan, kejadian tertentu dalam hidup, dan ketegangan sosial dapat mengakibatkan dampak negatif signifikan terhadap kualitas sperma[5].
Stres yang dirasakan oleh pemilik sampel semen dilaporkan berhubungan secara negatif terhadap kualitas semen secara keseluruhan dengan 39% penurunan konsentrasi sperma, 48% penurunan motilitas sperma, dan penurunan pada keseluruhan parameter semen[5].
Kesulitan tidur juga dapat berdampak negatif terhadap fertilitas pria sebab orang yang mengalami kesulitan tidur menghasilkan volume semen lebih rendah. Kurangnya tidur terbukti mempengaruhi fungsi sperma pada studi dengan hewan[4].
13. Obat Ilegal
Penggunaan obat seperti marijuana, kokain, steroid androgenik anabolik, opiate, dan methamphetamine mengakibatkan efek negatif pada fertilitas pria. Efek samping penggunaan obat-obatan ini dapat mengganggu aksi HPG, testis, dan fungsi sperma[4].
Penggunaan kokain akut dan kronis mengganggu spermatogenesis dan merusak struktur testis. Penggunaan kokain dalam jangka lama (lebih dari 5 tahun) berkaitan dengan konsentrasi dan motilitas sperma rendah, dan tingginya jumlah sperma dengan morfologi abnormal[4].
14. Diet
Diet dan nutrisi berperan penting dalam kualitas semen. Suatu studi observasional menyimpulkan bahwa konsumsi diet sehat seimbang dapat meningkatkan kualitas semen dan tingkat kesuburan pada pria[4].
Sayur, buah, ikan, daging unggas, sereal, dan produk susu rendah lemak termasuk makanan yang berkaitan positif dengan kualitas sperma. Sedangkan diet yang terdiri dari daging olahan, produk susu tinggi lemak, alkohol, kopi, dan minuman dengan pemanis gula, berhubungan dengan kualitas semen buruk dan tingkat kesuburan lebih rendah[4].