Rasa cemas memang merupakan hal biasa dan umum terjadi pada siapa saja, namun ketika kecemasan bersifat berlebihan dan bahkan disertai halusinasi, hal ini dapat berkaitan dengan gangguan kesehatan fisik maupun mental [1,2].
Terdapat beberapa kondisi yang mampu menyebabkan kecemasan sekaligus halusinasi.
Berikut ini adalah kemungkinan-kemungkinan penyebab kecemasan dan halusinasi yang dialami seseorang.
Daftar isi
1. Efek Obat Tertentu
Sejumlah jenis obat mampu menjadi penyebab timbulnya kecemasan hingga halusinasi pada pengonsumsinya [3].
Obat golongan stimulan adalah salah satu yang mampu menyebabkan dua gejala tersebut, sekalipun dengan resep dokter risiko tetap ada [3,4].
Obat golongan stimulan memberikan efek pelepasan hormon stres yang kemudian mampu memicu gejala-gejala kecemasan yang sebelumnya sudah ada [3,4].
Selain obat stimulan, obat terlarang atau narkotika sangat bisa menyebabkan gejala gangguan kecemasan maupun halusinasi [3].
Ini karena obat terlarang memengaruhi sistem saraf yang jika digunakan berlebihan serta jangka panjang mampu menimbulkan halusinasi pada pemakainya [3].
2. Rasa Nyeri
Rasa nyeri, terutama yang bersifat parah dan hebat, mampu membuat penderitanya merasa stres [3,5].
Bila rasa sakit atau nyeri ini tergolong berat, biasanya hiperstimulasi dapat terpicu [3].
Maka pada pasien penderita nyeri yang sebelumnya telah memiliki kecemasan atau gejala-gejala terkait gangguan kecemasan, rasa nyeri bisa memperburuknya [3].
3. Dehidrasi
Dehidrasi adalah kondisi saat tubuh kekurangan cairan dan bila tidak segera ditangani, ada kemungkinan dehidrasi parah terjadi pada penderitanya [6,7].
Hiponatremia adalah salah satu akibat dari dehidrasi yang membuat seseorang koma hingga mengalami halusinasi [7,8].
Bahkan pada dehidrasi ringan, beberapa gejala kecemasan bisa saja terjadi, termasuk sakit kepala, kelelahan, penurunan daya konsentrasi, dan palpitasi jantung [3].
4. Kekurangan Vitamin B dan Vitamin D
Tubuh yang mengalami kekurangan vitamin B dan vitamin D lebih berisiko mengalami gangguan kecemasan, depresi, hingga halusinasi [3].
Hal ini terjadi karena kekurangan vitamin B12 memicu gejala-gejala pada sel-sel darah merah maupun sistem saraf dalam tubuh [3].
Selain itu, tubuh yang tidak memperoleh cukup asupan vitamin D juga berpotensi lebih besar mengalami kecemasan yang berujung pada halusinasi, termasuk depresi [3,9].
5. Stres Kronis
Stres kronis merupakan jenis kondisi stres yang berkepanjangan, bisa sampai berbulan-bulan dan bersifat lebih berat daripada stres biasa [3,10].
Pada penderita stres kronis, sejumlah masalah kesehatan terus dialami, seperti insomnia atau tidur berlebihan, rasa nyeri pada tubuh, respon emosional yang berubah, perubahan selera makan, pikiran kurang jernih, tubuh tidak bertenaga, hingga kecemasan dan halusinasi [10,11].
Pada orang-orang yang sudah lebih dulu memiliki kondisi gangguan kecemasan, gangguan suasana hati, dan gangguan trauma, stres kronis akan membuat gejala-gejala dari masalah psikologis tersebut memburuk [10,11].
6. Gangguan Disosiatif
Gangguan disosiatif adalah jenis gangguan kepribadian ganda yang membuat penderitanya mengalami perubahan memori dan hal-hal yang berkaitan dengan identitas [3].
Biasanya, halusinasi pendengaran disosiatif adalah yang paling umum terjadi [3].
Penderitanya pada kasus ini mengalami masalah dalam membedakan suara; dan pada sebagian penderita, suara yang mereka halusinasikan menjadi bagian dari kilas balik yang membuat seseorang mengalami halusinasi visual atau penglihatan [3].
7. Depresi
Depresi adalah kondisi ketika suasana hati mengalami gangguan, yakni ketika seseorang merasa sedih berkepanjangan ditambah dengan rasa putus asa dan hilang ketertarikan untuk melakukan hal-hal yang dulu disenangi [3,12,13].
Depresi juga dapat menurunkan produktivitas penderitanya, mengganggu hubungan sosial, dan merasa bahwa diri tidak berharga terus-menerus [3,12,13].
Pola pikir negatif terhadap diri sendiri maupun orang lain bisa menjadi salah satu sebab depresi [3,12,13].
Masalah keuangan, rumah tangga, pekerjaan, dan hal-hal lainnya yang berkepanjangan dan semakin berat tanpa ada jalan keluar pun bisa membuat seseorang depresi [3,12,13].
Pernah mengalami kejadian traumatis juga menjadi pemicu pada sebagian besar penderita depresi [3,12,13].
Namun sebenarnya, perubahan zat kimia otak, hormon, serta faktor genetik berperan besar dalam meningkatkan risiko depresi pada diri seseorang [3,12,13].
Depresi pun berkaitan dengan kecemasan berlebih, emosi tidak stabil, hingga pada akhirnya berpotensi pada terjadinya halusinasi [3,12].
8. Skizofrenia
Skizofrenia merupakan sebuah kondisi gangguan kesehatan mental yang membuat penderitanya mengalami perubahan emosi, perilaku hingga caranya berkomunikasi [14].
Kecemasan dan halusinasi merupakan dua gejala utama yang terjadi pada penderita, termasuk perilaku yang berubah, mengalami delusi, hingga pikiran yang kacau dan cenderung sulit fokus [3,12,14].
Beberapa gejala awal skizofrenia yang perlu diwaspadai adalah [3,12,14] :
- Mudah marah
- Mengasingkan diri (menghindari interaksi sosial dengan orang lain)
- Motivasi menurun
- Konsentrasi menurun
- Pola tidur berubah
Pada penderita skizofrenia dengan episode psikotik akut, biasanya gejala kecemasan mulai timbul [3,12,14].
Hal ini juga bisa terjadi sebagai efek obat atau gejala gangguan kecemasan lainnya [3,12,14].
Namun, gejala yang pasti timbul pada penderita skizofrenia adalah delusi, halusinasi, hingga gangguan berpikir dan berperilaku [3,12,14].
Pada kasus yang sudah tergolong parah (disebut dengan gejala negatif), gejala memburuk ditandai dengan [3,12,14] :
- Tidak merawat diri (sama sekali tidak peduli mengenai kebersihan dan penampilan diri sendiri).
- Nada bicara dan ekspresi wajah tidak sesuai dengan situasi.
- Pola tidur berubah.
- Tidak memiliki motivasi, semangat maupun minat untuk melakukan hal apapun, termasuk kegiatan yang semula sempat disukai.
- Memilih menghindari interaksi dengan orang lain (enggan bersosialisasi).
- Tidak mudah merasa puas maupun senang.
Saat kecemasan dan halusinasi terjadi berulang, segera konsultasikan dengan dokter dan tempuh evaluasi psikologis untuk mengetahui penyebabnya dan memperoleh penanganan.