Daftar isi
Apa Itu Hepatitis E?
Hepatitis E merupakan jenis kondisi hepatitis di mana organ hati mengalami infeksi yang disebabkan HEV (hepatitis E virus) [1,2,3,4,5,6,7,8].
Infeksi hati ini memiliki potensi menjadi lebih serius karena faktanya di dunia terdapat puluhan juta orang yang menderita infeksi hepatitis E ini per tahunnya.
Tinjauan Hepatitis E adalah infeksi pada organ hati di mana HEV/Hepatitis E Virus adalah penyebab utamanya.
Fakta Tentang Hepatiti E
- Menurut data laporan dari WHO atau World Health Organization/Badan Kesehatan Dunia, terdapat sekitar 20 juta kasus infeksi HEV baru per tahunnya di mana angka kematian mencapai 55.000 jiwa [1].
- Infeksi HEV walau dijumpai secara global, penyakit ini jauh lebih berpotensi terjadi di negara-negara berkembang [1].
- Kasus infeksi HEV atau hepatitis E paling banyak dijumpai di Amerika Tengah, Timur Tengah, Afrika dan Asia [1].
- Walau sebelumnya prevalensi infeksi HEV dijumpai paling banyak di negara-negara Afrika dan Asia, prevalensi penyakit ini mulai meningkat cukup signifikan di negara-negara Eropa dengan tingkat penghasilan yang tinggi dan dijumpai sebagai kasus penyakit zoonosis pada babi [1].
- Risiko seropositif HEV terkait dengan ras Hispanik, konsumsi daging lebih dari 10 kali dalam sebulan, lahir di luar Amerika Serikat, dan bertambahnya usia [1].
- Di Indonesia, terdapat 5 jenis hepatitis, yaitu hepatitis A, B, C, D dan E di mana A dan E merupakan kasus hepatitis luar biasa karena penularannya adalah secara fecal oral yang penyembuhannya cukup cepat dan baik dibandingkan hepatitis B, C dan D yang lebih berbahaya [2].
- Hepatitis E sebelumnya dikenal dengan sebutan hepatitis Non A-Non B dengan proses penularan seperti hepatitis A, namun vaksinasi untuk kasus penyakit ini belum ada [2].
- Prevalensi hepatitis E di Indonesia belum diketahui jelas dan spesifik.
Penyebab Hepatitis E
Hepatitis E Virus atau HEV merupakan jenis virus yang menjadi penyebab utama penyakit hepatitis E [1,3,4,5].
Penularan virus ini terjadi terutama ketika seseorang mengonsumsi makanan atau air yang sudah terkena feses orang lain dan sudah terkontaminasi oleh virus.
Walau paparannya hanya sedikit saja, seseorang tetap berpotensi besar mengalami infeksi hepatitis E.
Hepatitis E juga berbeda dari jenis hepatitis lainnya di mana virus ini menyebar utamanya saat seseorang mengonsumsi air atau makanan yang sudah terkontaminasi HEV.
Meski berbeda dari jenis hepatitis lain, hepatitis E memiliki kemiripan lebih dengan hepatitis A karena bentuk penularan hepatitis E mirip dengan hepatitis A.
Beberapa faktor lainnya yang mampu meningkatkan risiko penularan infeksi HEV antara lain adalah [1,3,4,5,6,7] :
- Berkunjung ke negara atau wilayah yang tengah terkena wabah hepatitis E.
- Berkunjung ke negara atau wilayah dengan kualitas kebersihan yang sangat rendah, terutama yang padat penduduk.
- Menempuh tindakan medis seperti transfusi darah.
- Persalinan ibu hamil yang telah menjadi penderita hepatitis E sehingga mampu menularkan virus pada bayi yang dilahirkannya.
- Berinteraksi langsung dengan hewan yang sudah terkena infeksi HEV, namun penularan dari hewan tergolong kasus yang sangat langka.
- Tidak menjaga kebersihan diri dengan baik.
- Melakukan hubungan seksual dengan bergonta-ganti pasangan, terutama dengan pasangan yang merupakan penderita infeksi HEV tanpa kondom.
- Tinggal dengan penderita hepatitis E kronis.
Tinjauan Hepatitis E Virus (HEV) merupakan penyebab utama kondisi infeksi hepatitis E. Meski demikian, terdapat sejumlah faktor risiko yang juga perlu diwaspadai karena mempermudah penyebaran serta penularannya, seperti hubungan seksual berganti-ganti pasangan, tinggal dan kontak dengan penderita hepatitis E kronis, berkunjung ke wilayah endemik, persalinan ibu hamil yang menderita hepatitis E, dan kurangnya tingkat kebersihan.
Gejala Hepatitis E
Masa inkubasi infeksi hepatitis E adalah antara 28-40 hari di mana setelah seseorang tak sengaja dan tanpa menyadari HEV masuk ke dalam tubuh, virus tersebut kemudian akan diserap melalui mukosa gastrointestinal ke sirkulasi portal.
Baru setelah itu, virus mampu menyerang organ hati dan menimbulkan sejumlah gejala seperti [1,5,6,7] :
- Jaundice (kulit dan bagian putih bola mata menguning)
- Demam
- Mual yang dapat disertai muntah
- Bengkak pada hati
- Perut terasa nyeri
- Penurunan nafsu makan
- Tubuh menjadi mudah kelelahan
- Gagal hati akut
- Pembengkakan hati
- Warna urine berubah menjadi lebih gelap
Kapan sebaiknya memeriksakan diri ke dokter?
Ketika tanda-tanda hepatitis E yang telah disebutkan timbul, maka jangan ragu untuk segera ke dokter dan menempuh sejumlah metode pemeriksaan.
Pemeriksaan dini akan membantu pasien dalam memperoleh penanganan medis secara dini pula sehingga risiko komplikasi berbahaya dapat dihindari.
Pemeriksaan Hepatitis E
Ketika menemui dokter, maka beberapa metode diagnosa yang biasanya diterapkan oleh dokter antara lain adalah :
- Pemeriksaan Riwayat Kesehatan
Pemeriksaan riwayat kesehatan adalah metode diagnosa awal yang dokter gunakan, yaitu dengan menanyakan riwayat medis pasien, penggunaan obat dan tindakan medis yang pernah ditempuh [1,3].
Namun selain itu, dokter juga perlu tahu gaya hidup pasien serta riwayat perjalanan pasien ke beberapa wilayah.
Jika pasien belum lama mengunjungi wilayah endemik atau wilayah dengan wabah lokal hepatitis E, maka kemungkinan tertular sangat besar.
Riwayat medis pasien dibutuhkan oleh dokter sebab hepatitis E dapat terjadi pada penderita penyakit liver, pasien dengan daya tahan tubuh lemah, serta pasien wanita yang sedang hamil.
- Pemeriksaan Fisik
Dokter juga perlu memeriksa fisik pasien untuk mengetahui suhu tubuh serta bagian tubuh mana saja yang merasakan nyeri [1,7].
Dokter juga perlu memberi memeriksa bagian perut pasien untuk mengetahui apakah terdapat pembengkakan dan timbul rasa nyeri di sana.
- Tes Laboratorium
Tes laboratorium kemungkinan dianjurkan oleh dokter untuk dapat mengetahui kadar konsentrasi bilirubin, aspartate aminotransferase, dan alanine aminotransferase di dalam tubuh pasien [1,3,4,5,7].
Tes laboratorium menjadi salah satu metode diagnosa penunjang yang juga membantu dokter dalam mendeteksi keberadaan virus dan antibodi.
Karena tes laboratorium mencakup tes darah, maka hal ini juga bertujuan utama agar dokter mampu memberikan pengobatan yang sesuai dengan kebutuhan kondisi pasien.
Tinjauan Pemeriksaan riwayat kesehatan pasien secara menyeluruh, pemeriksaan fisik, serta tes laboratorium adalah cara dokter dalam mendiagnosa hepatitis E.
Pengobatan Hepatitis E
Terdapat beberapa metode penanganan hepatitis E, yaitu perawatan secara mandiri di rumah, pemberian obat-obatan oleh dokter, hingga prosedur operasi.
Melalui Perawatan Mandiri
Umumnya ketika ke dokter dan hasil pemeriksaan menunjukkan hasil positif infeksi HEV, maka dokter akan memberi anjuran beberapa hal seperti berikut ini kepada pasien :
- Istirahat cukup hingga tenaga di dalam tubuh kembali normal.
- Hindari kembali beraktivitas sebelum benar-benar pulih karena jika belum sembuh total dan sudah berkegiatan yang terlalu berat, ada kemungkinan pasien mudah jatuh sakit lagi.
- Hindari mengonsumsi minuman beralkohol karena tidak baik untuk kesehatan hati.
- Hindari penggunaan narkoba karena mampu memicu kerusakan hati.
- Minum banyak air putih untuk mencegah tubuh mengalami dehidrasi.
- Selain air putih, konsumsilah sup kaldu dan jus buah untuk menghidrasi tubuh sekaligus memberi tenaga.
- Pilih makanan yang bernutrisi tinggi dan sehat, terapkan pola makan yang tepat. Konsultasikan dengan dokter mengenai makanan atau minuman apa saja yang perlu dikonsumsi dan yang perlu dihindari.
Melalui Perawatan Medis
Perawatan medis untuk pasien hepatitis E dapat berupa pemberian obat, terapi hingga prosedur medis.
Dokter akan menentukan metode perawatan yang tepat sesuai dengan kondisi tubuh pasien secara menyeluruh.
- Terapi Imunosupresi
Dokter biasanya di awal akan merekomendasikan terapi imunosupresi yang bertujuan utama sebagai pembasmi virus [8].
Melalui penanganan dalam bentuk terapi ini, jumlah virus dalam darah atau viral load HEV sebanyak 30% dapat berkurang di dalam tubuh pasien.
- Terapi Antivirus
Namun, tidak seluruh pasien hepatitis E mampu menerima terapi imunosupresi karena terapi ini tidak cukup efektif bagi beberapa kasus hepatitis E [1,5].
Jika jumlah virus dalam darah tidak berkurang usai menjalani terapi imunosupresi, maka dokter biasanya akan merekomendasikan terapi antivirus sebagai gantinya.
Terapi antivirus adalah bentuk penanganan melalui obat-obatan antivirus untuk melawan virus dan mengatasi infeksi pasien.
Ribavirin merupakan jenis obat pada terapi antivirus yang biasanya digunakan untuk mengatasi infeksi HEV akut, namun efektivitasnya tidak dapat dipastikan [1].
Hanya saja, ribavirin bukan untuk pasien hepatitis E yang sedang dalam masa kehamilan.
- Kombinasi Antivirus dan Imunosupresi
Kedua golongan terapi obat dapat dikombinasikan untuk pasien hepatitis E yang mengalami kelainan imun dan mengalami infeksi HEV kronik [1].
Peginterferon dan ribavirin atau kombinasi keduanya kemungkinan direkomendasikan oleh dokter sebagai solusi terbaik.
Pada kasus hepatitis E yang sudah sangat parah dan bersifat kronik, biasanya pemberian obat-obatan tak dapat mengatasi gejala [1,4,5,9].
Jika sudah pada tahap yang sangat berat, dokter akan merekomendasikan jalur operasi untuk mengganti hati yang rusak.
Prosedur transplantasi hati adalah proses penggantian hati yang mengalami kerusakan parah dengan hati yang sehat dari pendonor.
Adakah efek samping dari penanganan medis berupa transplantasi hati?
Ya, terdapat risiko efek samping signifikan pada kasus hepatitis E yang diatasi dengan operasi transplantasi hati.
Tubuh penerima donor transplan organ dapat mengalami penolakan, namun tentunya hal ini perlu dikonsultasikan lebih jauh dengan dokter agar ditemukan solusi alternatif untuk ini.
Tinjauan Penanganan hepatitis E dapat dilakukan dalam dua metode, secara mandiri (istirahat, menjaga pola makan, menjaga kebersihan, dan menghidrasi tubuh) dan secara medis (terapi obat dan prosedur transplantasi ginjal bila memang harus).
Komplikasi Hepatitis E
Beberapa risiko komplikasi yang dapat terjadi pada penderita hepatitis E antara lain seperti infeksi HEV kronik, jaundice kolestatis, dan gagal hati akut [1].
Namun bila penanganan dini diterima oleh pasien dan perawatan medis ditempuh dengan baik, risiko komplikasi dapat diminimalisir.
Pencegahan Hepatitis E
Penularan hepatitis E dapat dicegah dengan cara menjaga kebersihan diri dan lingkungan selain berkonsultasi dengan dokter mengenai cara mendapatkan vaksinasinya.
Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk meminimalisir risiko tertular infeksi antara lain adalah [5,10] :
- Minum air matang dan mengonsumsi makanan yang diolah dengan matang juga.
- Hindari konsumsi makanan mentah, makanan yang tidak dikupas, dan air yang tidak terjamin kebersihannya.
- Cuci tangan dengan benar dan rutin; jadikan hal ini sebagai kebiasaan baik sehari-hari.
- Setiap sebelum mengolah makanan atau memasak, pastikan bahan-bahan mentah dicuci dengan bersih dan cuci tangan setiap sebelum memulainya.
- Para wanita yang sedang hamil perlu menghindari kunjungan wisata ke wilayah atau negara yang sedang mengalami wabah infeksi HEV.
- Perlindungan terhadap pasokan air sehingga tidak mudah terkontaminasi kotoran manusia.
- Para wisatawan lebih waspada dan berhati-hati dalam mengonsumsi makanan maupun air, terutama bila berada di wilayah endemik.
Tinjauan Mendapatkan vaksinasi adalah pencegahan hepatitis pada umumnya, namun untuk hepatitis E, konsultasikan detail dengan dokter. Selain itu, menjaga kebersihan diri dan lingkungan, menghindari wilayah endemik, serta menjaga pola makan adalah upaya pencegahan hepatitis E lainnya.